Pengertian Dan Jenis-Jenis Tindak Pidana Pencurian



1.   Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Tindak pidana pencurian ialah perbuatan mengambil milik orang lain dengan maksud mempunyai secara melawan hukum, di mana apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh anak maka kepadanya akan menerima hukuman.
Pencurian berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362, sebagai diberikut :
“Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam alasannya pencurian dengan pidana penjara paling usang lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
2.    Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian
Menurut doktrin (ilmu aturan pidana), tindak pidana pencurian terdiri dari 5 (lima) jenis, yaitu sebagai diberikut :
1.       Pasal 362 kitab undang-undang hukum pidana : Pencurian biasa (gewone diefstal) atau pencurian dalam bentuk pokok (diefstal in zijn grondvorm).
Unsur-unsurnya :
a. Barang siapa, membuktikan bahwa subjek (pelaku) pencurian itu harus insan atau orang.
b. Mengambil (wegnemen), ini ialah unsur adil – dalam arti sempit ialah menggerakan tangan dan jari memegang barang dan memindahkan barang itu ke daerah lain.
c. Barang sesuatu, berdasarkan histories pembetukan Pasal 362 kitab undang-undang hukum pidana itu, barang itu harus barang berwujud, alasannya barang demikianlah yang sanggup dipindahkan menyerupai uang, pakaian, pemanis perempuan termasuk pula hewan (manusia tidak termasuk).
Namun dalam praktik, barang yang tidak berwujud pun sanggup menjadi objek (samasukan) pencurian, menyerupai pencurian tenaga listrik (stroom) dan pencurian gas yang walaupun tidak berwujud sanggup dialirkan melalui kabel dan pipa. Jadi barang-barang itu harus bersifat sanggup digerakan, sanggup diangkat dan sanggup dipindahkan. Barang yang tetap, tidak brgerak menyerupai sebidang tanah, sawah, rumah , gedung dan sebagainya tidak sanggup menjadi objek (samasukan) pencurian. Seseorang yang menguasai barang-barang tersebut kepunyaan orang lain dan menjualnya bukan ialah perbuatan pencurian, melainkan perbuatan stellionat (pengpetangan hak atas barang-barang tidak bergerak) berdasarkan Pasal 385 KUHP.
a.    melaluiataubersamaini maksud untuk dimilikinya, “dengan maksud” di sini ialah unsur subjektif yang berupa kesengajaan (dolus). Unsur “dengan maksud” di sini membuktikan kehendak si pelaku untuk mempunyai barang itu, yang maksudnya barang itu seperti miliknya sendiri.
b.    Secara melawan hukum, maksudnya tidak berhak, berlawanan dengan hak orang lain, tanpa seizin pemilik barang itu.
2.        Pasal 363 KUHP, pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerde diefstal)
Maksudnya dari pencurian ini yakni pencurian yang mempunyai unsur-unsur pencurian biasa/pencurian dalam bentuk pokok (Pasal 362 KUHP) yang ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga bahaya pidananya diperberat.
sepertiyang sudah disinggung di atas bahwa pencurian dengan pemberat/pencurian dengan kualifikasi itu ialah pencurian biasa (Pasal 362 KUHP) yang disertai dengan salah satu keadaan yang disebutkan dalam Pasal 363 ayat (1) butir 1 s.d. butir 3 dan ayat (2) KUHP, yaitu sebagai diberikut :
1.    Jika barang yang dicuri itu ternak.
Yang dimaksud dengan ternak itu sanggup kita baca Pasal 101 KUHP, yang berbunyi:
“Yang disebut ternak yaitu tiruana hewan yang berkuku satu, hewan memamah biak dan babi”.
2.    Jika pencurian itu dilakukan pada waktu adanya malapetaka, menyerupai kebakaran, letusan, banjir, gempa, pegunungan meletus dan sebagainya.
3.    Jika pencurian itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.
4.    Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
5.    Jika dalam pencurian itu, pencuriannya itu ke daerah melaksanakan kejahatan, atau untuk hingga pada barang yang diambil dilakukan dengan merusak, memotong, atau memanjat, atau dengan menggunakan anak kunci tiruan, perintah tiruan, atau pakaian jabatan tiruan.
