Pesan Ws Rendra Untuk Para Pendemo Dalam Puisinya

Demo yaitu adalah hak setiap masyarakat. Bangsa Indonesia dengan sistem demokrasi yang dianutnya mempersembahkan hak seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat negaranya dalam memberikan pendapat.

Penyaluran dan pengemukaan pendapat sanggup dilakukan dengan aneka macam macam cara. Ada yang melalui tulisan. Ada yang melalui pementasan karya seni. Ada pula yang memakai agresi turun ke jalan.

Aksi turun jalan ini pun juga sanggup berupa aneka macam macam bentuk. Mulai dengan sekadar orasi. Panggung terbuka, long march, bahkan juga dalam bentuk doa bersama. Masing-masing kegiatan tersebut ialah agresi penggalangan massa yang menawarkan kekuatan dukungan. Bahkan yang terbaru yaitu 'aksi tenang bela islam III'.


Aksi Damai  yang kini ini sedang berlangsung di Jakarta, bahkan didiberi nama 'Aksi Superdamai'. Maksud penamaan itu seolah hendak menawarkan bahwa agresi yang digelar yaitu agresi yang ingin bertujuan damai. Aksi tenang 4 November yang berakhir ricuh, ialah ulah 'orang lain'.

Terbukti, agresi tersebut diakhiri dengan damai, tanpa ricuh. Meskipun ada indikasi makar oleh beberapa orang. Toh polisi sudah bertindak sempurna dan cepat.

Ini dari pelaksanaan demonstrasi atau demo atau unjuk rasa yaitu sebuah perlawanan. Perlawanan terhadap ketidakadilan. Acapkali, perlawanan menuntut adanya korban. Sering juga, orang yang melawan sekadar melawan tanpa tahu harus berbuat apa dalam tahap selanjutnya.

Kenyataan itulah yang juga melatar-belakangi proses penciptaan Puisi yang berjudul INI Saatnya.

Berikut ini kutipan Puisi yang berjudul INI Saatnya Karya WS Rendra.

Amarah dan duka
menjadi jeladri dendam
bola-bola api tak terkendali
yang membentur diri sendiri
dan memperlemah perlawanan.
Sebab seharusnya perlawanan 
membuahkan perbaikan,
bukan sekadar penghancuran.

Dari kutipan puisi di atas yaitu sanggup diketahui bahwa sebuah perlawanan yang diliputi amarah dan dendam, akan membentur diri sendiri. Sebuah perlawanan juga diberimplikasi pada adanya penghancuran, yang dihancurkan yaitu hal negatif yang dilawan. Tetapi, sebuah perlawanan tidak sekadar menghasilkan dan menghadirkan penghancuran, melainkan juga menumbuhkan perbaikan. Menawarkan perbaikan keadaan.

Begitu pula dengan agresi tenang yang digelar di Monas 2 Desember ini (212), diperlukan memunculkan perbaikan. Buktinya, agresi yang memang berlangsung damai, dihadiri oleh Presiden dan Wakil Presiden. Kedua pemimpin negara ini berjalan kaki dari istana ke lokasi acara.

Hal-hal yang menyejukkan, di tengah khotbah dari Habieb Rizieq Shihab yang berapi-api, ini memunculkan semacam rujuk nasional. Dalam agresi tenang sebelumnya, Presiden Jokowi 'enggan' menemui pendemo, sementara pada agresi kali ini, justru turut serta dalam aksi. Keren!

Sebab seharusnya perlawanan
membuahkan perbaikan,
bukan sekadar penghancuran


close