A. Gambaran Mengenai Pendidikan Kewargguagaraan
1. Pengertian Pendidikan Kewargguagaraan
Pendidikan kewargguagaraan mengarahkan perhatian pada sikap yang diperlukan sanggup diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu sikap yang memancarkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME dalam masyarakat yang terdiri dari aneka macam golongan agama, sikap yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, sikap yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang berguaka ragam budaya, kepentingan, sikap yang mendukung kerakyatan, mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan. Sehingga perbedaan pemikiran, pendapat atau kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat serta sikap yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (penjelasan pasal 39 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003).
Pendidikan kewargguagaraan ialah perjuangan untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan korelasi antara masyarakat Negara dengan Negara serta pendidikan pengetahuan bela Negara biar menjadi masyarakat yang sanggup mengemban amanah oleh bangsa dan Negara (penjelasan pasal 39 ayat (2) UU Tahun 2003). Bahan pelajaran Pendidikan Kewargguagaraan ditekankan pada pengalaman dan adaptasi dalam kehidupan sehari- hari yang ditunjang oleh pengetahuan dan pengertian sederhana untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan Kewargguagaraan ialah salah satu mata pelajaran yang diwajibkan dan ditempuh oleh tiruana peserta didik pada tiruana jenjang jalur pendidikan. Pendidikan Kewargguagaraan berdasarkan kurikulum KTSP 2006 yakni:
“Kelompok mata pelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta meningkatkan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa patriotisme, bela negara, penghargaan terhadap hak-hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung balasan sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak dan sikap sikap anti korupsi, kongkalikong dan nepotisme”.
Sedangkan Somantri menerangkan bahwa Pendidikan Kewargguagaraan ialah acara pendidikan yang diberintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh- imbas positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang renta yang ketiruananya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Somantri, 2001:15).
Hal serupa diungkapkan oleh Wahab bahwa “Pendidikan Kewargguagaraan ialah salah satu bentuk pendidikan nilai dimana sekolah sanggup berperan dan memmenolong peserta didik untuk mengenali dan mengungkap nilai biar peserta didik sanggup secara pintar dan cerdas menentukan nilai yang tepat” (Wahab, 2005:1).
Sebagai salah satu pelajaran di sekolah, Djahiri menerangkan definisi Pendidikan Kewargguagaraan adalah:
“Merupakan pengembangan dan pembentukan tabiat serta kepribadian yang mencerminkan nilai- nilai Pancasila dn nilai- nilai budaya bangsa Indonesia. Maka dari itu salah satu metode yang dikembangkan ialah mengklarifikasi (menerangkan, mempertegas, mengungkap, merinci, mengkontribusikan atau berbagi nilai)” (Djahiri, 2000:5).
Dari pendapat-pendapat di atas, peneliti menarikdanunik kesimpulan bahwa Pendidikan Kewargguagaraan ialah pendidikan yang menitikberatkan pada pendidikan sikap, moral dan ideologi dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi peserta didik.
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Kewargguagaraan
Sebagai suatu pelajaran yang ada di sekolah, Pusat Kurikulum Balitbang Dinas (2002:7) merumuskan dari tujuan Pendidikan Kewargguagaraan antara lain:
1) Peserta didik sanggup berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi gosip kewargguagaraan.
2) Berpartisipasi secara beruntun dan bertanggung balasan serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia biar sanggup hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara pribadi atau tidak pribadi dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Giroux dalam Nuraeni (2009:3) bahwa Pendidikan Kewargguagaraan mempunyai tujuan pendidikan yang menyangkut nilai-nilai yang bersifat politik dirancang untuk mendidik masyarakat negaranya yang cerdas dan aktif berpartisipasi dalam lingkungannya. melaluiataubersamaini demikian sanggup dikatakan bahwa Pendidikan Kewargguagaraan ialah pendidikan yang membentuk sikap dan sikap biar individu-individu sanggup menjadi masyarakat Negara yang baik.
