A. Hakikat Menulis
1. Pengertian Menulis
Tarigan (2008:21) menyatakan bahwa menulis ialah suatu keterampilan berbahasa yang dipakai untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.
Ketika menulis, penulis berkomunikasi dengan cara mengubah pesan menjadi lambang-lambang. Dalam kaitan ini Load (Tarigan, 2008 : 21) menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang sanggup membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Gambar atau lukisan mungkin sanggup memberikan makna-makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa.
Yang dilukiskan dengan lambang-lambang grafik yakni pikiran penulis, alasannya yakni berdasarkan D’angelo dalam Tarigan (2008:21) menulis yakni suatu bentuk berpikir dan berguru menulis yakni berguru berpikir dengan cara tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, sanggup disimpulkan menulis yakni suatu proses dan acara yang melahirkan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain ataupun diri sendiri melalui media bahasa berupa tulisan.
2. Tujuan Menulis
Tujuan menulis yakni response atau jawabanan yang diharapkan oleh penulis dari pembaca. (Tarigan, 2008: 23). Menurut tujuan dan maksud yang dikandungnya, goresan pena sanggup dibagi ke dalam beberapa jenis. Menurut tujuan dan maksud yang dikandungnya, goresan pena sanggup dibagi ke dalam beberapa jenis. Menurut D’angelo dalam Tarigan (2008: 24), diantara tujuan menulis yakni sebagai diberikut:
- Tulisan yang bertujuan meyakinkan pembaca, disebut dengan wacana persuasif;
- Tulisan yang bertujuan untuk memdiberitahukan, disebut wacana informatif;
- Tulisan yang bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi yang besar lengan berkuasa dan berapi-api, disebut wacana ekspresif.
Hartig dalam Tarigan (2008: 24-25) mengemukakan tujuan menulis sebagai diberikut :
a. Tujuan penugasan
Penulis tidak mempunyai tujuan, untuk apa beliau menulis. Penulis spesialuntuk menulis, tanpa mengetahui tujuannya. Dia menulis alasannya yakni menerima tugas, bukan atas kemauan sendiri. Misalnya siswa ditugaskan merangkum sebuah buku atau seorang guru disuruh membuat laporan oleh kepala sekolahnya.
b. Tujuan altrustik
Penulis bertujuan untuk sangat senang pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan sangat senang dengan karyanya itu. Penulis harus berkeyakinan bahwa pembaca yakni “kawan” hidupnya, sehingga penulis benar-benar sanggup mengkomunikasikan suatu ilham atau gagasan bagi kepentingan pembaca.
c. Tujuan persuasif
Penulis bertujuan mensugesti pembaca, biar pembaca yakin akan kebenaran gagasan atau ilham yang dituangkan atau diutarakan oleh penulis. Tulisan semacam ini banyak dipergunakan oleh para penulis untuk memberikan sebuah produksi barang dagangan, atau dalam kegiatan politik.
d. Tujuan penerangan
Penulis menuangkan ide/gagasan dengan tujuan memdiberi informasi atau keterangan-keterangan kepada pembaca. Di sini, penulis berusaha memberikan informasi biar pembaca menjadi tahu terkena apa yang diinformasikan oleh penulis.
Akhadiah, dkk (1998:45) menyatakan bahwa setiap kegiatan menulis apa yang disampaikan kepada pembaca? Mungkin penulis ingin memberikan amanat atau pesan sekedar mempersembahkan informasi saja wacana sesuatu. Dalam hal ini ada kalanya penulis memberikan suatu gagasan dan berbagi melalui tulisannya.
Dalam menulis bukan spesialuntuk mempunyai tujuan memberikan informasi, tetapi mempunyai tujuan lain, antara lain : menghibur dan mengutarakan perasaan. Dalam hal ini Tarigan (2008:23) beropini bahwa tujuan menulis yakni memdiberitahukan atau mengajak, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau sangat bahagia, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api.
