A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini
Dunia pendidikan memang sangat diharapkan untuk membentuk generasi menyerupai itu. Akan tetapi, pendidikan sebagai proses berkelanjutan tidak semata diarahkan kepada hal yang bersifat “reaktif” atau untuk kepentingan jangka pendek, ia juga harus bersifat “proaktif” yang artinya pendidikan juga harus berorientasi kepada kemampuan untuk mengantisipasi permasalahan yang lebih luas dan bisa menjawaban tantangan yang lebih kompleks di masa yang akan hadir. Untuk membentuk generasi yang demikian itu, maka calon-calon generasi menhadir itu harus dipersiapkan pertumbuhan dan perkembangannya sedini mungkin, yakni semenjak mereka lahir hingga berusia enam tahun, sehingga mereka mempunyai akar yang besar lengan berkuasa sebagai pondasi untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Sujiono (2009:7) pendidikan anak usia dini intinya mencakup seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang renta dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan membuat aura dan lingkungan dimana anak sanggup mengeksplorasi pengalaman yang mempersembahkan peluang kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman mencar ilmu yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, memalsukan dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini intinya harus mencakup aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak.
5 |
Menurut hasil penelitian di bidang neurologi menyerupai yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S. Bloom, spesialis pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaenteng otak pada anak usia 0 - 4 tahun mencapai 50% (Cropley, 94). Artinya kalau pada usia tersebut otak anak tidak mendapat rangsangan yang terbaik maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Hasil penelitian di Baylor College of Medicine menyatakan bahwa lingkungan memdiberi kiprah yang sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan kemampuan anak secara optimal. Anak yang tidak mendapat lingkungan baik untuk merangsang pertumbuhan otaknya, misal jarang disentuh, jarang diajak bermain, jarang diajak berkomunikasi, maka perkembangan otaknya akan lebih kecil 20 - 30% dari ukuran normal seusianya (Depdiknas, 2007:1).
Anak sudah mempunyai dasar ihwal sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan mitra sebaya). Melalui pengalaman diberinteraksi dengan orang lain anak mencar ilmu memahami ihwal kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).
Secara keseluruhan hingga usia delapan tahun, 80% kapasitas kecerdasan insan sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak spesialuntuk bertambah 30% setelah usia empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun. Oleh lantaran itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas yang spesialuntuk terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan insan sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak melalui perhatian kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.
Menurut psikologi perkembangan dan menurut riset neurologi ihwal pertumbuhan otak, usia dini mencakup anak yang berusia 0 - 8 tahun.
Menurut psikologi perkembangan dan menurut riset neurologi ihwal pertumbuhan otak, usia dini mencakup anak yang berusia 0 - 8 tahun.
Dalam hal ini, pendidikan anak usia dini ialah konsep ihwal perlakuan dini terhadap anak yang berada pada usia prasekolah atau usia sekolah yaitu di kelas-kelas pertama SD (kelas 1, 2 dan 3). Namun dalam hal ini pembahasan terkena anak usia dini dibatasi mulai usia 0 - 6 tahun sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 ayat 14 dan pasal 28 ayat 1 bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini yaitu suatu upaya training yang ditujukan kepada anak semenjak lahir hingga berusia enam tahun yang dilakukan melalui pemdiberian rangsangan pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani biar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan Anak Usia Dini (selanjutnya, PAUD) ialah salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual, sosio emosional (sikap dan sikap serta agama), bahasa, dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Seperti halnya jenjang pendidikan lainnya, jenjang PAUD ialah tanggung balasan pemerintah, masyarakat dan orang tua. Oleh lantaran itu dalam pelaksanaannya, dikenal adanya tiga bentuk jalur pelaksanaan PAUD, yakni; Pertama yaitu PAUD jalur pendidikan formal yakni pendidikan yang terstruktur untuk anak anak berusia empat tahun hingga enam tahun menyerupai Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), dan bentuk lain yang sederajat. Kedua, PAUD jalur pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang melaksanakan aktivitas pembelajaran secara fleksibel untuk anak semenjak lahir (usia tiga bulan) hingga berusia enam tahun, menyerupai Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (Play Group), dan bentuk lain yang sederajat. Ketiga, PAUD jalur pendidikan informal sebagai bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan untuk training dan pengembangan anak semenjak lahir (usia tiga bulan) hingga berusia enam tahun.
