Unsur-Unsur Tindak Pidana


Dalam dogma atau ilmu aturan pidana, unsur-unsur tindak pidana itu dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur adil dan unsur subjektif :[1]
1.1 Unsur Objektif
Unsur adil yakni unsur yang terdapat di luar diri sisi pelaku tindak pidana, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan,
Unsur adil ini mencakup :
1)    Perbuatan atau kelakuan insan itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), contohnya membunuh – Pasal 338 KUHP; menganiaya – Pasal 351 KUHP; mencuri – Pasal 362 KUHP; dan lain-lain.
Dan ada pula yang pasif (tidak berbuat sesuatu), contohnya : tidak melaporkan kepada yang berwajib atau kepada yang terancam, sedangkan ia mengetahui ada suatu pemufakatan jahat, adanya niat untuk melaksanakan suatu kejahatan tertentu – Pasal 164, 165 KUHP; tidak mengindahkan kewajiban berdasarkan undang-undang sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa – Pasal 224 KUHP; tidak memdiberi derma kepada orang yang sedang menghadapi ajal – Pasal 531 KUHP.
2)    Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik
Hal ini terdapat dalam delik-delik mateliil atau delik-delik yang dirumuskan secara materiil, contohnya : pembunuhan – Pasal 338 KUHP; penganiayaan – Pasal 351 KUHP; penipuan – Pasal 378 KUHP.
3)    Unsur melawan hukum
Setiap perbuatan yang tidak boleh dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan aturan pidana itu harus bersifat melawan aturan (wedderrechtelijkkheid / rechtsdrigkeit), meskipun unsur ini tidak ditetapkan dengan tegas dalam perumusannya. Ternyata sebagian besar dari perumusan delik dalam kitab undang-undang hukum pidana tidak sebut dengan tegas unsur melawan hukum, spesialuntuk beberapa delik saja yang sebut dengan tegas, menyerupai : dengan melawan aturan merampas kemerdekaan – Pasal 333 KUHP; untuk dimilikinya secara melawan aturan – Pasal 362 KUHP, dan lainnya.
4)    Unsur lain yang memilih sifat tindak pidana
Ada beberapa tindak pidana yang untuk sanggup memperoleh sifat tindak pidananya itu memerlukan hal-hal adil yang menyertainya, menyerupai : penghasutan – Pasal 160 KUHP; melanggar kesusilaan – Pasal 282 KUHP; pengemisan – Pasal 504 KUHP; mabuk – Pasal 536 KUHP. Tindak pidana – tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum. 
5)    Unsur yang memberatkan pidana
Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu alasannya yakni timbulnya akhir tertentu, maka bahaya pidananya diperberat. Seperti penganiayaan – Pasal 351 kitab undang-undang hukum pidana diancam dengan pidana penjara paling usang 2 tahun 8 bulan – ayat (1), apabila penganiayaan itu menjadikan luka-luka berat yang bahaya pidananya diperberat menjadi penjara paling usang 5 tahun - ayat (2), jikalau menjadikan mati maka diperberat lagi menjadi penjara paling usang 12 tahun - ayat (3).

6)    Unsur perhiasan yang memilih tindak pidana
Hal ini contohnya : dengan suka rela masuk tentara negara asing, yang diketahuinya bahwa negara itu akan perang dengan negara Indonesia, pelakunya spesialuntuk sanggup dipidana jikalau terjadi pecah perang – Pasal 123 KUHP; membujuk atau memmenolong orang itu jadi bunuh diri – Pasal 345 KUHP; dan jikalau orang itu meninggal dunia – Pasal 531 KUHP.

