2.1 Pembahasan tentang Media Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’ atau ’pengantar’. Dalam bahasa Arab, media yaitu mediator atau pengantar pesan dari pengirim kepada akseptor pesan.
“Media yaitu alat menolong apa saja yang sanggup dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran.” (Djamarah, 2002: 137).
“Sedangkan pembelajaran yaitu proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.” (kamus besar bahasa indonesia, 2002: 17).
Jadi, media pembelajaran yaitu media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur pesan antara tenaga pendidik dan peserta didik supaya tujuan pengajaran tercapai. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Penggunaan media mempunyai tujuan mempersembahkan motivasi kepada peserta didik. Selain itu media juga harus merangsang peserta didik mengingat apa yang sudah dipelajari selain mempersembahkan rangsangan berguru baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan peserta didik dalam mempersembahkan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong peserta didik untuk melaksanakan praktik-praktik dengan benar.
2.1.2 Manfaat dan Fungsi Media Pembelajaran
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran yaitu memperlancar interaksi antara tenaga pendidik dan peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci.
Kemp dan Dayton (Depdiknas, 2003) mengidentifikasikan beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu :
a. Penyampaian materi pelajaran sanggup diseragamkan.
b. Proses pembelajaran menjadi lebih terang dan menarikdanunik.
c. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.
d. Efisiensi dalam waktu dan tenaga.
e. Meningkatkan kualitas hasil berguru peserta didik
f. Media memungkinkan proses berguru sanggup dilakukan di mana saja dan kapan saja.
g. Media sanggup menumbuhkan sikap positif peserta didik terhadap materi dan proses belajar.
h. Mengubah kiprah tenaga pendidik ke arah yang lebih positif dan produktif.
Kemudian adanya fungsi media pembelajaran antara lain :
a. Menyampaikan informasi dalam proses berguru mengajar.
b. Melengkapi dan memperkaya informasi dalam kegiatan berguru mengajar.
c. Mendorong motivasi belajar.
d. Menambah variasi dalam penyajian materi.
e. Menambah pengertian nyata wacana suatu pengetahuan.
f. Memungkinkan peserta didik menentukan kegiatan berguru sesuai dengan kemampuan, talenta dan minatnya.
g. cepatdangampang dicerna dan tahan usang dalam menyerap pesan-pesan (informasinya sangat membekas dan tidak praktis lupa) ( Rohani, 1997: 9).
2.1.3 Ciri-ciri Media Pembelajaran
Gerlach & Ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang ialah petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang sanggup dilakukan oleh media yang mungkin tenaga pendidik tidak bisa (atau kurang efisien) melakukannya :
a. Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu insiden atau objek. melaluiataubersamaini ciri fiksatif, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.
b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan lantaran media mempunyai ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari sanggup disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan metode pengambilan gambar time-lapse recording. Suatu kejadian sanggup dipercepat dan sanggup juga diperlambat pada dikala menayangkan kembali hasil suatu rekaman video.
c. Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransformasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar peserta didik dengan stimulus pengalaman yang relatif sama terkena kejadian itu.
2.1.4 Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran
Menurut Oemar Hamalik (1985:63) ada empat penjabaran media pengajaran yaitu:
a. Alat-alat visual yang sanggup dilihat.
b. Alat-alat yang bersifat auditif atau spesialuntuk sanggup didengar.
c. Alat-alat yang bisa dilihat dan didengar.
d. Dramatisasi, bermain peranan, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.
2.2 Pembahasan wacana Metode Bercerita
2.2.1 Pengertian Metode Bercerita
“Bercerita yaitu menuturkan sesuatu yang mengisahkan wacana perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara verbal dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain”. (Bachri :2005:10).
melaluiataubersamaini kata lain menceritakan yaitu menuturkan sesuatu yang mengisahkan wacana perbuatan atau suatu kejadian secara verbal dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.
Metode menceritakan yaitu cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara verbal dalam bentuk kisah dari tenaga pendidik kepada peserta didik. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di TK, metode menceritakan dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, mempersembahkan keterangan, atau klarifikasi wacana hal gres dalam rangka memberikan pembelajaran yang sanggup mengembangkan banyak sekali kompetensi dasar usia anak TK. Oleh lantaran itu materi yang disampaikan berbentuk kisah yang pertama dan akhirnya bekerjasama erat dalam kesatuan yang utuh, maka kisah tersebut harus dipersiapkan terlebih lampau. Biasanya kegiatan menceritakan dilaksanakan pada kegiatan penutup, sehingga kalau anak pulang, anak menjadi damai dan senang setelah mengikuti pembelajaran, Namun demikian pada prakteknya tidak selalu pada dikala kegiatan penutup, menceritakan sanggup dilakukan pada dikala kegiatan pembukaan, kegiatan inti, maupun pada waktu-waktu senggang di sekolah, contohnya pada dikala waktu istirahat, lantaran mendengarkan kisah yaitu sesuatu yang mengasyikkan bagi anak usia TK.
Menurut Tampubolon (1991:50), “Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak”.
Fungsi kegiatan menceritakan bagi peserta didik usia 4-6 tahun yaitu memmenolong perkembangan bahasa peserta didik dan dengan menceritakan indera pendengaran Peserta didik dapat difungsikan dengan baik, untuk kemampuan berbicara dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya, selanjutnya peserta didik sanggup mengekpresikannya melalui bernyanyi, menulis, ataupun menggambar sehingga pada akhirnya peserta didik bisa membaca situasi , gambar, goresan pena atau bahasa isyarat.
