Cara Mendapat Kaos Clekit Wahyu Kokkang Dan Kisah Fans ‘Sejati’

Jika Mujur Kamu akan Dapat Kaos dari Wahyu Kokkang


pustamun.blogspot.com - Terkadang Wahyu Kokkang sedang baik hati. Tiba-tiba ia menentukan beberapa mitra facebooknya untuk dikirimi Kaos Clekit. Tentu tidak sedikit yang menginginkan untuk sanggup mendapatkan Kaos Clekit, kalau sanggup punya kaos itu dengan gratis. Lebih-lebih kalau kaos itu sebagai hadiah, dan yang memdiberi ialah sang idola langsung. Rasanya niscaya waw banget.

Saya termasuk salah seorang yang beruntung, menerima kiriman kaos dari Wahyu Kokkang. Keberhasilan saya mendapatkan kaos dari Mas Wahyu Kokkang tidak menjamin tips dan cara mendapatkan Kaos Clekit eksklusif darinya juga berhasil. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba.

Sebelum saya diberikan tipsnya, saya ceritakan sedikit wacana ‘hubungan’ saya dengan si Clekit yang suka bikin pembaca terpingkal dan tergelitik. Pertama saya ‘mengenal’ Clekit semenjak Sekolah Menengan Atas kelas 3. Sekitar tahun 2006 saya menikmati Kartun Clekit di harian Jawa Pos. Tentu saya tidak membelinya, saya baca di sekolah. Hahaha. #gakbondo.


Sejak itu, saya berusaha menirunya. Maksudnya, berusaha membuat huruf kartun sendiri yang suka sentil sana sentil sini. Maka lahirlah huruf ‘Ludhes’. Nama ‘Ludhes’ juga terinspirasi dari ‘Clekit’, sama berbahasa jawa dan bermaksud untuk ‘tegas’. Jika Wahyu Kokkang sanggup membuat hati pembaca yang tersindir menjadi clekitan (tersentil/sakit),  maka saya sanggup menciptakannya ludhes, hancur tak tersisa. Utopis.

Dasarnya tidak punya talenta gambar. Nasib Ludhes tidak mujur-mujur amat. Paling banter ia spesialuntuk muncul di mading sekolah. Itupun tidak melalui proses penerbitan. Sesudah saya gambar saya tempel sendiri di ruang kosong papan informasi. Akhirnya saya menyerah, sesekali saja Ludhes masih muncul dalam kertas, tapi saya masih selalu menikmati Clekit di Jawa Pos.

Ini Penamapakan Karakter 'Ludhes'
Kemudian, ketika sudah mengenal internet, maklum saya gres punya akun email ketika kelas 2 SMA, berarti gres sekitar tahun 2007. Itupun aksesnya di laboratorium sekolah dengan kecepatan internet yang super lambat. Sejak ketika itu, saya juga mengetahui bahwa Mas Wahyu Kokkang, kreator Clekit, juga memposting karya-karyanya di akun blog wordpressnya.

Tapi kok lupa ya alamat blognya apa. Kalau tidak salah http://clekit.wordpress.com. Sejak membuka blog Mas Wahyu itu saya gres tahu bahwa ia punya slogan: Hidup Penuh Alat Vital, eh Vitalitas! Kesalahan yang disengaja.

Di kelas 3, saya menikmati Clekit tidak sendirian. Ada mitra sekelas, sebangku malah, yang juga suka menggambar. Bakatnya jauh lebih baik di atas aku. Saya banyak mencar ilmu padanya, tentu saja secara diam-diam. Namanya ialah Larasadi Harya (Fbnya: Lapar Maroon). Saat itu, ia menggunakan indentitas ‘TjTjDD’ di setiap karya gambarnya. Singkatan dari Tjitjak-Tjitjak di Dinding. Absurd. Bersama Haryalah, saya mengulas ‘Clekit’ yang sudah dibaca di perpus sekolah.

Persinggungan dengan ‘Clekit’ kembali muncul setelah tahun kedua kuliah. Ada mata kuliah Analisis Wacana, diampu oleh Dr. Sukatman. Dosen yang mempersembahkan kebebasan kepada mahasiswanya untuk menentukan objek penelitian untuk kiprah simpulan matakuliah tersebut. Saya menentukan Clekit Jawa Pos sebagai objek penelitian.

Pada saat  menyusun kiprah simpulan mata kuliah Analisis Wacana tersebut, Wahyu Kokkang sudah tidak lagi aktif mengunggah karyanya di blognya. Maka selain mengunduh karya dari blog, saya juga mengambil  data penelitian dari koran langsung. Dipindai dan dijadikan data penelitian. Karena saya mengerjakan kiprah yang saya senangi (mendalami makna kartun Clekit) dari segi ilmiah, maka kiprah itu terasa enteng. Serta menjadi salah satu kiprah paling niat yang pernah saya kerjakan.