Lebih jauh diungkapkan pula oleh Tarigan (2008:23) yang dimaksud dengan tujuan menulis yakni respon atau jawabanan yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca. Berdasarkan batasan tersebut maka sanggup dikatakan bahwa:
a. Tulisan yang bertujuan untuk memdiberitahukan atau mengajak disebut wacana informasi (informative discourse).
b. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacara persuasif (persuasive discourse).
c. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau sangat senang atau yang mengandung tujuan estetik disebut goresan pena literer (wacana kesastraan atau literary discourse)
d. Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang besar lengan berkuasa atau berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discourse).
Uraian di atas sanggup dijelaskan bahwa intinya tujuan menulis yakni untuk memberikan informasi, mengajak, meyakinkan, menghibur, dan mengekspresikan perasaan.
3. Fungsi Menulis
Fungsi utama menulis yakni sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Penulis dan pembaca sanggup berkomunikasi melalui tulisan. Oleh alasannya yakni itu, pada prinsipnya hasil (tulisan) yang paling utama ialah sanggup memberikan pesan penulis kepada pembaca, sehingga pembaca memahami maksud penulis yang dituangkan dalam tulisannya.
Pada prinsipnya fungsi utama menulis yakni sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan alasannya yakni megampangkan siswa berpikir juga sanggup menolong kita berpikir secara kritis. Selain itu, megampangkan pula untuk mencicipi dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap, atau persepsi kita memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan sanggup memmenolong kita membuktikan pikiran-pikiran kita”. (D’Angelo dalam Tarigan, 2008:22)
Menurut Tarigan (2008:26) fungsi menulis berdasarkan kegunaannya yakni melukiskan, memdiberi petunjuk, memdiberi tahu dan mengingat.
a. Melukiskan
Dalam hal ini, penulis menggambarkan atau mendeskripsikan sesuatu baik menggambarkan wujud benda atau mendeskripsikan keadaan sehingga pembaca sanggup membayangkan secara terang apa yang digambarkan atau yang dideskripsikan penulisnya. Pembaca seperti melihat sendiri atau mengalami sendiri. Fungsi ini terdapat dalam karangan lukisan.
b. Memdiberi petunjuk
Dalam goresan pena ini, penulis mempersembahkan petunjuk wacana cara melaksanakan sesuatu. Fungsi menyerupai ini terdapat dalam resep, pedoman, dan lain-lain.
c. Memerintahkan
Penulis dalam karangan ini memdiberi perintah, undangan anjuran, nasihat, biar pembaca memenuhi impian penulis. Sebaliknya penulis juga melarang, meminta, maupun menganjurkan untuk tidak berbuat sesuatu dengan memdiberi alasan, mengapa hal itu harus dilaksanakan atau dilarang. Tulisan ini terdapat pada goresan pena berbentuk undang-undang atau peraturan.
d. Mengingat
Penulis karangan mencatat peristiwa, keadaan, keterangan dengan tujuan mengingat atau hal-hal penting itu tidak terlupakan. Tulisan menyerupai ini biasanya dibutuhkan untuk penulis itu sendiri atau bisa saja keperluan orang lain, contohnya penulis piagam.
e. Berkorespondensi
Dalam karangan ini, penulis melaksanakan surat menyurat dengan orang lain. Ia memdiberitahukan, menanyakan, memerintahkan atau meminta sesuatu kepada orang yang dituju dan mengharapkan orang itu memenuhi kepada orang yang dituju dan mengharapkan orang itu memenuhi apa yang dikemukakannya. Fungsi tersebut terdapat pada karangan surat.
Dinyatakan pula Erdina, dkk (2001:5) bahwa “Fungsi menulis yaitu penulis berusaha membuat suatu karangan dengan jalan menggambarkan atau mendeskripsikan wacana suatu hal kepada pembaca”.