Pendidikan bisa saja didiberikan untuk bayi yang belum lahir menyerupai yang dilakukan para orang renta dengan cara memperdengarkan musik klasik kepada bayinya yang masih berada dalam kandungan. Secara garis besar, pendidikan biasanya berpertama pada dikala bayi dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Dalam agama Islam ada anjuran, “tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat”, yang berarti bahwa pendidikan itu harus dilakukan sedini mungkin, dimana saja, kapan saja dan berlangsung seumur hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 diamanatkan bahwa pendidikan ialah tanggung balasan bersama antara Pemerintah, Masyarakat, dan Orang Tua. Dalam hal penyelenggaraan PAUD sampaumur ini terlihat bahwa masyarakat yang lebih berperan, dimana institusi-institusi pendidikan yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat lebih banyak dan bermacam-macam yakni mencapai sekitar 80 persen sedangkan yang dibangun oleh pemerintah spesialuntuk 10 persen dari forum yang ada. Meski pengelolaan pendidikan menjadi tanggung balasan bersama, ternyata angka partisipasi pendidikan di Indonesia di aneka macam jenjang pendidikan masih tergolong rendah, termasuk dalam hal ini rendahnya partisipasi anak balita untuk memasuki PAUD.
Minimnya pengetahuan orang renta ihwal pentingnya PAUD, keterbatasan ekonomi keluarga, dan keterbatasan anggaran biaya pemerintah untuk alokasi penyelenggaraan PAUD ialah faktor penyebab anak usia balita tidak tersentuh pendidikan. Berdasarkan hasil pendataan Depdiknas tahun 2004, gres sekitar 15,6 persen dari 11,5 juta anak usia 4-6 tahun yang bersekolah di TK, sedangkan untuk anak usia 0-3 tahun, spesialuntuk sekitar 15,8 persen yang tersentuh pelayanan anak usia dini. Data itu menunjukkan, bahwa terjadi peningkatan angka partisipasi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2002, sebanyak 72 persen anak Indonesia usia nol hingga enam tahun di Indonesia, belum tersentuh pendidikan usia dini, lantaran pada tahun itu gres 7,34 juta atau 28 persen dari 26,1 juta anak usia 0-6 tahun yang mendapat pendidikan usia dini. Sebagian besar di antara mereka, yakni 2,6 juta, mendapat pendidikan dengan susukan ke SD pada usia lebih pertama. Sebanyak 2,5 juta anak mendapat pendidikan di Bina Keluarga Balita (BKB), 2,1 juta anak bersekolah di Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Atfhal, dan sekitar 100.000 anak di Kelompok Bermain.
Oleh lantaran itu, PAUD memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Melalui PAUD anak sanggup dididik oleh gurunya dengan metode dan kurikulum yang jelas. Melalui PAUD, mereka sanggup bermain dan menyalurkan energinya melalui aneka macam kegiatan fisik, musik, atau keterampilan tangan. Mereka juga sanggup mencar ilmu diberinteraksi secara interpersonal dan intrapersonal. Kepada mereka secara sedikit demi sedikit sanggup dikenalkan huruf atau membaca, lingkungan hidup, pertanian, dan bahkan industri.
Pengenalan itu tidaklah berlebihan, lantaran dalam penyampaiannya diubahsuaikan dengan dunia anak, yakni dunia bermain sehingga proses belajarnya sangat bahagia. Anak memang seringkali mengeskpresikan inspirasi dan perasaannya melalui permainan, sehingga ketika mereka merasa menikmati dan senang dengan apa yang diajarkan itu, maka dengan sendirinya akan bermanfaa bagi perkembangannya. Satuan PAUD menyerupai Kelompok Bermain ialah media bagi anak untuk bersosialisasi dalam masyarakat kecil. Kelompok Bermain ialah kegiatan bermain yang teratur pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan aktivitas pendidikan dan aktivitas kesejahteraan bagi anak berusia dua tahun hingga enam tahun. Dalam kelompok itu, mereka akan beradaptasi dalam lingkungan yang lebih luas, selangkah lebih mandiri, mempunyai pujian menjadi anggota kelompok bermain di luar anggota keluarganya, dan sejumlah manfaat lainnya yang pada gilirannya secara tidak sadar mendorong minat dan potensi anak untuk belajar.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk mempersembahkan pengalaman mencar ilmu kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup beberapa aspek seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam forum pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini sanggup berlangsung dimana saja dan kapan saja menyerupai halnya interaksi insan yang terjadi di dalam keluarga, mitra sebaya, dan dari korelasi kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.
