Makna Tempik Dan Seronok Dalam Bahasa Indonesia

Makna Tempik dan Seronok dalam Bahasa Indonesia



Jangan doloe mempunyai kesan negatif dalam goresan pena ini. Dalam KBBI Pusat Bahasa edisi Keempat halaman 1.434 ada dua lema atau entri tempik. Masing-masing mempunyai makna yang tidak sama, bahkan tidak sama sangat jauh. Karena lema yang tidak sama maka dalam KBBI ada dua kata tempik bukan satu kata yang mempunyai dua makna, tetapi dua kata (istilah) yang masing-masing mempunyai makna yang tidak sama.

Istilah tempik yang pertama yaitu nomina (kata benda) yang bermakna pekik keras.
Sehingga mempunyai bentuk turunan dan adonan kata
tempik sorak bermakna: berbagai pekik dan sorak (dalam peperangan). misal penerapan: dikala didengarnya tempik sorak, mereka pun  berlarian.
menempikkan kelas kata verba (kata kerja) bermakna: memekikkan; meneriakkan; dan menjeritkan.
tempikan kelas kata nomina (kata benda) bermakna: jeritan atau teriakan. misal penerapan: kita mendengar tempikan berulang-ulang.
bertempik kelas kata verba (kata kerja) bermakna: memekik dengan nyaring atau menjerit dengan sangat kuat.

Lema (kata/istilah) tempik yang kedua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat didiberi label Jw, kas, dan n. Maksudnya kata tempik yang kedua dalam bahasa Indonesia ini ialah serapan dari bahasa Jawa (Jw), ragam bahasa agresif (kas) yang berarti tidak sopan sebab ragam bahasa kasar, serta ialah nomina (n) atau dapat juga disebut dengan kata benda. Dalam engkaus lema ini didiberi klarifikasi sebagai alat kelabuin perempuan.

Sementara itu, dalam Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia (TABI) Pusat Bahasa, kedua kata tersebut (tempik yang pertama dan kedua) juga bersinonim dengan jerit, aung, pekik, sorak, dan teriak. Sementara kata kedua yang diserap dari bahasa Jawa mempunyai persamaan arti kata dengan amputan, bakarat, farji, memek, nonok (cak), pepek, pukas, puki (cak) vagina. (TABI halaman 598).

Sebenarnya ada lagi istilah dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kata yang kali ini dibahas. Khususnya istilah yang beredar luas dalam jejaring media sosial. Meskipun istilah ini sudah tidak lagi booming, yaitu kata kimcil. Kimcil ialah serapan dari istilah Jawa (jawatengahan/jogjaan) yang berupa kependekan dari kimpet cilik. Nah kata kimpet ialah bentuk lain dari tempik. Bentuk pembolak-balikan kata ini ialah upaya untuk memperhalus/mempersopan ucapan.

Kata tempik, sama-sama sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia tetapi dari bahasa tempat yang tidak sama. Meskipun demikian, penerapannya harus tetap diubahsuaikan dengan lingkungan pembicara (penerapan bahasa). Jangan hingga terjadi salah paham, contohnya untuk mempersembahkan semangat dan mengajak meneriakkan semangat di Surabaya misalnya, seorang orator berkata: mari kita tunjukkan tempik semangat kita! Pasti ini menjadi hal tabu, dapat salah paham. Bahkan mungkin dapat menjadikan terjadinya keributan. Untuk menghindari itu dapat gunakan kata yang lain: mari kita tunjukkan teriakan semangat kita! Itulah pentingnya berguru bahasa.

Dalam satu bahasa saja dapat tidak sama makna yang sangat jauh dan dapat berakibat fatal, apalagi jikalau satu bahasa dibandingkan dengan bahasa lain. Pasti banyak ditemukan perbedaan. Misalnya dari bahasa yang serumpun, antara kata yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia: seronok. Kata seronok dalam bahasa Malaysia bersinonim dengan senang dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia juga dikenal istilah seronok yang bermakna sama dengan bahasa Malaysia yaitu: sangat senang hati dan sedap dilihat (KBBI, 2008:1289) juga mempunyai makna vulgar  (perihal pakaian). Makna seronok yang vulgar ini dalam ragam cakap. Mungkin masih berkaitan dengan makna asalnya yaitu: sangat senang untuk dilihat. Jika ada seorang wanita yang menggunakan pakaian seksi dan terbuka kepingan tubuhnya disebut dengan pakaian yang seronok. Makna pertamanya: sangat senang hati orang yang melihatnya.

Yang jelas, hendaknya berhati-hati dalam berbahasa. Seperti pepatah usang yang masih sangat sesuai dengan kehidupan sekarang: di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Atau pepatah lain yang berbunyi: lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Masing-masing tempat mempunyai adab istiadat, cara, pengetahuan, budaya, dan cara berbahasa yang tidak sama-beda. Nah, kita harus menyesuaikan di mana kita berada (bumi dipijak) maka kita harus menjunjung tinggi yang juga dijunjung (dihormati) di tempat tersebut termasuk berbahasanya.
close