Fungsi menulis dalam kegiatan berbahasa yang utama yakni sebagai alat komunikasi secara tertulis dan tidak langsung. Fungsi lain kegiatan menulis atau mengarang yakni sebagai diberikut.
a. Fungsi Penataan
Tulisan ialah proses penataan terhadap gagasan, pikiran, pendapat, dan imajinasi. Oleh alasannya yakni itu, goresan pena sanggup menggambarkan proses penataan gagasan, pikiran, pendapat, dan imajinasi dari seorang penulis.
b. Fungsi Pengawetan
Mengarang sanggup berfungsi untuk mengawetkan pengutaraan sesuatu wujud dokumen tertulis. Dokumen tersebut sangat berharga, contohnya alasannya yakni sanggup mengungkapkan kehidupan zaman lampau.
c. Fungsi Penciptaan
melaluiataubersamaini menulis, kita membuat sesuatu yaitu mewujudkan sesuatu hal yang baru. Karangan sastra memperlihatkan fungsi yang demikian.
d. Fungsi Penyampaian
Gagasan, pikiran, imajinasi yang sudah ditata dan diawetkan dalam wujud tertulis sehingga sanggup dibaca dan disampaikan kepada orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, sanggup dijelaskan intinya menulis berfungsi untuk berbagi kemampuan seseorang melalui goresan pena untuk melukiskan, memdiberi petunjuk, dan memdiberitahu.
4. Aspek-aspek Menulis
Menurut Gie (2002:4) ada 4 aspek yang harus diperhatikan dalam menulis yaitu :
a. Gagasan, berupa pendapat pengalaman atau pengetahuan yang ada dalam pikiran masing-masing.
b. Tuturan, ialah bentuk pengungkapkan gagasan sehingga sanggup dipahami pembaca.
c. Tatanan, ialah tertib pengaturan dan penyusunan gagasan dengan mengintai aneka macam asas, hukum dan metode hingga merencanakan rangka dan langkah.
d. Wahana, ialah masukana pengantar gagasan berupa bahasa tulis yang terutama menyangkut kosa kata, gramatika, dan retorika.
5. Ragam Tulisan
Salisbury (dalam Tarigan, 2008:27) membagi goresan pena berdasarkan bentuknya sebagai diberikut :
a. Bentuk-bentuk obyektif, yang mencakup beberapa aspek:
1) Penjelasan yang terperinci terkena proses
2) Batasan
3) Laporan
4) Dokumen
b. Bentuk-bentuk subyektif, yang mencakup beberapa aspek:
1) Otobiografi
2) Surat-surat
3) Penilaian pribadi
4) Esei informal
5) Potret/gambaran
6) Satire
Brooks dan Warren (dalam Tarigan, 2008:29) juga berdasarkan bentuk, membuat penjabaran sebagai diberikut:
a. Eksposisi yang mencakup beberapa aspek:
1) Komparasi dan kontras
2) Ilustrasi
3) Klasifikasi
4) Definisi
5) Analisis
b. Persuasi
c. Argumen
d. Deskripsi
B. Apresiasi Puisi
1. Pengertian Apresiasi Puisi
Apresiasi berasal dari kata appreciate (bahasa Belanda), appreciation (bahasa Inggris), yang berarti penghargaan, to appreciate berarti menghargai, apprehension (bahasa Inggris), berarti pengertian, penghayatan, dan penghargaan. Dalam konteks yang lebih luas istilah apresiasi berdasarkan Gove (Aminuddin, 2011: 34) mengandung makna yaitu, pengenalan melalui perasaan dan kepekaan batin, dan pemahaman dan legalisasi terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Apresiasi berdasarkan engkaus istilah sastra yakni penghargaan (terhadap karya sastra) yang didasarkan pada pemahaman. Lebih lanjut diterangkan bahwa apresiasi ialah jawabanan seseorang yang sudah matang dan sudah berkembang ke arah nilai dengan tepat, dan menjawabannya dengan hangat dan simpatik. Seseorang yang sudah mempunyai apresiasi bukan sekedar yakin bahwa sesuatu dikehendaki, tetapi benar-benar mengisyaratkan sesuatu dan menyambutnya dengan perilaku yang penuh kegairahan.