Bercerita ialah salah satu metode dan metode bermain yang banyak dipergunakan di TK. Bercerita ialah salah satu pemdiberian pengalaman berguru bagi peserta didik Taman Kanak-kanak dengan membawakan kisah kepada peserta didik secara lisan. Jadi, menceritakan yaitu cara bertutur dan memberikan kisah atau mempersembahkan klarifikasi secara lisan. Bercerita juga ialah cara untuk memberikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Seorang tenaga pendidik Taman Kanak-kanak hendaklah bisa menjadi seorang pendongeng yang baik yang akan menjadikan kisah sebagai kegiatan bermain yang menarikdanunik dan sanggup menjadikan pengalaman yang unik bagi peserta didik. Isi kisah pun diupayakan berkaitan dengan cara diberikut ini :
a. Dunia kehidupan peserta didik yang penuh suka cita, yang menuntut isi kisah mempunyai unsur yang sanggup mempersembahkan perasaan gembira, lucu, menarikdanunik dan mengasyikkan bagi peserta didik. Dunia kehidupan peserta didik berkaitan dengan kisah seputar lingkungan terdekat peserta didik, ibarat lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan bermain peserta didik.
b. Minat peserta didik pada umumnya anak Taman Kanak-kanak sangat berminat pada cerita-cerita wacana : binatang, tanaman, kendaraan, boneka, robot, plguat, dan lain-lain.
c. Tingkat usia, kebutuhan dan kemampuan mencerna isi cerita. Ceritanya harus cukup pendek dalam rentang perhatian peserta didik. Cerita tersebut bersifat meningkatkan daya pikir peserta didik ibarat cerita-cerita wacana makanan dan minuman sehat, kemembersihkanan diri melayani diri sendiri.
d. Membuka peluang bagi anak untuk bertanya dan menanggapi setelah tenaga pendidik selesai menceritakan.
Bercerita atau yang biasa disebut mendongeng, ialah seni atau metode budaya kuno untuk memberikan suatu insiden yang dianggap penting, melalui kata-kata, imaji dan suara-suara (Ismoerdijahwati K, 2007). Dongeng atau kisah sudah ada dalam banyak kebudayaan dan tempat sebagai hiburan, pendidikan, pelestarian kebudayaan dan menyimpan pengetahuan serta nilai-nilai moral. Bercerita yaitu suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara verbal kepada orang lain dengan alat peraga atau tanpa alat wacana apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau spesialuntuk sebuah dongeng yang untuk didengarkan dengan rasa sangat bahagia, oleh lantaran itu orang yang menyajikan kisah tersebut harus menyampaikannya dengan menarikdanunik (Dhieni et al, 2005: 6.3).
Menurut engkaus besar bahasa indonesia (2003: 210) kisah adalah:
Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal atau insiden atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan.
Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal atau insiden atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kisah anak sanggup didefinisikan “tuturan lisan, karya bentuk tulis atau pementasan wacana suatu kejadian, peristiwa, dan sebagainya yang terjadi di seputar dunia anak (Musfiroh et al, 2005: 59). Sedangkan Depdiknas (2004: 12) mendefinisikan bahwa “metode menceritakan yaitu cara bertutur kata dalam penyampaian kisah atau mempersembahkan klarifikasi kepada anak secara lisan”, dalam upaya memperkenalkan ataupun mempersembahkan keterangan hal gres pada anak.
2.2.2 Cerita Perkembangan Anak
Kegiatan menceritakan mempersembahkan nilai pembelajaran yang banyak bagi proses berguru dan perkembangan anak serta sanggup menumbuhkan minat dan kegemaran membaca, Jensen (Solehuddin, 2000: 91) “membacakan kisah dengan nyaring kepada anak secara substansial sanggup berkontribusi terhadap pengetahuan kisah anak dan kesadarannya wacana membaca”. Solehuddin (2000: 90):
Di samping sanggup membuat suasana sangat bahagia, menceritakan sanggup mengundang dan merangsang proses kognisi, khususnya acara diberimajinasi, sanggup mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa dan literacy, sanggup menjadi masukana untuk belajar, serta sanggup berfungsi untuk membangun kekerabatan yang akrab.
Cerita bagi belum dewasa harus sesuai dengan tahap perkembangan anak. Tampubolon (Dhieni, 2005: 6.9) “ isi kisah hendaknya sesuai dengan tingkatan pikiran dan pengalaman anak”. Bercerita sesuai dengan perkembangan anak dalam konsep Development Appropriate Practice (DAP) dari The National Association for The Education of Young Children (NAEYC), yaitu menceritakan sesuai dengan pedoman pendidikan anak (Musfiroh, et al, 2005: 3), kisah yang dimaksud mengandung beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh para pendidik, yakni:
a. Memahami pengertian dan permasalahan seputar kisah dan menceritakan.
Pada konsep ini, pendidik perlu memastikan apa pengertian menceritakan, apa perbedaannya mendongeng, serta bagaimana konsep penyajian menceritakan yang mendukung perkembangan anak dalam banyak sekali aspeknya.
b. Memahami perkiraan dasar anggapan perkembangan anak.
Pendidik perlu menyadari bahwa anak berkembang berdasarkan fase-fase tertentu. Anak usia 4-7 tahun berada pada fase praoprasional dengan ciri perkembangan yang tidak sama dengan belum dewasa di atas usia itu.
c. Memahami arti dan kiprah perkembangan anak.
Pada masa TK, belum dewasa perlu diperkenalkan konsep baik jelek melalui pola supaya memmenolong mereka mencapai kiprah perkembangan moral usia tersebut.
d. Memahami domain dan teori perkembangan yang dianut.
Peserta didik perlu mengetahui terkena teori perkembangan dan meyakininya supaya dalam praktik menceritakan (khususnya) dan pembelajaran (umumnya) tidak buta arah. Setiap teori perkembangan mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan teori yang lain.
e. Memahami konsep berguru dan mengajar.
Pencerita perlu memahamia peserta didik berguru bukan melalui ceramah, tetapi melalui keaktifan dan interaksi aktif peserta didik dengan materi belajar. Melalui cerita, peserta didik melibatkan diri secara aktif, senang hati dan bermotivasi intrinsik untuk membangun konsep “baik-buruk”, “benar-salah”, “tepat-tidak” yang tersaji dalam cerita.
f. Memahami konsep “sesuai perkembangan” dalam pedoman praktik pembelajaran atau Development Appropriate Practic (DAP).
Pendidik perlu menyadari bahwa kisah seyogyanya diubahsuaikan dengan taraf perkembangan peserta didik, mencakup abilitas peserta didik dalam berbahasa, berpikir, bersosial-emosi, motorik dan moral, tanpa pemahaman ini kisah akan menjadi terlalu susah (sehingga tidak dimengerti peserta didik) atau terlalu praktis (membosankan bagi peserta didik).
2.2.3 Bentuk-bentuk Metode Bercerita Untuk Anak
Pada pelaksanaannya metode menceritakan sanggup dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Bercerita tanpa alat peraga
Di mana pada pelaksanaannya tanpa memakai alat peraga sebagai media menceritakan dan guru harus memperhatikan ekspresi wajah, gerak-gerik tubuh, dan bunyi tenaga pendidik harus sanggup memmenolong fantasi peserta didik untuk mengkhayalkan hal-hal yang diceritakan guru.
b. Bercerita dengan alat peraga
Di mana pada pelaksanaannya memakai alat peraga sebagai media penjelas dari kisah yang didengarkan peserta didik, sehingga imajinasi peserta didik terhadap suatu kisah tidak terlalu menyimpang dari apa yang dimaksudkan oleh tenaga pendidik.
