Ahmad Ainun Najib mengunggah foto goresan pena tangan KH. Muchith Muzadi, Mantan Mustasyar PBNU. Najib yang pernah nyantri kepada Mbah Muchith (panggilan KH. Muchith Muzadi) sewaktu di Jember, Jawa Timur ini mengunggah foto goresan pena tangan Mbah Muchith melalui akun twitternya @a_ainunnajib.
Tulisan tangan Mbah Muchit berbunyi lengkap:
"WAYANG dan DALANG
Seringkali susah membedakan antara dalang dengan wayang, terutama kalau ada wayang merasa dalang."
Kata dalang dan kata wayang yang ada dalam catatan tersebut dipakai dua kali. Jika ditelaah lebih dalam, masih berkaitan dengan kondisi Indonesia kali ini.
Khususnya dikaitkan dengan ribut-ribut terakhir yang melibatkan Ahok yang dianggap melecehkan KH. Ma'ruf Amin. Siapa dalang dan siapa wayang tidak jelas.
Jika dipahami, kata dalang berarti orang yang menggerakkan wayang. Adapun wayang adalah pihak yang digerakkan oleh dalang. Jadi, kalau bahasa simbolis itu diganti dengan bahasa sederhana maka sanggup ditulis, siapa sengan menggerakkan siapa atau siapa sedang digerakkan oleh siapa.
Ketika perkara serumit ini, rumit alasannya yaitu baurnya perkara satu dengan perkara lain. Berkaitan dengan Pilkada DKI, Ahok tersangkut perkara penistaan agama. Dalam prosesnya orang yang terkait dengan perkara penistaan sebagian dianggap terlibat perkara makar. Ada pula tuduhan bahwa SBY terlibat 'menyetir' MUI.
Akhirnya muncul pertanyaan. Sebenarnya perkara dan agresi aksi besar yang terjadi di Indonesia ini siapa yang mendalangi. Makar siapa yang mendalangi. Begitu juga dengan momen dan bencana lainya. Yang menjadi dilema yaitu saat sang wayang, yaitu orang yang digerakkan oleh kepentingan tertentu tidak sadar bahwa dirinya yaitu wayang. Justru sangat getol merasa dirinya masing-masing yaitu dalang yang berhak mengatur orang lain.
Jika dianalisis memakai pendekatan yang lebih mendalam, kata dalang yang terakhir sanggup juga dikaitkan dengan tuhan. Dalangnya seluruh alam semesta. Jadi, kalau dimaknai menjadi begini:
"WAYANG dan DALANG
Seringkali susah membedakan antara dalang dengan wayang, terutama kalau ada wayang merasa dalang."
Pemaknaan:
Seringkali susah membedakan pihak mana yang digerakkan dan pihak mana yang menggerakan. Lebih menjadi dilema lagi terutama kalau orang merasa menjadi yang kuasa yang sanggup mengatur segalanya.
Perlu diketahui juga bahwa, KH. Muchit Muzadi ialah anakdidik pribadi Hadratusysyaikh Hasyim Muzadi di Pesantren Tebuireng. Hingga final hayatnya, ia sangat penduli terhadap NU.
Mbah Muchit tidak punya pesantren di Jember. Tetapi ada beberapa anak yang tinggal di rumahnya untuk mengabdi layaknya santri kepada kiainya. Salah satunya yaitu Ahmad Ainun Najib. Pemuda asal Tegalsari Banyuwangi ini nyantri di kediaman Mbah Muchith yang satu kompleks dengan Masjid Sunan Kalijaga Jember ketiga menempuh pendidikan S1 di Universitas Jember.
Pemaknaan ini sekilas dari pendekatan tekstual. Mohon maaf kalau ada kesalahan dan ketidaksependapatan.
Wayang dan Dalang | Sumber: twitter.com/a_ainunnajib |
Tulisan tangan Mbah Muchit berbunyi lengkap:
"WAYANG dan DALANG
Seringkali susah membedakan antara dalang dengan wayang, terutama kalau ada wayang merasa dalang."
Kata dalang dan kata wayang yang ada dalam catatan tersebut dipakai dua kali. Jika ditelaah lebih dalam, masih berkaitan dengan kondisi Indonesia kali ini.
Khususnya dikaitkan dengan ribut-ribut terakhir yang melibatkan Ahok yang dianggap melecehkan KH. Ma'ruf Amin. Siapa dalang dan siapa wayang tidak jelas.
Jika dipahami, kata dalang berarti orang yang menggerakkan wayang. Adapun wayang adalah pihak yang digerakkan oleh dalang. Jadi, kalau bahasa simbolis itu diganti dengan bahasa sederhana maka sanggup ditulis, siapa sengan menggerakkan siapa atau siapa sedang digerakkan oleh siapa.
Ketika perkara serumit ini, rumit alasannya yaitu baurnya perkara satu dengan perkara lain. Berkaitan dengan Pilkada DKI, Ahok tersangkut perkara penistaan agama. Dalam prosesnya orang yang terkait dengan perkara penistaan sebagian dianggap terlibat perkara makar. Ada pula tuduhan bahwa SBY terlibat 'menyetir' MUI.
Akhirnya muncul pertanyaan. Sebenarnya perkara dan agresi aksi besar yang terjadi di Indonesia ini siapa yang mendalangi. Makar siapa yang mendalangi. Begitu juga dengan momen dan bencana lainya. Yang menjadi dilema yaitu saat sang wayang, yaitu orang yang digerakkan oleh kepentingan tertentu tidak sadar bahwa dirinya yaitu wayang. Justru sangat getol merasa dirinya masing-masing yaitu dalang yang berhak mengatur orang lain.
Jika dianalisis memakai pendekatan yang lebih mendalam, kata dalang yang terakhir sanggup juga dikaitkan dengan tuhan. Dalangnya seluruh alam semesta. Jadi, kalau dimaknai menjadi begini:
"WAYANG dan DALANG
Seringkali susah membedakan antara dalang dengan wayang, terutama kalau ada wayang merasa dalang."
Pemaknaan:
Seringkali susah membedakan pihak mana yang digerakkan dan pihak mana yang menggerakan. Lebih menjadi dilema lagi terutama kalau orang merasa menjadi yang kuasa yang sanggup mengatur segalanya.
Perlu diketahui juga bahwa, KH. Muchit Muzadi ialah anakdidik pribadi Hadratusysyaikh Hasyim Muzadi di Pesantren Tebuireng. Hingga final hayatnya, ia sangat penduli terhadap NU.
Mbah Muchit tidak punya pesantren di Jember. Tetapi ada beberapa anak yang tinggal di rumahnya untuk mengabdi layaknya santri kepada kiainya. Salah satunya yaitu Ahmad Ainun Najib. Pemuda asal Tegalsari Banyuwangi ini nyantri di kediaman Mbah Muchith yang satu kompleks dengan Masjid Sunan Kalijaga Jember ketiga menempuh pendidikan S1 di Universitas Jember.
Pemaknaan ini sekilas dari pendekatan tekstual. Mohon maaf kalau ada kesalahan dan ketidaksependapatan.