Pendidikan Kewargguagaraan mempunyai ruang lingkup dari aspek-aspek diberikut ini:
a. Persatuan dan kesatuan bangsa mencakup hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, pujian sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma aturan dan peraturan mencakup tertib dalam kehidupan berkeluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam berbangsa dan bernegara, sistem aturan dan peradilan nasional, aturan dan peradilan internasional.
c. Hak azasi insan mencakup hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, permajuan, penghormatan dan dukungan HAM.
d. Kebutuhan masyarakat negara mencakup gotong royong, harga diri sebagai masyarakat masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan masyarakat negara.
e. Konstitusi negara mencakup proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah dipakai di Indonesia hbungan dasar negara dengan konstitusi.
f. Kekuasaan dan politik mencakup pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan kawasan dan otonomi, pemerintahan pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintah, pers dalam masyarakat demokrasi.
g. Pancasila mencakup kedudukan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.
h. Globalisasi mencakup globalisasi dilingkungannya, politik luar negeri Indonesia diera globalisasi, korelasi internasional dan organisasi nasional dan mengevaluasi globalisasi.
3. Unsur Pokok dan Konsep Dasar Pendidikan Kewargguagaraan
Somantri dalam makalahnya mengemukakan apa yang menjadi dasar Pendidikan Kewargguagaraan meliputi, ideologi, religi dan budaya. Dimana antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan melengkapi dan tidak bisa dipisahkan. Unsur dan konsep Pendidikan Kewargguagaraan sanggup dilihat pada tabel diberikut :
Tabel 2.1 Unsur dan Konsep Dasar Pendidikan Kewargguagaraan
Ideologi | Religi | Budaya |
Disiplin, aturan dan ketertiban | Keyakinan pada Tuhan Yang Maha Kuasa | Toleransi dan perbuatan baik |
Cinta tanah air | Ketaatan terhadap Tuhan | Kebaikan hati |
Menlampaukan kepentingan orang lain | Kesetiaan pada pengajaran agama | Empati |
Kesetiakawanan | Kebajikan | Kesopanan |
Jiwa kebangsaan | Penolong | Kebahagiaan |
Jiwa kepahlawanan | Harapan dan keadaan sebenarnya | Kesehatan |
Warga Negara yang produktif | Rasa kemanusiaan | Kemakmuran |
Penerangan, pencerahan, informasi | Keadilan | Perteman dekatan |
Kebanggaan nasional | Nilai moral dan spiritual | Sikap menghargai |
Kesetiaan nasional | Kebijaksanaan | Sikap tanggap, sikap bersyukur |
Menlampaukan kepentingan bangsa diatas kepentingan kelompok, masyarakat dan kepentingan sendiri | Keharmonisan agama dan ras | Keluarga ialah kesatuan masyarakat yang paling dasar |
Kesepakatan bukan konflik | Membuat orang lain bahagia | Dorongan ialah kesatuan masyarakat yang paling dasar |
Pengamatan terhadap aturan dalam kelompok, maakurakat dan negara | Memperoleh hak meski susah | Mengambil inisiatif dalam memmenolong orang lain |
Kepekaan nasionalisme | Mengambil langkah positif dari kesalahan masa lalu | Membagi perasaan dengan orang lain |
Komit terhadap keberlanjutan bangsa | Memmenolong orang lain memenuhi kebutuhannya | Tanggung balasan terhadap masyarakat |
UUD 1945 dan amandemennya | Pernikahan adonan yang tidak sama dalam Islam sesuatu yang dilarang | Pendidikan seks yang pantas bagi pemuda |
Bangsa sebelum masyarakat dan masyarakat di atas diri sendiri | Keserasian rasial dan religi | Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat |
Konsensus bukan konflik | Membentuk kebahagiaan bersama | Dorongan dan penghargaan masyarakat terhadap individu |
Pengamatan aturan dalam kelas-kelas masyarakat dan negara | Menegakan kebenaran dan kesukaran | Mengambil inisiatif memmenolong orang lain |
Rasa nasionalisme yang terdalam | Mengambil nilai positif untuk menghindari kesalahan masa lampau/ sudah dilalui | Membagi sebagian harta dengan orang lain |
Tanggung balasan untuk memajukan bangsa | Keinginan untuk memmenolong orang lain | Menjadikan masyarakat untuk bertanggung jawaban |
Konstitusi 1945 | Perkawinan adonan antar agama | Pendidikan seks untuk cowok sebagai suatu keharusan |
B. Hakekat Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar ialah kegiatan berproses dan ialah unsur yang sangat mendasar dalam setiap penyelenggara jenis dan jenjang pendidikan. Hamalik menerangkan definisi berguru bahwa “belajar bekerjasama dengan perubahan tingkah laris seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang- ulang dalam situasi tertentu, dimana perubahan tingkah laris tidak sanggup dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang” (Hamalik, 2002:84).