1) Alat peraga yang digunakan sanggup berupa: Alat peraga langsung, yaitu memakai benda orisinil atau benda bantu-membantu (misalnya: kelinci, kembang, piring) supaya peserta didik sanggup memahami isi kisah dan sanggup melihat pribadi ciri-ciri serta kegunaan dari alat tersebut.
2) Alat peraga tak langsung, yaitu memakai benda-benda yang bukan alat sebenarnya. Bercerita dengan alat peraga tak pribadi sanggup berupa:
a) Bercerita dengan benda-benda tiruan.
Tenaga pendidik memakai benda-benda tiruan sebagai alat peraga (misalnya: hewan tiruan, buah-buahan tiruan, sayuran tiruan). Benda-benda tiruan tersebut hendaknya mempunyai proporsi bentuk dan warna yang sesuai dengan aslinya.
b) Bercerita dengan memakai gambar-gambar.
Tenaga pendidik memakai gambar sebagai alat peraga sanggup berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 hingga 6 gambar yang melukiskan jalannya cerita.
c) Bercerita dengan memakai papan flgual.
Tenaga pendidik memakai papan flgual untuk menempelkan potongan-potongan gambar yang akan disajikan dalam suatu cerita.
d) Membacakan cerita.
Tenaga pendidik memakai buku kisah dengan tujuan supaya minat peserta didik terhadap buku semakin bertambah.
e) Sandiwara boneka.
Tenaga pendidik memakai banyak sekali macam boneka yang akan dipentaskan dalam suatu cerita.
2.2.4 Manfaat Metode Bercerita
Menurut Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat metode menceritakan sebagai diberikut:
a. Memmenolong pembentukan pribadi dan moral peserta didik
b. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
c. Memacu kemampuan verbal peserta didik
d. Merangsang minat menulis peserta didik
e. Merangsang minat baca peserta didik
f. Membuka cakrpertamaa pengetahuan peserta didik
Sedangkan berdasarkan Bachri (2005: 11), manfaat menceritakan yaitu “dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, lantaran dalam menceritakan anak mendapat suplemen pengalaman yang bisa jadi ialah hal gres baginya”.
Manfaat menceritakan dengan kata lain yaitu menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga sanggup memperluas wawasan dan cara berfikir peserta didik. Misalnya melalui media dongeng/menceritakan sanggup berfungsi sebagai penggugah kreativitas anak-anak. Melalui dongeng/cerita, tenaga pendidik bisa memberikan pesan-pesan, hikmah-hikmah dan pengalaman-pengalaman kepada anakdidik-anakdidiknya. Disamping memperkaya imajinasi peserts didik, dongeng/menceritakan pun menjadikan peserta didik merasa berguru sesuatu, tetapi tak merasa digurui. Bahkan, dengan melalui dongeng/cerita diketahui yaitu ialah salah satu cara yang efektif mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), social dan aspek konatif (penghayatan) peserta didik. Dongeng/cerita bisa membawa peserta didik pada pengalaman-pengalaman gres yang belum pernah dialaminya. Karena itu tenaga pendidik perlu mempunyai kreativitas, penghayatan, dan kepekaan pada dikala menceritakan supaya kesan sanggup hingga kepada anakdidik-anakdidiknya.
Beberapa manfaat metode menceritakan bagi anak Taman Kanak-kanak (Moeslichatoen 2004:45) di antaranya yaitu :
a. Melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya anak usia Taman Kanak-kanak sanggup dirangsang untuk bisa memahami isi atau ide-ide pokok dalam kisah secara keseluruhan
b. Melatih daya pikir anak TK, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari kekerabatan bagian-bagian dalam kisah termasuk hubungan-hubungan lantaran akibatnya
c. Melatih daya serius anak Taman Kanak-kanak untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita.
d. Mengembangkan daya imajinasi anak, artinya dengan menceritakan anak dengan daya fantasinya sanggup membayangkan atau menggambarkan sesuatu situasi yang berada di luar jangkauan inderany.
e. Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana kekerabatan yang erat sesuai dengan tahap perkembangannya.
f. Memmenolong perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif dan efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
Adapun fungsi dari pada metode menceritakan (Moeslichatoen 2004:45) yaitu :
a. Melatih daya serius
b. Melatih mengungkapkan daya pikir
c. Menambah pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam mengkomunikasikan isi gambar
d. Melatih menghubungkan isi gambar sesuai dengan imajinasi anak
e. Melatih mengungkapkan imajinasi peserta didik.
f. Melatih peserta didik berkomunikasi secara lisan
g. Menambah kosa kata dalam berbahasa
Peserta didik membutuhkan dongeng atau kisah lantaran beberapa hal:
a. Peserta didik membangun gambaran-gambaran mental pada dikala tenaga pendidik memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian.
b. Peserta didik memperoleh gambaran yang bermacam-macam sesuai dengan latar belakang pengetahun dan pengalaman masing-masing.
c. Peserta didik memperoleh kebebasan untuk melaksanakan pilihan secara mental.
d. Peserta didik memperoleh peluang menangkap imajinasi dan citraan-citraan cerita: citraan gerak, citraan visual, dan auditif.
Cerita mendorong peserta didik bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang menceritakan atau berbicara. Peserta didik berguru wacana tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan untuk mempraktekkan terdorong lantaran dalam kisah ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik ibarat menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji.
Memacu kemampuan menceritakan peserta didik ialah sesuatu yang penting, lantaran beberapa alasan, yaitu :
Pertama peserta didik mempunyai kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik.
Kedua, peserta didik yang pintar berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting lantaran pada hakikatnya anak senang menjadi sentra perhatian dari orang lain.
Ketiga, peserta didik yang pintar berbicara bisa membina kekerabatan dengan orang lain dan sanggup memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak sanggup berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik pula.
Keempat, peserta didik yang pintar berbicara akan mempunyai kepercayaan diri dan evaluasi diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang wacana dirinya.
Dalam berbicara terkadang individu sanggup menyesuaikam dengan keinginannya sendiri. Pada dasarnya berbicara sama halnya dengan menuangkan segala perasaan kita yang tersimpan. Kita dalam berbicara sanggup mengungkapkan, serta mengekspresikan apa keinginan kita.