3.        Pasal 364 KUHP, Pencurian enteng (lichte diefstal).
Yang dimaksud dengan pencurian enteng (lichte diefstal) yakni pencurian yang mempunyai unsur-unsur pencurian biasa/pencurian dalam bentuk pokok (Pasal 362 KUHP) yang ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga bahaya pidananya dipeenteng.
Pencurian enteng dalam Pasal 364 kitab undang-undang hukum pidana ini, terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu sebagai diberikut :
a.        Pencurian biasa/pencurian dalam bentuk pokok (Pasal 362 KUHP), jikalau harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah);
b.        Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu (Pasal 363 ayat (1) butir 4 KUHP), jikalau harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima pulh rupiah).
c.        Pencurian yang untuk masuk ke daerah melaksanakan kejahatan, atau untuk hingga pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan menggunakan anak kunci tiruan, perintah tiruan, atau pakaian jabatan tiruan, perintah tiruan (Pasal 363 ayat (1) butir 5 KUHP), apabila:
-           tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya;
-           Harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah).
4.        Pasal 365 KUHP: Pencurian dengan kekerasan (diefstal met geweld).
Pencurian dengan kekerasan atau bahaya kekerasan yang ditentukan dalam Pasal 365 kitab undang-undang hukum pidana ini, dengan maksud tertentu, yaitu jikalau pencurian itu :
a.    Dilampaui (voorafgegaan) dengan kekerasan atau bahaya kekerasan, maka kekerasan atau bahaya kekerasan tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan pencurian itu.
b.    Disertai (vergezerd) dengan kekerasan atau bahaya kekerasan, maka kekerasan atau bahaya kekerasan tersebut dimaksudkan untuk mempergampang pencurian itu.
c.    Diikuti (gevlog) dengan kekerasan atau bahaya kekerasan, maka kekerasan atau bahaya kekerasan tersebut jikalau si pelaku atau penerima lainnya ketahuan (kepergok), maka kekerasan atau bahaya kekerasan tersebut dimaksudkan untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau penerima lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
5.    Pasal 367 kitab undang-undang hukum pidana : Pencurian dalam keluarga (familie diefstal).
Ayat (1) mengatur wacana gugurnya kewenangan penuntutan pidana secara khusus, yaitu jikalau terjadinya pencurian antara suami istri (sebagai pembuat atau pemmenolong), baik bagi mereka yang tunduk pada peraturan kawin berdasarkan KUHPerdata (B.W.) yang tidak terpisah meja dan daerah pulas atau terpisah harta kekayaan maupun bagi mereka yang tunduk pada peraturan kawin berdasarkan aturan Adat (Islam), maka terhadap suami/istri yang membuat (melakukan) pencurian antar suami istri mustahil diadakan penuntutan pidana. Rasionya (dasar pikirannya) dari ketentuan ini yakni oleh alasannya kedua orang (suami istri) itu sama-sama mempunyai harta benda suami istri.
Ayat (2) mengatur wacana tindak pidana aduan relatif, yaitu :
b.        Jika terjadinya pencurian antar suami istri yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan.
c.        Jika yang melaksanakan atau memmenolong pencurian itu yakni keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus atau menyimpang derajat kedua.
Ayat (3) mengatur wacana jikalau berdasarkan etika istiadat keturunan ibu (matriakal), kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandung, maka peraturan wacana pencurian dalam keluaraga tersebut dalam Pasal 367 ayat (2) kitab undang-undang hukum pidana berlaku pula pada orang itu, contohnya seorang kemenakan yang mencuri barang mamaknya (adat Minangkabau) itu yakni tindak pidana aduan.

Selanjutnya dalam Pasal 367 kitab undang-undang hukum pidana ini tidak terdapat bahaya pidananya, maka untuk bahaya pidana ini kita harus menunjuk (mempergunakan) bahaya pidana yang terdapat dalam pencurian bentuk pokoknya, yaitu Pasal 362 KUHP.
close