Belajar ialah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laris dalam berpikir, bersikap, dan berbuat. Witherinton dalam mengemukakan bahwa “belajar ialah sebagai hasil perubahan kepribadian yang diimplementasikan kepada suatu respon individu yang mungkin berupa keterampilan, sikap atau peningkatan pemahaman atas sesuatu”. Crow dan Crow mengemukakan bahwa: “belajar mempunyai definisi suatu cara untuk memperoleh suatu pengetahuan, kebiasaan- kebiasaan dan sikap” (Rahmat, 2008:43-48)
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan prestasi belajar, tidak simpel mempersembahkan jawabanan dengan begitu saja, mengingat banyak komponen dan faktor yang ikut melatarbelakanginya. Faktor tersebut baik yang berasal dari luar diri peserta didik, ataupun berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri ibarat faktor psikologis dan pisiologi. Untuk lebih megampangkan dalam memahami pengertian prestasi berguru terlebih lampau dijelaskan ihwal beberapa pengertian belajar.
Belajar ialah suatu perubahan tingkah laris atau pengalaman sebagai akhir dari perhatian terhadap tujuan atas kegiatannya, atau hasil berpikir dan disertai dengan dorongan dan reaksi emosi, sebagai akhir dari kepuasan yang memadai dari kondisi dorongannya. Syamsudin merangkumkan pengertian berguru dari beberapa mahir dalam satu pernyataan yakni suatu proses perubahan sikap atau pribadi seseorang (Syamsudin, 2003 : 134).
Definisi yang lain sebut bahwa berguru ialah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laris yang menetap, baik yang sanggup diamati maupun yang tidak sanggup diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil tes atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62).
Belajar mengandung proses perubahan- perubahan tingkah laris individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Ini memberikan bahwa berguru memusatkan perhatian pada tiga hal, antara lain:
- Belajar harus meningkatkan terjadinya perubahan sikap individu.
- Perubahan yang terjadi ialah buah dari pengalaman.
- Perubahan terjadi pada sikap individu.
Pengertian berguru sanggup disimpulkan :
a. Belajar ialah memperoleh perubahan tingkah laku.
b. Hasil berguru ditandai dengan perubahan seluruh aspek tingkah laku.
c. Belajar ialah suatu proses.
d. Proses berguru terjadi lantaran adanya dorongan dan tujuan yang akan dicapai.
e. Belajar ialah suatu bentuk pengalaman.
2. Faktor-faktor Proses Belajar
Pada dasarnya kehidupan sekolah tidak ubahnya dengan kehidupan sosial yang sangat luas. Sekolah ialah miniatur kehidupan sosial. Para peserta didik yang berguru berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan sosial secara matang.
Interaksi antara sejumlah individu dalam lingkungan sekolah, juga terlibatnya lingkungan sekitar, sehingga mewujudkan kondisi yang amat kompleks dalam proses berguru mengajar di sekolah. Faktor-faktor dalam diri anakdidik (intern) dan faktor yang hadir dari luar (ekstern) secara gotong royong turut mempengaruhi kegiatan berguru anakdidik yang karenanya tercermin dalam perubahan pola-pola sikap mereka.
Keputusan untuk melaksanakan kegiatan berguru pada tiap-tiap individu tidak sama, tergantung pada kekuatan motivasi diri, lantaran bila motivasi kekuatan motivasi diri kuat maka keputusan utuk melaksanakan kegiatan berguru juga tinggi. Hanya kekuatan motivasi yang berasal dari dalam diri sendirilah yang ialah faktor pendorong untuk melaksanakan berguru sanggup berdiri diatas kaki sendiri lantaran berguru sanggup berdiri diatas kaki sendiri menekankan pada autoaktifitas peserta didik dalam berguru yang penuh dengan tanggung balasan atas keberhasilan belajarnya (Nasution, 2001:25).