2.2.5 Metode Bercerita dengan Gambar
Metode menceritakan dengan gambar ialah salah satu cara yang paling fundamental untuk membuatkan pengetahuan, pengalaman, dan membina kekerabatan interaksi dengan peserta didik. Pada usia anak-anak, kemampuan bahasa kata (bahasa lisan) belum cukup dikuasainya, dan bahasa goresan pena pun masih dalam proses, tetapi anak sudah mempunyai kemampuan bahasa rupa (bahasa gambar). Melalui seluruh kemampuan yang dimilikinya, yaitu perpaduan antara bahasa kata dan bahasa gambar, peserta didik jadi mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya.
Hal ini disebabkan, oleh peserta didik apa yang dikatakan orang lain diimajinasikannya dengan apa yang diinginkan orang tersebut. Depdiknas (2001: 18) mengungkapkan bahwa metode menceritakan dengan gambar ialah “bentuk menceritakan dengan alat peraga tak pribadi yang memakai gambar-gambar sebagai alat peraga sanggup berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 hingga 6 gambar yang melukiskan gambar ceritanya”.
2.2.6 Tujuan Metode Bercerita dengan Gambar
Pada usia 4-6 tahun, belum dewasa mulai sanggup menikmati sebuah kisah pada dikala ia mengerti wacana insiden yang terjadi di sekitarnya dan bisa mengingat beberapa diberita yang diterimanya. Hal ini berdasarkan Depdiknas (2005: 5) ditandai oleh banyak sekali kemampuan sebagai diberikut:
a. Mampu memakai kata ganti saya dan berkomunikasi.
b. Memiliki banyak sekali perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan, kata tanya, dan kata sambung.
c. Menunjukkan pengertian dan pemahaman wacana sesuatu.
d. Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan memakai kalimat sederhana.
e. Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.
Bercerita bagi peserta didik usia dini bertujuan supaya peserta didik bisa mendengarkan dengan berserius dan mengekspresikan perasaannya terhadap apa yang diceritakan. Adapun tujuan didiberikannya metode menceritakan berdasarkan Depdiknas (Depdiknas, 2001: 19) yaitu :
a. Melatih daya tangkap anak.
b. Melatih daya pikir anak.
c. Melatih daya serius anak.
d. Memmenolong perkembangan fantasi atau imajinasi anak.
e. Menciptakan suasana sangat senang dan erat di dalam kelas.
2.2.7 Manfaat Bercerita dengan Gambar
Kegiatan menceritakan selain memmenolong perkembangan bahasa peserta didik, juga sanggup membangun kekerabatan yang erat antara tenaga pendidik dan peserta didik. Melalui menceritakan, tenaga pendidik diberinteraksi secara erat dan penuh kasih akung dengan anak-anak. Penelitian Ferguson (Solehuddin, 2000: 92) pun memberikan bahwa belum dewasa yang dibacakan kepada mereka cerita-cerita semasa di Taman Kanak-kanak memperoleh skor lebih tinggi dalam tes keterampilan membaca daripada belum dewasa lainnya.
Beberapa manfaat metode menceritakan dengan gambar bagi anak Taman Kanak-kanak (Dhieni et al, 2005: 6.6) :
a. Melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya anak usia Taman Kanak-kanak sanggup dirangsang, untuk bisa memahami isi atau ide-ide pokok dalam kisah secara keseluruhan.
b. Melatih daya pikir anak TK, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari kekerabatan bagian-bagian dalam kisah termasuk hubungan-hubungan sebab-akibatnya.
c. Melatih daya serius anak TK, untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita, lantaran dengan pemusatan perhatian tersebut anak sanggup melihat kekerabatan bagian-bagian kisah sekaligus menangkap inspirasi pokok dalam cerita.
d. Mengembangkan daya imajinasi peserta didik, artinya dengan menceritakan peserta didik dengan daya imajinasinya sanggup membayangkan atau menggambarkan suatu situasi yang berada di luar jangkauan inderanya bahkan yang mungkin jauh dari lingkungan sekitarnya, ini berarti memmenolong mengembangkan wawasan anak.
e. Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana kekerabatan yang erat sesuai dengan tahap perkembangannya, anak usia Taman Kanak-kanak senang mendengarkan kisah terutama apabila gurunya menyajikannya dengan menarikdanunik.
f. Memmenolong perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif dan efesien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
2.2.8 Tehnik Bercerita dengan Gambar
Kegiatan menceritakan dengan gambar sanggup memakai gambar lepas atau 1 gambar atau gambar seri terdiri 2-4 gambar yang meluruskan jalan kisah dengan ukuran tertentu dan tehnik sebagai diberikut (Dhieni et al, 2005: 6.28):
a. Kegiatan menceritakan dengan gambar lepas atau 1 gambar.
1) Ketentuan kegiatan menceritakan dengan gambar lepas atau 1 gambar:
a) Judul kisah singkat dan menarikdanunik bagi anak didik.
b) Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang ada di lingkungan anak.
c) Menggunakan gaya bahasa anak.
d) Gambar dibentuk dalam ukuran 1 karton 60×60 cm.
e) Gambar menggambarkan tokoh yang sedang bereaksi, ialah hal yang menarikdanunik dari satu cerita.
f) Gambar dibentuk sesuai dengan tahap perkembangan anak.
g) Gambar didiberi warna yang menarikdanunik dan tidak mengaburkan imajinasi anak.
h) Isi kisah ditulis pada serpihan belakang gambar.
2) Langkah-langkah pelaksanaan:
a) Anak mengatur posisi duduknya.
b) Anak memperhatikan guru menyiapkan alat peraga.
c) Anak termotivasi mendengarkan cerita.
d) Anak didiberi peluang memdiberi judul cerita.
e) Anak melengkapi judul kisah dari anak.
f) Anak mendengarkan kisah guru sambil memperhatikan gambar yang guru perlihatkan.
g) Sesudah selesai menceritakan, anak mempersembahkan kesimpulan isi cerita.
h) Guru melengkapi kesimpulan wacana isi kisah dari anak.
3) Evaluasi:
Sesudah selesai menceritakan, guru bertanya wacana isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memdiberi peluang pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
Sesudah selesai menceritakan, guru bertanya wacana isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memdiberi peluang pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
b. Kegiatan menceritakan dengan gambar memakai 2 gambar.
