Membaca Tulisan Dahlan Iskan: Profesor Jangkung Pembina Ahli Indonesia
Pada Senin, 28 Maret 2016, Tokoh Media yang juga mantan menteri di periode SBY, Dahlan Iskan menulis kisah perjalanannya ke Australia yang bertemu dengan profesor yang hebat Indonesia. Namanya, Prof Davit T. Hill spesialis media dan selalu mengamati Indonesia khususnya dari segi medianya sekaligus dari segi sastranya.
Ada kata-kata Prof Hill yang sangat menarikdanunik yang dikutip oleh Dahlan Iskan. Bagaimana mau memahami Indonesia bila kita tidak mengerti bahasanya? Ini pertanyaan Prof Hill kepada dewan legislatif Australia. Pertanyaan ini pula yang menyebabkan tokoh Partai Buruh Australia mau berguru bahasa Indonesia bahkan berani berpidato dalam bahasa Indonesia.
Yang juga menarikdanunik dalam goresan pena itu, Dahlan Iskan makan malam bersama dengan Prof Hill dan tiga orang lain yang menjadi bimbingan Prof Hill yang sedang menuntaskan disertasi ihwal Indonesia. Dalam pertemuan tersebut disahkan spesialuntuk memakai bahasa Indonesia ketika berkomunikasi. Bayangkan orang-orang Australia, para hebat justru, bahkan bersepakat untuk memakai bahasa Indonesia.
Dari kutipan ini, sanggup kita ketahui bahwa untuk sanggup memahami sebuah bangsa kita harus memahami bahasanya terlebih lampau. Bukankah ada kredo, bahasa mengatakan bangsa? Yang lebih penting lagi, kita sendiri sebagai bangsa Indonesia belum sanggup memahami bangsa Indonesia sebab masih belum sanggup memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk menjadi bangsa Indonesia yang baik kita harus memahami bangsa Indonesia. Untuk memahami bangsa Indonesia kita harus sanggup memahami dan memakai bahasa Indonesia.
Ada lagi pecahan goresan pena Dahlan Iskan ini dalam bahasa Indonesia yang membuat saya bangga. Yaitu, dongeng ihwal Prof Hill yang sedang membaca novel karya sastrawan muda Indonesia berjudul Manusia Harimau yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Man Tiger. Sastrawan muda tersebut berasal dari Pangandaran, berjulukan Eka Kurniawan disebut-sebut sebagai salah satu sastrawan besar 70 tahun setelah Pramoedya Ananta Toer. Novel lain Eka Kurniawan yang berjudul Cantik Itu Luka (dalam bahasa Inggris: Beurty Is a Wound). Bahkan sudah diterjemahkan dalam Jepang dan 23 bahasa lainnya.
Karya-karya Eka Kurniawan ini masuk dalam 100 buku terbaik dunia versi The New York Times dan Cantik Itu Luka mendapat penghargaan World Readers Award 2016. Penghargaan ini setingkat di bawah Nobel.
Novel-novel tersebut juga dibaca oleh para hebat yang memang mengerti ihwal Indonesia. Maka dari itu para pembelajar bahasa dan sastra Indonesia harus bangga, dan mengusahakan untuk sanggup Membaca Manusia Harimau dan Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan ini. Harus!
Wes pokoke hebring polpolan. Bangga dengan bahasa Indonesia, Bangga dengan Sastra Indonesia, dan Bangga dengan Indonesia!!!