C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam berguru maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses berguru mengajar berlangsung. Adapun prestasi sanggup diartikan hasil diperoleh lantaran adanya kegiatan berguru yang sudah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan berguru ialah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa berguru ialah menyerap pengetahuan.
Belajar ialah perubahan yang terjadi dalam tingkah laris manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi berguru ialah hal yang tidak sanggup dipisahkan dari kegiatan belajar, lantaran kegiatan berguru ialah proses, sedangkan prestasi ialah hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi berguru secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian berguru itu sendiri.
Untuk itu para mahir mengemukakan pendapatnya yang tidak sama-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang tidak sama itu sanggup kita temukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi belajar, Purwanto mempersembahkan pengertian prestasi berguru yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam perjuangan berguru sebagaimana yang ditetapkan dalam raport.” (Purwanto, 1998:28).
Selanjutnya Winkel menyampaikan bahwa “prestasi berguru ialah suatu bukti keberhasilan berguru atau kemampuan seseorang siswa dalam melaksanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Sedangkan berdasarkan Nasution prestasi berguru adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi berguru dikatakan tepat apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan bila seseorang belum bisa memenuhi sasaran dalam ketiga criteria tersebut” (Nasution, 2006:17).
Berdasarkan pengertian di atas, maka sanggup dijelaskan bahwa prestasi berguru ialah tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses berguru mengajar. Prestasi berguru seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang ditetapkan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses berguru mengajar. Prestasi berguru siswa sanggup diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari penilaian sanggup menunjukkan ihwal tinggi atau rendahnya prestasi berguru siswa.
2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi berguru siswa secara garis besar terdiri dari:
a. Faktor Internal, yang meliputi:
1) Faktor fisiologis atau keadaan jasmani baik yang bersifat bawaan semenjak lahir maupun yang diperoleh semenjak lahir, contohnya kondisi umum tubuh. Faktor ini sangat kuat terhadap hasil belajar, siswa yang kondisi badannya sehat akan berlainan belajarnya dengan siswa yang kurang sehat atau mengalami belum sempurnanya inderanya.
2) Faktor psikologis atau kemampuan jiwa baik yang bersifat bawaan semenjak lahir maupun yang diperoleh, contohnya kecerdasan, bakat, minat, motivasi, kebiasaan, penyesuaian diri dan kemampuan kognitif. Kondisi psikologis ialah hal yang tak boleh diabaikan misal minat dan tingkat kecerdasan dari siswa atau yang disebut intelenque quotient disingkat IQ.
b. Faktor eksternal peserta didik
Faktor eksternal peserta didik ialah berasal dari luar lingkungan dan non sosial. Lingkungan sosial peserta didik yang sanggup mempengaruhi semangat berguru peserta didik yang sanggup mempengaruhi semangat berguru peserta didik ialah letak rumah, sekolah, alat berguru dan waktu yang dimiliki peserta didik.
c. Faktor keluarga
Implementasi berguru yang tak kalah penting dan harus diperhatikan ialah faktor keluarga. Berbagai kajian empiris menunjukan bahwa peranan keluarga dan orang renta berkaitan dan mempunyai imbas yang signifikan terhadap prestasi berguru anak. Peranan orang renta ialah mempersembahkan dasar pendidikan yang sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya, sikap dan tabiat serta keterampilan dasar ibarat pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih akung, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan dan penanaman kebiasaan yang baik dan disiplin.
d. Faktor pendekatan belajar
Faktor pendekatan berguru sanggup mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam belajar. Peserta didik sanggup mengaplikasikan pendekatan yang mendalam (deep) akan lebih berhasil daripada yang mengutamakan pendekatan dalam permukaannya saja (Syah, 2002:60).
Selain keempat faktor di atas mengungkapkan bahwa keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan oleh proses komunikasi yang dilakukan oleh guru. Proses komunikasi yang akan terjadi selama berguru adalah:
- Komunikasi searah, yaitu komunikasi yang spesialuntuk terjadi dari pendidik ke peserta didik
- Komunikasi dua arah, yaitu komunikasi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik atau sebaliknya, dalam hal ini kegiatan peserta didik sudah nampak
- Komunikasi banyak arah/multi arah, yaitu komunikasi berlangsung antara pendidik dengan peserta didik, peserta didik dengan pendidik dan antara peserta didik (Surya, 2002:27).