1) Ketentuan kegiatan menceritakan dengan gambar memakai 2 gambar:
a) Judul kisah singkat dan menarikdanunik bagi anak didik.
b) Ada jilid cerita.
c) Menggunakan gaya bahasa anak.
d) Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan, sosialisasi dan lingkungan anak.
e) Isi kisah kesatu dan kedua berkaitan.
f) Gambar dibentuk pada karton, berukuran 50×30 cm, sebanyak 2 lembar, antara gambar kesatu dan kedua didiberi lakban/benang supaya praktis pada dikala membalikkan gambar.
g) Gambar didiberi warna yang menarikdanunik dan tidak mengaburkan imajinasi anak.
h) Gambar 1 menggambarkan situasi tokoh sedang bereaksi pertama suatu cerita.
i) Gambar 2 menggambarkan situasi tokoh sedang bereaksi di selesai cerita.
j) Isi kisah ditulis pada serpihan belakang jilid.
2) Langkah-langkah pelaksanaan:
a) melaluiataubersamaini bimbingan tenaga pendidik, anak mengatur posisi duduknya.
b) Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada dikala menyiapkan alat peraga.
c) Peserta didik termotivasi untuk mendengarkan kisah tenaga pendidik.
d) Peserta didik didiberi peluang mempersembahkan judul cerita.
e) Tenaga pendidik memdiberi tahu judul cerita.
f) Tenaga pendidik menceritakan sambil memegang gambar dan memperlihatkannya pada peserta didik .
g) Sesudah selesai menceritakan, tenaga pendidik mempersembahkan kesimpulan.
3) Evaluasi:
Sesudah selesai menceritakan, tenaga pendidik bertanya wacana isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memdiberi peluang pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
Sesudah selesai menceritakan, tenaga pendidik bertanya wacana isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memdiberi peluang pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
c. Kegiatan menceritakan dengan gambar memakai 3 gambar.
1) Ketentuan kegiatan menceritakan dengan gambar memakai 3 gambar:
a) Judul kisah singkat dan menarikdanunik bagi peserta didik .
b) Ada jilid cerita.
c) Menggunakan gaya bahasa peserta didik
d) Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan, sosialisasi dan lingkungan peserta didik
e) Isi berurutan dan berkaitan dari gambar kesatu hingga dengan ketiga.
f) Gambar dibentuk pada karton berukuran 30×25 cm sebanyak 3 lembar, antara gambar ke-1, ke-2, ke-3 didiberi lakban supaya praktis pada dikala membalikkan gambar.
g) Gambar didiberi warna yang menarikdanunik dan tidak mengaburkan imajinasi peserta didik
h) Gambar kesatu menggambarkan situasi tokoh yang sedang bereaksi, di pertama cerita.
i) Gambar kedua menggambarkan situasi tokoh di tengah cerita.
j) Gambar ketiga yaitu gambar selesai sebuah cerita.
k) Isi kisah sanggup ditulis pada serpihan belakang jilid
2) Langkah-langkah pelaksanaan:
a) melaluiataubersamaini bimbingan tenaga pendidik, peserta didik mengatur posisi duduknya.
b) Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada dikala menyiapkan alat peraga.
c) Peserta didik termotivasi untuk mendengarkan kisah tenaga pendidik.
d) Peserta didik didiberi peluang mempersembahkan judul cerita.
e) Peserta didik mendengarkan kisah tenaga pendidik dan memperhatikan gambar yang diperlihatkan oleh tenaga pendidik.
f) Anak mendengarkan tenaga pendidik menceritakan secara berurutan sesuai gambar yang dipegang ke-1, ke-2, dan ke-3 pada dikala kisah gambar kesatu gambar kedua dan ketiga tidak diperlihatkan, begitupun ketika menceritakan ke-2 gambar ke-1 tidak diperlihatkan.
g) Sesudah selesai menceritakan seluruh gambar dari ke-1 hingga dengan ke-3 diperlihatkan kepada peserta didik.
h) Peserta didik didiberi peluang untuk memdiberi kesimpulan isi cerita.
i) Tenaga pendidik melengkapi kesimpulan kisah peserta didik.
3) Evaluasi:
Sesudah selesai menceritakan, tenaga pendidik bertanya wacana isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memdiberi peluang pada satu atau dua orang peserta didik untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
Sesudah selesai menceritakan, tenaga pendidik bertanya wacana isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memdiberi peluang pada satu atau dua orang peserta didik untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
d. Kegiatan menceritakan dengan gambar memakai 4 gambar.
1) Ketentuan kegiatan menceritakan dengan gambar memakai 4 gambar:
a) Judul kisah singkat dan menarikdanunik bagi peserta didik didik.
b) Ada jilid cerita.
c) Menggunakan gaya bahasa peserta didik.
d) Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan, sosialisasi dan lingkungan peserta didik.
e) Isi berurutan dan berkaitan dari gambar kesatu hingga dengan keempat.
f) Gambar dibentuk pada karton berukuran 30×25 cm sebanyak 4 lembar, antara gambar ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 didiberi lakban supaya praktis pada dikala membalikkan gambar.
g) Gambar didiberi warna yang menarikdanunik dan tidak mengaburkan imajinasi peserta didik.
h) Gambar kesatu menggambarkan situasi tokoh yang sedang bereaksi pada pertama suatu cerita.
i) Gambar kedua menggambarkan situasi tokoh dalam kisah sedang bereaksi pada proses isi cerita.
j) Gambar ketiga menggambarkan situasi tokoh dalam kisah yang memberikan ke selesai cerita.
k) Gambar keempat menggambarkan situasi tokoh dalam selesai cerita.
l) Isi kisah ditulis pada serpihan belakang jilid.
2). Langkah-langkah pelaksanaan:
a) melaluiataubersamaini bimbingan tenaga pendidik, peserta didik mengatur posisi duduknya.
b) Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada dikala menyiapkan alat peraga.
c) Anak termotivasi untuk mendengarkan kisah tenaga pendidik.
d) Pesrerta didik didiberi peluang mempersembahkan judul cerita.
e) Peserta didik mendengarkan kisah tenaga pendidik dan memperhatikan gambar yang diperlihatkan oleh tenaga pendidik.
f) Anak mendengarkan tenaga pendidik menceritakan secara berurutan sesuai gambar yang dipegang ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 pada dikala kisah gambar kesatu gambar ke-1 dan ke-3 tidak diperlihatkan, begitupun ketika menceritakan ke-2 gambar ke-1 tidak diperlihatkan.
g) Sesudah selesai menceritakan seluruh gambar dari ke-1 hingga dengan ke-4 diperlihatkan kepada peserta didik.
h) Peserta didik didiberi peluang untuk memdiberi kesimpulan isi cerita.
i) Tenaga pendidik melengkapi kesimpulan kisah peserta pendidik.