1.2     Unsur Subjektif
Unsur subjektif yakni unsur yang terdapat dalam diri si pelaku tindak pidana.
Unsur subjektif ini mencakup :
1)    Kesengajaan (dolus)
KUHP tidak mempersembahkan perumusan terhadap kesengajaan, akan tetapi berdasarkan Memorie van Toelichting (M.v.T) yang dimaksud dengan kesengajaan itu yakni “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Yang dimaksud dengan “menghendaki dan mengetahui” yakni seseorang yang melaksanakan sesuatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah menghendaki (willens) apa yang ia buat, dan harus mengetahui (wetens) pula apa yang ia buat itu beserta akibatnya[2]. Hal ini terdapat, menyerupai dalam : melanggar kesusilaan – Pasal 281 KUHP; Membunuh – Pasal 338 KUHP.
2)    Kealpaan (culpa)
KUHP tidak mempersembahkan klarifikasi terhadap istilah-istilah yang artinya menerangkan kealpaan (culpa). Akan tetapi dalam Memorie van Toelichting (M.v.T) dari Rancangan kitab undang-undang hukum pidana Negeri Belanda menyampaikan “Kealpaan itu, di satu pihak ialah kebalikan yang sesungguhnya dari kesengajaan, dan di lain pihak ialah kebalikan dari suatu kebetulan”. Sedangkan Ilmu Hukum Pidana dan Yurisprudensi menafsirkan kealpaan (culpa) sebagai “ kurang mengambil tindakan pencegahan” atau “kurang hati-hati”, dan hal ini dalam dogma lazim dipakai istilah “kealpaan tidak disadari” (onbewuste schuld) dan “kealpaan disadari” (bewuste schuld)[3].
Hal ini terdapat menyerupai dalam : dirampas kemerdekaan – Pasal 334 KUHP; mengakibatkan mati – Pasal 359 KUHP.
3)    Niat (voornemen)
Menurut Moeljatno : bahwa niat tidakboleh disamakan dengan kesengajaan tetapi niat secara potensial sanggup menjelma kesengajaan apabila sudah diwujudkan menjadi perbuatan yang dituju, dalam hal tiruana perbuatan yang dibutuhkan untuk kejahatan sudah dilakukan, tetapi akhir yang tidak boleh tidak timbul (percobaan selesai/voltooide poging), di situ niat 100% (seratus persen) menjadi kesengajaan, sama kalau menghadapai delik selesai. Tetapi apabila belum diwujudkan menjadi perbuatan, maka niat masih ada dan ialah perilaku bathin yang memdiberi arah kepada perbuatan (subjective onrecht element). Oleh alasannya yakni itu niat tidak sama dan tidak sanggup disamakan dengan kesengajaan, maka isinya niat tidakboleh diambil dari isinya kesengajaan apabila kejahatan itu terjadi. Untuk itu dibutuhkan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu tadi sudah ada semenjak niat belum diwujudkan dalam perbuatan.
4)    Maksud (oogmerk)
Dalam kitab undang-undang hukum pidana istilah “oogmerk” (maksud) diartikan sebagai “tujuan pokok” dari tindakan-tindakan yang sudah disebutkan sebelumnya.
5)    melaluiataubersamaini planning lebih lampau (met voorbedachte rade)
Hal ini terdapat, menyerupai dalam : pembunuhan dengan planning – Pasal 340 KUHP. Mengenai istilah “met voorbedachte rade” sebenarnya bukanlah ialah bentuk “opzet” melainkan cara membentuk “opzet”. Tentang cara membentuk “opzet” ini ada syarat-syarat, yaitu : “opzet” nya itu dibuat sehabis direncanakan terlebih lampau; dan sehabis orang merencanakan (“opzet” nya) itu dibuat (“de vorm waarin opzet wordt gevormd”) yaitu harus dalam keadaan damai (“in koelen bloede”); dan pada umunya merencanakan pelaksanaan “opzet” itu memerlukan jangka waktu yang agak lama[4].
6)    Perasaan takut (vrees)
Hal ini terdapat, menyerupai dalam : memmembuang anak sendiri – Pasal 308 KUHP; membunuh anak sendiri – Pasal 341 KUHP; membunuh anak sendiri dengan planning – Pasal 342 KUHP.




[1] Ibid., hlm 118-122.
[2] Ibid, hlm 189.
[3] Ibid, hlm 210.
[4] Harmien Hadiati Koeswadji, Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-asas, Kasus, Dan Permasalahannya, Sinar Wijaya, Surabaya, 1984, hlm 45 dan 113.
close