D. Media Pembelajaran
Media pembelajaran ialah salah satu komponen yang sangat penting dalam perjuangan mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan multimedia sangat memungkinkan sanggup mengaktifkan peserta didik dalam berguru yang penuh makna (meaningful learning) sehingga sanggup meningkatkan hasil belajar.
1. Pengertian Media Pembelajaran
Secara lafal media diartikan sebagai medium dan perantara. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, media diartikan sebagai wahana penyalur pesan pembelajaran. Beberapa mahir sudah mengemukakan pengertian ihwal media pembelajaran antara lain sebagai diberikut :
- Media pembelajaran sebagai masukana komunikasi, baik dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk perangkat kelasnya.
- Media pembelajaran sebagai teknologi pembawa pesan yang sanggup dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.
- Media pembelajaran ialah segala alat fisik yang sanggup menyajikan pesan serta perangsang peserta didik untuk belajar.
- Media pembelajaran ialah segala sesuatu yang sanggup dipakai untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik sehingga sanggup mendorong terjadinya pada diri siswa.
- Media pembelajaran ialah sebagai alat fisik dimana pesan-pesan instruksional dikomunikasikan (Hernawan, 2006:10).
Media pembelajaran sebagai setiap alat, baik hardware maupun software yang dipakai sebagai media komunikasi dan yang tujuannya untuk meningkatkan efektivitas proses berguru mengajar. Dari keenam definisi media pembelajaran yang dikemukakan di atas sanggup disimpulkan secara lebih sederhana bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran ialah segala alat pembelajaran yang dipakai guru sebagai mediator untuk memberikan bahan-bahan instruksional dalam proses berguru mengajar sehingga megampangkan pencapaian tujuan pembelajaran tersebut.
2. Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran
Dari beberapa pengertian ihwal media pembelajaran yang sudah dikemukakan oleh para ahli, tersirat tujuan dari penerapan suatu media, yaitu untuk memmenolong guru memberikan pesan-pesan secara lebih simpel kepada peserta didik sehingga peserta didik sanggup menguasai pesan-pesan tersebut secara cepat dan akurat. Dalam kerangka proses berguru mengajar yang dilakukan guru, penerapan media dimaksudkan biar peserta didik yang terlibat dalam kegiatan berguru mengajar itu terhindar dari tanda-tanda verbalisme, yakni mengetahui kata-kata yang disampaikan guru tetapi tidak memahami arti dan maknanya.
Menurut Sumantri secara khusus media pembelajaran dipakai dengan tujuan sebagai diberikut :
- Memdiberikan kegampangan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep, sikap dan keterampilan tertentu dengan memakai media yang paling tepat berdasarkan karakteristik bahan.
- Memdiberikan pengalaman berguru yang tidak sama dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar.
- Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi lantaran peserta didik tertarik untuk memakai atau mengoprasikan media tertentu.
- Menciptakan situasi berguru yang tidak sanggup dilupakan peserta didik (Sumantri, 2009:23)
3. Fungsi Media Pembelajaran
Media pembelajaran ialah segala sesuatu yang sanggup dipakai untuk mengantarkan atau memberikan pesan berupa sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan sikap-sikap kepada peserta didik sehingga peserta didik itu sanggup menangkap, memahami dan mempunyai pesan-pesan dan makna yang disampaikan itu. Secara umum media pembelajaran berfungsi sebagai :
- Alat menolong mewujudkan situasi berguru mengajar yang efektif
- Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar
- Meletakkan dasar-dasar yang faktual dan konsep yang ajaib sehingga sanggup mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme
- Membangkitkan motivasi berguru peserta didik
- Mempertinggi mutu berguru mengajar
4. Alasan Penggunaan Media Pembelajaran
Menurut Sumantri alasan penerapan media pembelajaran lantaran bertitik tolak dari dua hal diberikut ini :
a. Belajar Merupakan Perubahan Tingkah Laku
Belajar dipandang sebagai perubahan sikap peserta didik. Perubahan sikap ini tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui suatu proses. Proses perubahan sikap ini dimulai dari adanya rangsangan yaitu peserta didik menangkap rangsangan kemudian mengolahnya sehingga membentuk suatu persepsi. Semakin baik rangsangan didiberikan semakin kuat persepsi peserta didik terhadap rangsangan tersebut.