3). Evaluasi:
Sesudah selesai menceritakan, tenaga pendidik bertanya wacana isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memdiberi peluang pada satu atau dua orang peserta didik untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
2.2.9 Kegiatan Bercerita di Sekolah
Untuk menyajikan secara menarikdanunik, diharapkan beberapa persiapan, mulai dari memilih jenis cerita, menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga penyajian cerita. Menurut Tampubolon, (1991 : 11) persiapan kegiatan menceritakan dan penjelasannya sebagai diberikut:
a. Memilah dan menentukan materi cerita
Diantara banyak sekali jenis cerita, kisah wacana pengalaman seseorang dan faktor tradisional ialah sumber kisah terbaik bagi anak-anak.
b. Jenis cerita
Dalam acara pembelajaran di TK, kisah sanggup digolongkan menjadi tiga, yakni kisah untuk acara inti, kisah untuk acara pembuka, dan kisah untuk tujuan rekreasi pada selesai program. Cerita untuk acara inti, digunakan dalam kegiatan inti kisah ini disampaikan oleh peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya kisah wacana Bebek si jelek rupa. Cerita ini menggambarkan seujung angsa yang jelek rupanya, tetapi hatinya baik, suka menolong dan sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, tenaga didik ingin menanamkan rasa saling tolong menolong, tidak membeda-bedakan kawan. Cerita untuk acara pembuka dan penutup, disampaikan pada kegiatan inti dan epilog yang memberikan yaitu anak, seorang pesrta didik spesialuntuk mempersembahkan stimulasi, contohnya dalam kegiatan membuatkan kisah wacana pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan kisah untuk tujuan rekreasi pada selesai program, kisah ini disampaikan oleh anak setelah liburan sekolah. Untuk jenis kisah anak yang banyak disukai yaitu kisah fable lantaran anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
c. Pengelolaan kelas untuk menceritakan
Pengelolaan kelas ialah upaya dalam mendayagunakan potensi kelas pengelolaan kelas dengan baik seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kelas Tampubolon, (1991 : 29) yang terdiri: “Pengorganisasian siswa, penugasan kelas, disiplin kelas dan pembimbingan siswa”.
Adapun penjelasannya sebagai diberikut:
1) Pengorganisasian siswa
Bentuk pengelompokan belum dewasa yang akan dilibatkan atau diajak diberinteraksi dalam penceritaan terlebih lampau guna mengetahui kekerabatan sosial antar peserta didik dalam kelas.
2) Penugasan kelas
Dalam kegiatan menceritakan, penugasan kelas sanggup dilakukan dengan meminta belum dewasa untuk mencari tokoh utama dalam kisah mengingatnya dan sebut kembali sifat-sifatnya. Tentunya tugas tersebut dikomunikasikan terlebih lampau sebelum penceritaan berlangsung.
3) Disiplin kelas
Dalam kegiatan menceritakan di TK, bentuk-bentuk disiplin kelas tentu harus diubahsuaikan dengan karakteristik anak usia dini. Dalam melaksanakan peceritaannya seorang peserta didik tetap perlu menenangkan anakdidiknya untuk mendengarkan pesan melalui ceritanya. Proses menenangkan anakdidik perlu dilakukan dengan cara mendidik, tidak disertai dengan bahaya dilakuan dengan mengikat perhatian mereka melalui kisah yang disajikan dengan menarikdanunik sehingga tidak membuat anak sibuk sendiri.
4) Pembimbingan siswa
Dalam kegiatan menceritakan, bimbingan yang diharapkan sanggup berbentuk pemdiberian informasi sejelas-jelasnya wacana proses dan tujuan kisah yang akan disampaikan serta kemungkinan permasalahan yang muncul dalam memahami pembelajaran yang akan diikutinya.
d. Pengelolaan tempat untuk menceritakan
Banyak cara pengelolaan tempat untuk menceritakan berdasarkan Tampubolon, (1991:17) yang terdiri dari: “penataan tempat untuk menceritakan, posisi media, penataan ruang kisah dan taktik penyampaian kisah untuk anak”.
Adapun penjelasannya sebagai diberikut:
1) Penataan tempat untuk menceritakan
Tempat duduk sisa dalam kegiatan menceritakan perlu mendapat perhatian yang fokus. Sebab tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu yaitu interaksi tenaga pendidik dan siswa, karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran yang digunakan dalam penceritaan.Oleh karena, itu tempat duduk siswa sangat kuat dalam keberhasilan kegiatan menceritakan. Aktifitas menceritakan tidak harus dilakukan didalam kelas, kegiatan menceritakan sanggup dilakukan dimanapun asal memenuhi kriteria kemembersihkanan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak sedikit, menceritakan sanggup dilakukan diberbagai tempat ibarat di teras, di bawah pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut sanggup menampung tiruana peserta didik, teduh, membersihkan dan aman. Apabila jumlah anak relatif banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas. Ruang kelas ialah tempat yang paling representative (memenuhi persyaratan) yang lebih baik lagi apabila kisah yang disampaikan ditempat yang berkaitan.
2) Posisi media
Penempatan dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi prioritas bahwa tiruana media yang akan digunakan praktis dijangkau oleh tenaga pendidik sehingga tidak mengganggu proses penceritaan. Aspek lain yang perlu diperhatikan yaitu keselamatan media terhadap kemungkinan gangguan yang muncul berasal dari anakdidik-anakdidik sendiri. Untuk itu yang perlu dilakukan yaitu peraturan akan peserta didik, tenaga pendidik dan media dengan baik.