Ketika pertama kuliah, saya juga sudah punya akun facebook. Juga sudah mencari akun Wahyu Kokkang, ketemu, dimenambahkan kawan. Tapi, lamaaaaa sekali tidak ada konfirmasi untuk mendapatkan perkawanan yang saya ajukan. Sepertinya sudah usang Mas Wahyu tidak main-main di facebook. Baru kemudian setelah lulus kuliah, proposal perkawanan disetujui oleh Wahyu Kokkang.

Selanjutnya, saya kembali menikmati karya-karya Wahyu Kokkang dari Koran Jawa Pos (lagi-lagi di baca di sekolah). Bedanya doloe, pertamanya saya membaca Clekit ketika masih menjadi siswa, kini membaca Clekit di sekolah ketika sudah menjadi guru. Selain dari koran, juga membaca karya Wahyu Kokkang melalui facebook ketika ia (Wahyu Kokkang) sedang baik hati dan mengunggahnya. Biasanya sehari setelah versi korannya.

Karena tertarik dengan penerapan bahasa yang dipakai oleh Wahyu Kokkang, maka saya juga tertarik untuk mengulasnya di blog ini, di http://pustamun.blogspot.com . Kebiasaan menganalisis karya Wahyu Kokkang sudah dilakukan semenjak kuliah ibarat yang saya tulis di atas. Maka keisengan saya model analisisnya juga tak jauh tidak sama ketika menulis kiprah kuliah. Eh, tak disangka tak dinyana, sebab sering-sering menganalisis karyanya di blog, saya terpilih dari sekian orang mitra Wahyu Kokkang di facebook.

Alasan menentukan saya sebagai akseptor Kaos Clekit Gratis eksklusif dari Wahyu Kokkang ialah sebab saya sering mengulas karyanya di blog aku. Ada pula orang yang terpilih sebab sering membagikan karyanya di facebook dan mempersembahkan komentar. Ada pula yang dipilih sebab ulang tahunnya bulan ketika Wahyu Kokkang bagi-bagi kaos. Ada pula yang dipilih sebab nama facebooknya  (alasan absurd).  Maka alasan Wahyu Kokkang menjatuhkan pilihan siapa yang berhak mendapatkan kaosnya ibarat ketua umum partai menjatuhkan siapa calon gubernur yang akan diusung partainya: sak karepe dewe, kardiman (karepa dibik man menyaman), sak enake udele dewe. Maka, spesialuntuk Wahyu Kokkang dan Tuhan yang tahu.

Tapi, di samping ketidak-nalaran dan ketidak-jelasan pemilihan orang yang berhak mendapatkan kaos, ada misi besar Wahyu Kokkang, yaitu: menjaga untuk saling menghargai. Dalam berkarya, menurutnya, ibarat kentut. Dikeluarkan, ya sudah, menjadi hak pembaca dan masyarakat umum. Mau dicaci, mau dipuji, atau pun tidak diperhatikan sama sekali itu bukan masalah. Maka, ia mengapresiasi orang yang sudah mengapresiasi karyanya. Baik yang sekadar membaca, yang mengomentari, yang membagikan ke orang lain, maupun yang mengulas dari segi kebahasaannya.

Maka dari itu, dalam goresan pena ini saya diberikan tips untuk sanggup berpeluang mendapatkan kaos dari Wahyu Kokkang.

Pertama, engkau harus terlebih doloe punya akun facebook. Kalau tidak punya tinggal buat saja, sebab tidak sanggup beli di supermarket atau biro penjual pulsa.

Kedua, mintalah berkawan dengan Wahyu Kokkang.

Ketiga, berdoalah jumlah perkawanan Wahyu Kokkang belum terbaik dan proposal pengajuan perkawanan sanggup disetujui oleh Wahyu Kokkang.

Keempat, apresiasilah karya-karyanya. Juga karya orang lain. Karena apresiasi yang bergotong-royong tidak sebatas pada impian profit, tetapi juga sebab panggilan jiwa (terkadang kalimat saya lebih abstrak daripada hidup penuh alat vital).

Kelima, tidakboleh bersedih kalau tak kunjung menerima kaos clekit dari Wahyu Kokkang, sebab orang yang terpilih belum tentu sepenuhnya mujur. Dan yang mujur (beruntung) belum tentu terpilih. Mbuhlah mumet.

Selamat mencoba.

Catatan:
1. Saya mengapresiasi karya Wahyu Kokkang dengan mengulasnya sebagai kiprah mata kuliah dan keisengan di blog ini. Kemudian Wahyu Kokkang mengapresiasi acara apresiasi aku. Berarti ia mengapresiasi sebuah apresiassi. Nah, goresan pena ini setidaknya menjadi apresiasi terhadap apresiasi Wahyu Kokkang terhadap apresiasi aku. Salbut kan? Hahaha

2. Dalam judul artikel ini ada klaim 'Fans Sejati' tentu versi saya sendiri. Jika ada yang lebih ngefans ke Wahyu Kokkang, maka salam kenal. 


close