Pembentukan persepsi harus diupayakan secara kuat oleh guru biar terbentuk pengalaman berguru peserta didik yang bermakna. Tetapi ada kalanya pembentukan persepsi sanggup terganggu lantaran terdapat belum sempurnanya dan kendala dalam alat indera, minat, pengalaman, kecerdasan, perhatian serta kejelasan objek yang akan dikenalkan.
Untuk menanggulangi belum sempurnanya atau kendala terbentuknya persepsi harus diupayakan suatu bentuk alat menolong yang megampangkan atau mengurangi hambatan-hambatan penguasaan peserta didik. Oleh lantaran itu dipakai media pembelajaran sebagai pemecahannya.
b. Belajar Merupakan Proses Komunikasi
Proses berguru mengajar pada hakekatnya ialah proses komunikasi. Proses komunikasi ialah proses memberikan pesan dari sumber pesan melalui kanal atau media tertentu ke akseptor pesan. Dalam proses penyampaian pesan tersebut tidak selamanya sukses, lantaran terdapat beberapa kendala atau gangguan dalam proses komunikasi ini disebut noises.
Noises atau kendala dalam insiden komunikasi bisa bermacam-macam. Dalam proses pengajaran, noise ini sanggup berupa keterbatasan peserta didik secara fisik maupun psikologis, kultural, maupun lingkungan. Keterbatasan secara fisik sanggup berupa cacat tubuh, keterbatasan daya indera, sakit, kelelahan. Keterbatasan secara psikologis sanggup berupa minat, kecerdasan, kepercayaan, sikap dan lain sebagainya.
Keterbatasan secara kultural contohnya adat istiadat yang tidak sama, kebiasaan hidup, sikap hidup, norma-norma kepercayaan, bahasa dan sebagainya. Keterbatasan dalam aspek lingkungan sanggup berupa keadaan yang mencekam atau menakutkan, bising, polusi dan sebagainya. Untuk meredam, memperkecil, mengatasi atau menghilangkan bermacam-macam keterbatasan dalam komunikasi itu sanggup dipakai alat mediator yang disebut media pembelajaran (Sumantri, 2009:32).
5. Prinsip-Prinsip Pemilihan Suatu Media
Sebelum menetapkan untuk memakai media tertentu dalam suatu insiden pembelajaran, seorang guru perlu memahami prinsip-prinsip atau faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan suatu media. Prinsip-prinsip pemilihan media tersebut, yaitu :
- Memilih media harus berdasarkan tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran yang akan disampaikan.
- Memilih media harus diubahsuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.
- Memilih media harus diubahsuaikan dengan kemampuan guru, baik dalam pengadaannya dan penerapannya.
- Memilih media harus diubahsuaikan dengan situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat, dan situasi yang tepat.
- Memilih media harus memahami dari karakteristik dari media itu sendiri Sumantri (2009:28).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan media ialah :
a. Objektivitas, artinya pemilihan media tidak didasarkan lantaran kerusakan pribadi atau sekedar hiburan sehingga menghiraukan kegunaan dan relevansinya dengan materi dan karakteristik peserta didik
b. Program pembelajaran, menentukan media harus diubahsuaikan dengan acara pembelajaran lantaran tidak tiruana media sanggup dipakai untuk tiruana acara pembelajaran
c. Situasi dan kondisi pemilihan media harus diubahsuaikan dengan situasi berguru mengajar artinya diubahsuaikan dengan metode mengajar, materi pelajaran, serta lingkungan kelas dan sekolah
d. Kualitas metode, yaitu kesiapan operasional media sebelum dipakai
e. Keefektifan dan keefesiensian penerapan artinya penerapan media bukan semata-mata lantaran melaksanakan salah satu komponen pembelajaran tetapi apakah media itu betul-betul mempunyai kegunaan untuk megampangkan pengguasaan peserta didik (Sumantri, 2009:28)