3) Penataan Ruang Cerita
Kegiatan menceritakan di Taman Kanak-kanak sanggup dilakukan dimana saja. Pelaksanaanya sanggup dilakukan didalam maupun diluar kelas. Jika penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka kelas perlu dtata untuk mempersembahkan kontribusi penceritaan. Penataan tersebut mencakup ventilasi, tata cahaya dan tata warna. Sedangkan penataan yang dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan ibarat kesesuaian tuntutan cerita, keamanan dan kenyamanan.
e. Strategi Penyampain kisah untuk peserta didik
Kegiatan menceritakan di sekolah sanggup dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya dipersiapkan terlebih lampau, tidak spesialuntuk itu saja kiprah seorang tenaga pendidik disini juga sangat berperan penting, untuk mempersembahkan suasana yang sangat senang supaya peserta didik dalam mendengarkan kisah atau menceritakan dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya berguru di Taman Kanak-kanak itu berguru sambil bermain. Oleh lantaran itu seorang tenaga pendidik harus mempunyai metode yang sempurna dalam memberikan kegiatan menceritakan, taktik tersebut Tampubolon, (1991 : 18) yang terdiri dari: ”strategi storytelling, taktik reproduksi kisah dan taktik simulasi kreatif.”
Adapun penjelasannya sebagai diberikut:
1) Strategi Storytelling
Straregi Storytelling ialah penceritaan kisah yang dilakukan secara terjadwal dengan memakai boneka, atau benda-benda visual, metode ini bertujuan untuk menghasilkan kemampuan berbahasa peser5ta didik. Penggunaan metode ini dibutuhkan untuk melatih dan membentuk ketrampilan berbicara, pengembangkan daya nalar, dan pengembanangkan imajinasi peserta didik. Metode ini contohnya ibarat metode sandiwara boneka, metode bermain peran, metode bercakap-cakap dan metode tanya jawaban.
2) Strategi Reproduksi Cerita
Strategi reproduksi kisah yaitu kegiatan berguru mengajar menceritakan kembali kisah yang didengar. Tujuan kegiatan ini sama dengan tujuan straregi Storytelling. Strategi ini dimulai setelah guru menceritakan,kemudian anak diminta menceritakan kisah itu sesuai dengan daya tangkap anak.
3) Strategi Simulasi Kreatif
Strategi simulasi kreatif dilaksanakan untuk memanipulasi kegiatan berguru sambil bermain dari penggalan obrolan kisah atau bermain kiprah membawakan tokoh-tokoh dalam cerita.
2.3 Pembahasan wacana Motivasi Belajar
2.3.1 Pengertian Motivasi Belajar
Dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan belajar, ibarat yang sudah saya bahas dalam tulisan terlampau, bahwa kelangsungan dan keberhasilan proses berguru mengajar bukan spesialuntuk dipengaruhi oleh faktor intelektual saja, melainkan juga oleh faktor-faktor nonintelektual lain yang tidak kalah penting dalam menentukan hasil berguru seseorang, salah satunya yaitu kemampuan seseorang siswa untuk memotivasi dirinya. Mengutip pendapat Daniel Goleman (2004: 44), kecerdasan intelektual (IQ) spesialuntuk menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% yaitu sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya yaitu kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, lantaran adanya motivasi mendorong semangat berguru dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Motivasi ialah syarat mutlak dalam belajar; seorang siswa yang berguru tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil dengan terbaik.
Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan kekerabatan hirarkhis dan banyak sekali kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama ialah dasar untuk timbul kebutuhan diberikutnya. Jika kebutuhan pertama sudah terpuaskan, barulah insan mulai ada keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu akan timbul kebutuhan yang tumpang tindih, contohnya yaitu orang ingin makan bukan lantaran lapar tetapi lantaran ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tesebut tidak akan muncul lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu spesialuntuk untuk sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan akan termotivasi untuk melaksanakan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut (Maslow, 1954).
Dalam implikasinya pada dunia belajar, siswa atau pelajar yang lapar tidak akan termotivasi secara penuh dalam belajar. Sesudah kebutuhan yang bersifat fisik terpenuhi, maka meningkat pada kebutuhan tingkat diberikutnya yaitu rasa aman. Sebagai pola yaitu seorang siswa yang merasa terancam atau dikucilkan baik oleh siswa lain mapun gurunya, maka ia tidak akan termotivasi dengan baik dalam belajar. Ada kebutuhan yang disebut harga diri, yaitu kebutuhan untuk merasa dipentingkan dan dihargai. Seseorang siswa yang sudah terpenuhi kebutuhan harga dirinya, maka beliau akan percaya diri, merasa berharga, marasa kuat, merasa mampu/bisa, merasa berkhasiat dalam didupnya. Kebutuhan yang paling utama atau tertinggi yaitu kalau seluruh kebutuhan secara individu terpenuhi maka akan merasa bebas untuk menampilkan seluruh potensinya secara penuh. Dasarnya untuk mengaktualisasikan sendiri mencakup kebutuhan menjadi tahu, mengerti untuk memuaskan aspek-aspek kognitif yang paling mendasar.
Tenaga pendidik sebagai seorang pendidik harus tahu apa yang diinginkan oleh para sisiwanya. Seperti kebutuhan untuk berprestasi, lantaran setiap siswa mempunyai kebutuhan untuk berprestasi yang tidak sama satu sama lainnya. Tidak sedikit siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang rendah, mereka cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi berguru yang tinggi. Meskipun banyak juga siswa yang mempunyai motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Siswa mempunyai motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal dari dalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras baik dalam diri sendiri maupun dalam bersaing dengan siswa lain.
Peserta didik yang hadir ke sekolah mempunyai banyak sekali pemahaman wacana dirinya sendiri secara keseluruhan dan pemahaman wacana kemampuan mereka sendiri khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu wacana dirinya sebagai insan dan wacana kemampuan dalam menghadapi lingkungan. Ini ialah cap atau label yang dimiliki siswa wacana dirinya dan kemungkinannya tidak sanggup dilihat oleh tenaga pendidik namun sangat mempengaruhi kegiatan berguru siswa. Gambaran itu mulai terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan mitra sebaya maupun orang cerdik balig cukup akal lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
Berdasarkan pandangan di atas sanggup diambil pengertian bahwa peserta didik hadir ke sekolah dengan gambaran wacana dirinya yang sudah terbentuk. Meskipun demikian adanya, tenaga pendidik tetap sanggup mempengaruhi mapun membentuk gambarang siswa wacana dirinya itu, dengan tujuan supaya tercapai gambarang wacana masing-masing siswa yang lebih positif. Apabila seorang tenaga pendidik suka mengKoreksi, mencela, atau bahkan merendahkan kemampuan siswa, maka siswa akn cenderung menilai diri mereka sebagai seorang yang tidak bisa berprestasi dalam belajar. Hal ini berlaku terutama bagi belum dewasa Taman Kanak-kanak atau SD yang masih sangat muda. Akibatnya minat berguru menjadi turun. Sebaliknya kalau guru mempersembahkan penhargaan, bersikap mendukung dalam menilai prestasi siswa, maka lebih besar kemungkinan siswa-siswa akan menilai dirinya sebagai orang yang bisa berprestasi. Penghargaan untuk berprestasi ialah dorongan untuk memotivasi siswa untuk belajar. Dorongan intelektual yaitu keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat, sedangkan dorongan untuk mencapai kesuksesan termasuk kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk berprestasi.
Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Motivasi yaitu sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu:
a. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi
b. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal)
c. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Dari uraian di atas terang kiranya bahwa motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motivasinya. Kaprikornus motivasi itu sangat berkhasiat bagi tindakan atau perbuatan seseorang. Penjelasan terkena fungsi-fungsi motivasi adalah:
a. Mendorong insan untuk bertindak/berbuat. Motivasi berfungsi sebagai pengerak atau motor yang mempersembahkan energi/kekuatan kepada seseorang untuk melaksanakan sesuatu.
b. Menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Makin terang tujuan itu, makin terang pula jalan yang harus ditempuh.
c. Menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaa bagi tujuan. (Ngalim Purwanto, 2002: 71)
2.3.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Terdapat dua aspek dalam teori motivasi berguru yang dikemukakan oleh Santrock (2007), yaitu:
a. Motivasi ekstrinsik,
Yaitu melaksanakan sesuatu untuk mendapat sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal ibarat imbalan dan hukuman. Misalnya, anakdidik berguru keras dalam menghadapi ujian untuk mendapat nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif supaya mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya yaitu mengontrol sikap siswa, dan mengandung informasi wacana penguasaan keahlian.
b. Motivasi intrinsik,
Yaitu motivasi internal untuk melaksanakan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, anakdidik berguru menghadapi ujian lantaran beliau senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk berguru dikala mereka didiberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan digunakan untuk kontrol, contohnya guru mempersembahkan kebanggaan kepada siswa.
Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal.
Dalam pandangan ini, anakdidik ingin percaya bahwa mereka melaksanakan sesuatu lantaran kemauan sendiri, bukan lantaran kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat kalau mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung balasan personal atas pembelajaran mereka.
2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal.
Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa bisa dan berserius penuh dikala melaksanakan suatu acara serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu susah tetapi juga tidak terlalu gampang.
Lalu bagaimanakan cara untuk meningkatkan motivasi peserta didik agar mereka mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, khususnya bagi mereka yang mempunyai motivasi rendah dalam berprestasi. Ada beberapa taktik yang bisa digunakan oleh tenaga pendidik untuk menumbuhkan motivasi berguru peserta didik, sebagai diberikut:
a. Menjelaskan tujuan berguru ke peserta didik
Pada permulaan berguru mengajar hendaknya seorang guru pertanda terkena Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup hingga di situ saja, tapi guru juga bisa mempersembahkan klarifikasi wacana pentingnya ilmu yang akan sangat berkhasiat bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin terang tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
b. Hadiah
Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih ulet dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang sudah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menjadikan rasa senag pada anakdidik, lantaran merasa dihargai lantaran prestasinya. Kecuali pada setiap selesai semester, guru bisa mempersembahkan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.
c. Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang sudah dicapai sebelumnya.
d. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk didiberikan penghargaan atau pujian. Tentunya kebanggaan yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “diberi tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu engkau bisa…”.
e. Hukuman.
Hukuman didiberikan kepada peserta didik yang berbuat kesalahan dikala proses berguru mengajar. Hukuman ini didiberikan dengan harapan supaya peserta didik tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, ibarat menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuman. Hendaknya tidakboleh yang bersifat fisik, ibarat menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini terang akan menganggu psikis peserta didik.
f. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya yaitu dengan mempersembahkan perhatian terbaik ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan spesialuntuk kiprah guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi ialah kewajiban setiap guru, sebagai orang yang sudah dipercaya orang bau tanah siswa untuk mendidik anak mereka.
g. Membentuk kebiasaan berguru yang baik
Ajarkan kepada siswa cara berguru yang baik, entah itu ketika siswa berguru sendiri maupun secara kelompok. melaluiataubersamaini cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
h. Memmenolong kesusahan berguru anak didik secara individual maupun kelompok.
Ini bisa dilakukan ibarat pada nomor 6.
i. Menggunakan metode yang bervariasi
Guru hendaknya menentukan metode berguru yang sempurna dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting yaitu bisa menampung tiruana kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa mempunyai tingkat intelegensi yang tidak sama-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang spesialuntuk butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit gres ia bisa mencerna materi. Itu pola gampangnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi berguru siswa.
j. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
Baik itu media visual maupun audio visual.
2.3.3 Indikator dan Instrumen Motivasi Belajar
Motivasi yang bekerja dalam diri individu mempunyai kekuatan yang
tidak sama–beda. Ada motif yang begitu kuat sehingga menguasai motif–motif lainnya. Motif yang paling kuat yaitu motif yang menjadi sebab
uatama tingakh laris individu pada dikala tertentu. Motif yang lemah hampir
tidak mempunyai imbas pada tingkah laris individu. Motif yang kuat
pada suatu dikala akan menjadi sangat lemah lantaran ada motif lain yang lebih
kuat pada dikala itu.
tidak sama–beda. Ada motif yang begitu kuat sehingga menguasai motif–motif lainnya. Motif yang paling kuat yaitu motif yang menjadi sebab
uatama tingakh laris individu pada dikala tertentu. Motif yang lemah hampir
tidak mempunyai imbas pada tingkah laris individu. Motif yang kuat
pada suatu dikala akan menjadi sangat lemah lantaran ada motif lain yang lebih
kuat pada dikala itu.
Untuk mengetahui kekuatan motivasi berguru siswa, sanggup dilihat dari beberapa indikator sebagai diberikut :
a. Kuatnya kemauan untuk berbuat
b. Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar
c. Kerelaan meninggalkan kewajiban atau kiprah yang lain
d. Ketekunan dalam mengerjakan tugas
Kemudian untuk mengetahui apa saja kisi-kisi instrumen motivasi belajar peserta didik, sanggup dilihat dari beberapa instrumennya sebagai diberikut :
a. Hasrat dan keinginan untuk berhasil.
b. Dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
c. Harapan dan harapan masa depan.
d. Penghargaan dalam belajar.
e. Kegiatan yang menarikdanunik dalam belajar
f. Lingkungan berguru yang kondusif