Pengertian apresiasi yang lain disampaikan oleh Squire dan Taba (dalam Aminuddin 2011: 34) bahwa sebagai suatu proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif. Aspek kognitif berkaitan dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik. Aspek emotif berkaitan dengan unsur-unsur emosi dalam upaya menghayati unsur keindahan sastra yang dihadapi. Aspek evaluatif berkaitan dengan evaluasi baik buruk, indah tak indah, sesuai tidak sesuai, dan sebagainya.
Kegiatan apresiasi sastra ialah suatu proses. Pembinaan sastra di sekolah ialah proses menuju apresiasi yang sebenarnya. Proses apresiasi dibagi dalam empat tingkatan, yaitu tingkat menggemari, menikmati, mereaksi, dan memproduksi. Tingkat menggemari ditandai dengan adanya rasa tertarik pada buku-buku sastra serta adanya impian untuk membacanya.Tingkat menikmati ditandai dengan adanya kemampuan menikmati karya sastra alasannya yakni mulai tumbuh pengertian wacana sastra.
Tingkat mereaksi dimulai dengan adanya impian untuk menyatakan pendapat wacana cipta sastra yang dinikmati, sedangkan tingkat produksi ditandai dengan keikutsertaan pembaca untuk menghasilkan karya sastra. Apresiasi seseorang sanggup dikembangkan ke arah tingkatan yang lebih tinggi. Pada tingkatan apresiasi pertama keterlibatan emosi dan imajinasi pada karya sastra masih sangat kuat, sedangkan pada perkembangan yang lebih tinggi kemampuan intelektual dan penguasaan pengertian teknis lebih dominan.
Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi, mendeklamasikan puisi, dan menulis resensi puisi. Kegiatan ini mengakibatkan seseorang memahami puisi secara mendalam (dengan penuh penghayatan) mencicipi apa yang ditulis penyair, bisa menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalam puisi, dan menghargai puisi sebagai karya seni dengan keindahan atau kelemahannya (Waluyo, 2005: 44).
Menurut Zaidan, apresiasi puisi dibatasi sebagai penghargaan atas puisi sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan atas karya tersebut, yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam puisi itu. Dalam batasan ini syarat untuk sanggup mengapresiasi yakni kepekaan batin terhadap nilai-nilai karya sastra sehingga seseorang mengenal, memahami, mampu menafsirkan, menghayati, dan sanggup menikmati.
Disick sebut empat tingkatan apresiasi puisi, yaitu:
a. Tingkatan menggemari
Keterlibatan batin belum kuat, baru akan besar lengan berkuasa dengan sering terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan puisi. Jika ada puisi ia akan senang membaca, jikalau ada program pembacaan puisi secara langsung atau berupa siaran tunda, ia akan menyediakan waktu untuk menontonnya. Jika ada lomba deklamasi ia akan melihatnya
b. Tingkatan menikmati
Keterlibatan batin pembaca terhadap puisi sudah semakin mendalam. Pembaca akan ikut sedih terharu, dan bahagia, dan sebagainya. Ketika membaca puisi, pembaca atau pendengar pembacaan puisi bisa menikmati keindahan yang ada dalam puisi itu secara kritis.
c. Tingkatan mereaksi
Sikap kritis terhadap puisi lebih menonjol alasannya yakni ia sudah bisa menafsirkan dengan seksama dan bisa menilai baik buruknya sebuah puisi. Penafsir puisi bisa menyatakan keindahan puisi dan memperlihatkan di mana letak keindahan itu. Demikian juga jikalau ia menyatakan belum sempurnanya suatu puisi, ia akan bisa memperlihatkan di mana letak belum sempurnanyanya.
d. Tingkatan memproduksi
Apresiator puisi bisa menghasilkan (menulis), mengKoreksi, mendeklamasikan atau membuat resensi terhadap sebuah puisi secara tertulis. melaluiataubersamaini kata lain, ada produk yang dihasilkan oleh seseorang yang berkaitan dengan puisi.