B. Jenis Layanan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan untuk tiruana (education for All), termasuk pendidikan anak usia dini sudah menjadi perhatian masyarakat seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya pertemuan Forum Pendidikan Dunia pada tahun 2002 di Dakar Senegal. Pada pertemuan ini, dihasilkan 6 komitmen sebagai kerangka agresi pendidikan untuk tiruana (The Dakar Framework for Action) yang disahkan dan diterima Forum Pendidikan Dunia (The World Education Forum) dengan dua belas taktik yang akan dilakukan untuk mendukung dan melaksanakan keenam komitmen tersebut.
Setiap anak mempunyai hak yang sama dan harus diperhatikan oleh seluruh masyarakat. Hak Setiap Anak tersebut yaitu :
1. Untuk dilahirkan, untuk mempunyai nama dan kewargguagaraan;
2. Untuk memilik keluarga yang mengasihi dan mengasihi aku;
3. Untuk hidup dalam komunitas yang aman, tenang dan lingkungan yang sehat;
4. Untuk mendapat makanan yang cukup dan badan yang sehat dan aktif;
5. Untuk mendapat pendidikan yang baik dan menyebarkan potensinya;
6. Untuk didiberikan peluang bermain waktu santai;
7. Untuk dilindungi dari penyiksaan, eksploitasi, penyia-siaan, kekerasan dan dari mara bahaya;
8. Untuk dipertahankan dan didiberikan menolongan oleh pemerintah;
9. Agar bisa mengekspresikan pendapat sendiri.
Setiap pelanggaran atas hak anak tersebut mendapat sanksi, baik secara legislatif, administratif maupun tindakan lainnya secara moral dan politis. Landasan Dasar PAUD di Indonesia mencakup landasan yuridis (hukum), empiris maupun keilmuan. Jalur dan Bentuk layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sisdiknas Bagian VII Pasal 28 ayat (14), yaitu sebagai diberikut :
- Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
- Pendidikan anak usia dini sanggup diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan atau informal.
- Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat.
- Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
- Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
- Ketentuan terkena pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Jalur dan bentuk layanan PAUD dilaksanakan melalui jalur formal (TK/RA), Nonformal (KB, TPA, dan bentuk lain yang sejenis, menyerupai posyandu dan BKB). Program PAUD jenis apa pun yang akan, sedang dan sudah diselenggarakan oleh aneka macam pihak, yang terpenting yaitu menyediakan wahana yang sanggup memfasilitasi hak-hak anak untuk sangat senang sesuai dengan tahap perkembangan anak dan konvensi Hak Anak.
C. Penyelenggaraan PAUD di TK
Pendidikan Anak Usia Dini sangat penting dilaksanakan sebagai dasar bagi pembentukan kepribadian insan secara utuh, yaitu untuk pembentukan karakter, kebijaksanaan pekerti luhur, cerdas, ceria, terampil dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan usia dini sanggup dimulai di rumah atau dalam keluarga, perkembangan anak pada tahun-tahun pertama sangat penting dan akan memilih kualitasnya di masa depan. Salah satu forum pendidikan anak usia dini yaitu Taman Kanak-kanak (TK).
1. Dasar Penyelenggaraan Pendidikan TK
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 ihwal Perlindungan Anak;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional;
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990 perihal Pendidikan Prasekolah.
2. Kebijakan Penyelenggaraan TK
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, Pasal 9 ayat 1 : “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya”.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
1. Pasal 28 (1) : “Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar”.
2. Pasal 28 (2) : “Pendidikan anak usia dini sanggup diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal”.
3. Pasal 28 (3) : “Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat”.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990
1. Pasal 1.1 : “Pendidikan prasekolah yaitu pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah”.
2. Pasal 1.2 : “Taman Kanak-Kanak yaitu salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan aktivitas pendidikan dini bagi anak usia empat tahun hingga memasuki pendidikan dasar”.
3. Tujuan Pendidikan TK
a. Memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani biar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Pasal 1.14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003);
b. Mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan akseptor didik (Penjelasan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003);
c. Memmenolong meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diharapkan oleh anak didik dalam beradaptasi dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya (Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990).
4. Bentuk dan Program Pendidikan TK
- TK ialah satuan pendidikan pada jalur formal bagi anak usia 4 s.d 6 tahun (Pasal 1.14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 jo. Pasal 4 ayat 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990);
- Lama pendidikan : 1 atau 2 tahun (Pasal 4 ayat 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990);
- Pendidikan di Taman Kanak-kanak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun;
2. Kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun.
- Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada butir di atas bukan ialah jenjang yang harus diikuti oleh setiap anak didik. melaluiataubersamaini kata lain, bahwa setiap anak didik sanggup berada selama 1 (satu) tahun pada Kelompk A atau Kelompok B, atau selama 2 (dua) tahun pada Kelompok A dan Kelompok B.