2. Kata dalam Puisi
Berdasarkan bentuk dan isi, kata-kata dalam puisi sanggup dibedakan antara:
a. Lambang, yakni bila kata-kata itu mengandung makna menyerupai makna dalam engkaus (makna leksikal) sehingga contoh maknanya tidak menunjuk pada aneka macam macam kemungkinan lain (makna denotatif).
b. Utterance dan indice, yakni kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian.
c. Simbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk memahaminya seseorang harus menafsirkannya (interpretative) dengan melihat bagaimana kekerabatan makna kata tersebut dengan makna kata lainnya (analisis kontekstual), sekaligus berusaha menemukan fitur semantisnya lewat kaidah proyeksi, mengembalikan kata ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam bentuk yang lebih sederhana lewat pendekatan parafrastis (Aminuddin, 2011: 140).
Lambang dalam puisi mungkin sanggup berupa kata tugas, kata dasar, maupun kata bentukan. Sedangkan simbol sanggup dibedakan antara:
- Blank Symbol, yakni bila simbol itu, meskipun contoh maknanya bersifat konotatif, pembaca tidak perlu menafsirkannya alasannya yakni contoh maknanya sudah bersifat umum, contohnya “tangan panjang”, “lembah duka”, “mata keranjang”.
- Natural Symbol, yakni bila simbol itu memakai realitas alam, contohnya “cemara pun gugur daun”, “ganggang menari”, “hutan kelabu dalam hujan”, dan
- Private Symbol yakni bila simbol itu secara khusus diciptakan dan dipakai penyairnya, contohnya “aku ini hewan jalang”, “mengabut nyanyian”, “lembar bumi yang fana”. Batas antara private symbol dengan natural symbol dalam hal ini seringkali kabur.
3. Ciri-ciri Kebahasaan Puisi
Ciri-ciri kebahasaan puisi yakni sebagai diberikut:
a. Aspek Lahiriah Puisi
1) Pemadatan Bahasa
Bahasa dipadatkan biar berkekuatan gaib. Jika dibaca kata-kata membentuk larik dan bait. Kata dan frasa mempunyai makna yang lebih besar lengan berkuasa daripada kalimat biasa.
misal:
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
Mengingat kamu penuh seluruh
Cayamu gerah suci
Tinggal kerdip lilin di kelabu sunyi
2) Pemilihan Kata Khas
Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan betul dari aneka macam aspek dan imbas pengucapannya. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan kata (diksi) dalam puisi yakni sebagai diberikut:
a) Makna Kias
b) Lambang
c) Persamaan bunyi atau rima
misal:
Cemara menderai hingga jauh
Terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan ditingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
3) Kata Konkret
Penyair ingin menggambarkan sesuatu secara konkret. Oleh alasannya yakni itu, kata-kata diperkonkret. Bagi penyair mungkin dirasa lebih jelas, namun bagi pembaca kadang susah ditafsirkan maknanya.
misal:
Sawah tersusun di lereng pegunungan,
Berpagar dengan bukit barisan,
Sayup-sayup ujung ke ujung,
Padi mudanya hijau berdandan
Di dangau perawan duduk menyulam,
Memandang padi huma,
Sekali-kali ia bermalam,
Dipetik dari hati mudanya.
Kalau turun pipit berkawan,
Merayap hinggap di mayang padi,
Terdengar teriak bunyi perawan,
Menyuruh pipit menjauhkan diri.
4) Pengimajian
Penyair juga membuat pengimajian atau pencitraan dalam puisinya. Pengimajian yakni kata atau susunan kata-kata yang dianggap sanggup memperjelas atau memperkonkret apa yang ditetapkan penyair. Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seperti sanggup dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).
Effendi (dalam Aminuddin, 2011:141) mengemukakan adanya istilah pengimajian, yakni penataan kata yang mengakibatkan makna-makna abnormal menjadi kongkret dan cermat. Adanya kekongkretan dan kecermatan makna kata-kata dalam puisi membuat pembaca lebih bisa berbagi daya imajinasinya sekaligus berbagi daya kritisnya dalam upaya memahami totalitas makna suatu puisi.
misal:
melaluiataubersamaini ketam kupguan terus kesabaran hatimu
Cangkulku keyakinan dan sajadahku lumpur yang kental
Langit yang menguji ibadahku meneteskan cahaya redup
........................................................................................
Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianMu
5) Irama (ritme)
Irama atau ritme bekerjasama dengan pengulangan bunyi, kata, atau frasa, dan kalimat. Dalam puisi usang irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi yang mengakibatkan gelombang yang membuat keindahan. Irama juga berarti pergantian keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang–pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan membuat gelombang yang memperindah puisi.
misal:
Pagiki hilang/ sudah melayang
Hari mudaku/sudah pergi
Kini petang/hadir membayang
Batang usiaku/sudah tinggi
6) Tata Wajah (Tipografi)
Dalam puisi mutakhir banyak ditulis puisi yang mementingkan tata wajah, bahkan penyair berusaha membuat puisi menyerupai gambar. Puisi semacam ini sering disebut puisi kasatmata alasannya yakni tata wajahnya membentuk gambar yang mewakili maksud tertentu.
misal:
Doktorandus Tikus I
Selusin toga
Me
Nga
Nga
Seratus tikus berkampus
Di atasnya
Dosen dijerat
Profesor diracun
Kucing
Kawin
Dan bunting
melaluiataubersamaini predikat
Sangat memuaskan
2. Aspek Batiniah Puisi
Di samping aspek di atas yang digolongkan sebagai aspek lahiriah, puisi juga terbangun atas aspek batiniah puisi, yakni:
a) Tema
Tema, ialah subject matter/gagasan pokok yang dikemukakan oleh penulis puisi dalam karyanya. Tema yang sanggup diangkat bisa ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme, cinta tanah air, cinta kasih antara laki-laki dan wanita, kerakyatan dan demokrasi, pendidikan dan kebijaksanaan pekerti, dan lain-lain.
b) Nada dan suasana
Nada dan suasana, nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca, apakah menasihati, mengejek, menyindir, mengagumi, atau membesarkan hati.
c) Perasaan dalam puisi
Perasaan, rasa benci, suka, bangga, kecewa, dan sebagainya, yang diungkapkan penulis dalam karyanya.
d) Amanat puisi
Amanat atau pesan, sesuatu yang disampaikan penulis kepada pembaca melalui karyanya, yang sering disebut pula dengan istilah nilai. Menurut Kamus Istilah Sastra Dunia, nilai karya sastra mencakup lima hal, yakni nilai hedonik, artistik, kultural, etik-moral-religius, dan nilai praktis. Sedangkan berdasarkan Baribin, suatu karya sastra bernilai seni tinggi apabila di dalamnya mengandung lima tingkatan pengalaman jiwa (niveau), yakni niveau anorganis, vegetatif, animal, human, dan religius/filosofis.
C. Metode Pembelajaran
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut dilema cara kerja untuk sanggup memahami objek yang menjadi samasukan ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2001: 24).
Pendidikan memegang kiprah penting dalam mempersiapkan sumber daya insan yang berkarakter. Oleh alasannya yakni itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai apabila siswa sanggup menuntaskan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil berguru yang baik. Hasil belajar seseorang ditentukan oleh aneka macam faktor yang mempengaruhinya.
Salah satu faktor yang sanggup mensugesti hasil berguru seseorang yaitu, kemampuan guru (profesionalisme guru) dalam mengelola pembelajaran dengan metode-metode yang tepat, yang memdiberi kegampangan bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
Metode pembelajaran sanggup diartikan sebagai cara yang dipakai untuk mengimplementasikan planning yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang sanggup dipakai untuk mengimplementasikan taktik pembelajaran, diantaranya:
- Ceramah;
- Demonstrasi;
- Diskusi;
- Simulasi;
- Laboratorium;
- Pengalaman lapangan;
- Brainstorming;
- Debat,
- Simposium, dan sebagainya.