5. Pelaksanaan Pendidikan TK
Sebutan “Taman” pada Taman Kanak-Kanak mengandung makna “tempat yang kondusif dan nyaman (safe and comportable) untuk bermain” sehingga pelaksanaan pendidikan di Taman Kanak-kanak harus bisa membuat lingkungan bermain yang kondusif dan nyaman sebagai wahana tumbuh kembang anak. Oleh lantaran itu, guru harus memperhatikan tahap tumbuh kembang anak didik, kesesuaian dan keamanan alat dan masukana bermain, serta metode yang dipakai dengan mempertimbangkan waktu, tempat, serta mitra bermain.
Penataan lingkungan tempat anak bermain perlu diperhatikan dan dipersiapkan sebaik-baiknya, biar tercipta rasa kondusif dan nyaman, sehingga akan menumbuhkan keberanian anak untuk memenuhi rasa ingin tahunya (self curiousity) dan cita-cita untuk menjalin korelasi sosial dengan lingkungannya.
Lingkungan yang membersihkan, tertata rapi dengan sentuhan estetika, menarikdanunik dan teratur akan menumbuhkan sikap dan sikap anak yang konsisten. Lingkungan yang kaya akan sentuhan nilai-nilai religious, sosial-budaya, pengenalan abjad, angka, bentuk, gambar, dan guaka warna akan bisa menumbuhkan minat anak secara lebih signifikan. Perpustakaan hendaknya dilengkapi dengan buku-buku cerita, gambar-gambar dan rak dengan aneka macam permainan, model, peralatan untuk bermain kiprah yang ada di lingkungan anak juga akan memperkaya imajinasi, kreatifitas dan mental anak dalam mengekspresikan diri.
Pelaksanaan pendidikan di Taman Kanak-kanak menganut prinsip : “Bermain sambil Belajar dan Belajar seraya Bermain”. Bermain ialah cara terbaik untuk menyebarkan potensi anak didik. Sebelum bersekolah, bermain ialah cara alamiah untuk menemukan lingkungan, orang lain dan dirinya sendiri.
Melalui pendekatan bermain, belum dewasa sanggup menyebarkan aspek psikis dan fisik mencakup moral dan nilai-nilai agama, social emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni. Pada prinsipnya bermain mengandung makna yang sangat bahagia, mengasyikkan, tanpa ada paksaan dari luar diri anak, dan lebih mementingkan proses mengeksplorasi potensi diri daripada hasil akhir.
Pendekatan bermain sebagai metode pembelajaran di Taman Kanak-kanak hendaknya diubahsuaikan dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yaitu secara berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil mencar ilmu (unsur bermain lebih dominan) menjadi mencar ilmu seraya bermain (unsur mencar ilmu mulai dominan). melaluiataubersamaini demikain anak didik tidak merasa canggung menghadapi pendekatan pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Pengenalan membaca, menulis dan berhitung (calistung) dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Oleh lantaran itu pendidikan di Taman Kanak-kanak tidak diperkenankan mengajarkan bahan calistung secara eksklusif sebagai pembelajaran sendiri-sendiri (fragmented) kepada anak-anak. Konteks pembelajaran calistung di Taman Kanak-kanak hendaknya dilakukan dalam kerangka pengembangan seluruh aspek tumbuh kembang anak, dilakukan melalui pendekatan bermain dan diubahsuaikan dengan kiprah perkembangan anak. Menciptakan lingkungan yang kaya dengan “keaksaraan” akan lebih memacu kesiapan anak untuk memulai kegiatan calistung.
Kegiatan berbahasa pada anak dimulai dari konteks lingkungan terdekat. Penggunaan bahasa ibu ialah pertama perkembangan kemampuan berkomunikasi secara verbal atau verbal dan tulisan. Apabila akan melaksanakan pengenalan bahasa abnormal di Taman Kanak-kanak perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai diberikut:
a. Dilakukan dalam situasi alamiah, bukan situasi kelas, bersifat individual atau kelompok kecil,
b. Bersifat pengenalan kosa kata dan pengucapannya,
c. Tidak mengurangi kecintaan terhadap bahasa Indonesia, bahasa ibu atau bahasa daerah,
d. Sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah setempat.
e. Penggunaan bahasa abnormal dengan maksud spesialuntuk untuk mencari ‘prestise’ dan mengabaikan kepatutan pada perkembangan anak tidak diperkenankan.