Menurut Sudjana (2004:76) metode pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan kekerabatan dengan siswa pada ketika berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan Sutikno (2004: 88) menyatakan, “Metode pembelajaran yakni cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik biar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
Metode pembelajaran dipilih berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, materi pembelajaran yang akan disampaikan, serta masukana dan kondisi siswa yang dihadapi oleh para pengajar. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode mengajar adalah:
- Tidak ada satu metode yang terbaik yang sanggup dipakai untuk segala situasi dan tujuan pengajaran.
- Setiap metode yang dipilih hendaknya diubahsuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
- Penggunaan metode yang bervariasi akan membuat situasi pembelajaran menjadi lebih efektif (Suroso, 2009:19-20).
Berdasarkan definisi/pengertian metode pembelajaran yang dikemukakan tersebut di atas sanggup disimpulkan bahwa metode pembelajaran ialah suatu cara atau taktik yang dilakukan oleh seorang guru biar terjadi proses berguru pada diri siswa untuk mencapai tujuan. Pribadi (dalam Suroso, 2009:21) menyatakan, “tujuan proses pembelajaran yakni biar siswa sanggup mencapai kompetensi menyerupai yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan proses pembelajaran perlu dirancang secara sistematik dan sistemik”.
2. Teknik Gali Kunci
Berangkat dari hakikat puisi yang berupa pemadatan kata, bahkan kata melahirkan berjuta makna, kata mempunyai otoritas yang juga tidak boleh terjajah oleh pengguna kata-kata, penulis memberanikan diri memakai metode pembelajaran apresiasi puisi dengan cara menggali kata kunci. Kata kunci di sini yakni kata-kata yang penulis pilih kemudian siswa menggali kata-kata lain yang berkaitan dengan kata kunci yang dimaksud.
Kata kunci yang dipakai masih tersembunyi dalam suatu amplop. Siswa dibuat berkelompok. Setiap kelompok menerima satu amplop kata kunci. Dalam kelompok siswa menggali kata-kata yang berkait dengan kata kunci tersebut. Sesudah setiap kelompok memaparkan hasil kerja kelompoknya, secara perorangan mencoba untuk menyusun kata-kata yang sudah diperoleh dalam kelompok menjadi puisi utuh. Sesudah selesai, setiap siswa membacakan puisinya di depan kelas dan akan ditanggapi oleh siswa lain dan juga guru.
Menurut Sudibyo (2008:35) puisi sanggup dibuat dengan menyusun sebuah atau beberapa kata yang berasal dari satu kata. Semua baris dalam puisi menceritakan atau mendeskripsikan topik kata yang penting atau kata kunci.
Pola rima dan jumlah angka baris sanggup bervariasi dalam puisi ini alasannya yakni puisi ini lebih deskriptif yang mana membuktikan kata yang menjadi kata kunci. Siswa akan lebih mudah menyusun kata-kata alasannya yakni sudah ada rangsangan sebelumnya dari kata kunci yang didiberikan sehingga siswa tinggal menambahkan beberapa kata lainnya.
Menurut Salam (2009:25) kegiatan menulis puisi dengan metode gali kunci sanggup dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap sebagai diberikut :
- Tahap preparasi, yaitu berupa kegiatan pengumpulan data atau informasi yang akan dijadikan materi penulisan.
- Tahap inkubasi dilakukan dalam perjuangan mengendapkan atau mematangkan ide-ide yang sudah dimunculkan pada tahap sebelumnya.
- Tahap aluminasi ialah tahap pelahiran ide, gagasan, atau pengalaman ke dalam bentuk puisi.
- Tahap verifikasi yaitu kegiatan menilai puisi hasil karya sendiri.