Sifat Bahasa Yang Arbitrer Alias Manasuka

Sifat Bahasa yang Arbitrer alias Manasuka

Pengertian

Arbitrer sanggup dimaknai dengan manasuka atau terserah bahkan sanggup disebut sekenanya. Maksudnya, masing-masing bahasa (kata) terbentuk tidak menurut sistem dan proses yang baku dan sama.

Proses pembentukan istilah dalam suatu bahasa ada kalanya melalui proses pengambilan dari bunyi, proses adonan istilah sehingga melahirkan istilah baru, atau bahkan proses yang tidak diketahui prosesnya.

 misal

Misalnya nama binatang yang disebut Tokek
. Hewan yang seolah-olah dengan cecak dan bersuara nyaring ini dalam tiga bahasa tempat mempunyai perbedaan. Dalam bahasa Jawa disebut Tekek, dalam bahasa Madura disebut Tekok, dan dalam bahasa Sunda disebut Tokek , mungkin bahasa Indonesia menyerapnya dari bahasa Sunda. Sebenarnya,  nama binatang tersebut dalam bahasa tempat di atas tidak sama namun abjad pembentuknya sama. Hal ini disebabkan lantaran telinga orang Jawa, Madura, dan Sunda, tidak sama saat mendengarkan bunyi tokek yang berbunyi. Untuk membuktikan, coba saja tirukan bunyi tokek dan usahakan semirip mungkin. Tiga nama tersebut (tokek, tekek, dan tekok) niscaya bunyinya sama, dengan catatan: pengutamaan pada suku kata pertama.

Tok.... keeeek
Tek.... keeeek
Tek.... kooook

Rasakan dan bedakan, niscaya kecenderungannya sama.

Nah, proses pembentukan istilah di atas yaitu melalui bunyi yang dihasilkan. Proses pembentukan istilah yang seolah-olah di atas yaitu penamaan (pembentukan istilah) kentongan, gong, kendang, kresek, angklung. Masing-masing istilah tersebut terbentuk lantaran tiruan bunyi yang dihasilkan. Kresek yaitu penyebutan (istilah) lain dari tas plastik. Penamaan ini berasal dari penutur Jawa. Kantong plastik disebut kresek karena bunyinya saat dipegang kemeresek.

Ada pula istilah yang dibuat melalui proses penggabungan kata yang kemudian menjadi istilah baru. misal: matahari yang dalam bahasa Ingris yaitu sun dan dalam bahasa Arab disebut Samsun, mungkin bahasa Inggris menyerap bunyi bahasa Arab ya?

Istilah matahari tidak menyerap dari bahasa abnormal maupun bahasa tempat nusantara. Dalam bahasa Jawa matahari disebut serngenge/ srengenge. Bahasa Indonesia membentuk istilah gres dengan menggabungkan mata dan hari. Mungkin istilah tersebut dibuat lantaran adanya matahari spesialuntuk pada siang hari, dan sanggup menyinari sehingga insan sanggup melihat dengan jelas. Bisa jadi jikalau sebelumnya tidak ada istilah bulan, mungkin akan ada istilah matamalam. Ini sejalan dengan konsep manasuka atau arbitrer.

Selain dari proses tiruan bunyi benda dan adonan kata, istilah dalam bahasa Indonesia (juga dalam bahasa-bahasa lainnya) juga dibuat dengan sekenanya. misal dalam bahasa Indonesia dikenal istilah air untuk menyebut benda cair dengan lambang kimia H2O. Istilah air bukan serapan sekaligus bukan pembentukan dari tiruan bunyi.  Mengapa disebut air? tidak sanggup dijelaskan asal undangan kata tersebut. Sama halnya dengan bahasa lain. Misalnya kata meja dalam bahasa Indonesia, mungkin masih sanggup dirunut ialah serapan dari bahasa Jawa: Mejo. Tetapi saat dirunut mengapa dalam bahasa Jawa disebut mejo tidak sanggup dirunut dari mana asalnya dan bagaimana proses pembentukan istilahnya.  Ini juga yang disebut dengan arbitrer atau manasuka.

Ke-arbitrer-an bahasa tidak liar sepenuhnya. Konsep terserah yang terkandung dalam sebuah bahasa dibatasi dengan konsep konvensional atau janji bersama. Yang dimaksud konvensional yaitu menjadi janji bersama, mempunyai konsep yang sama wacana istilah tersebut. Orang jawa mengerti yang disebut banyu adalah air dalam bahasa Indonesia, sedangkan bayu adalah angin dalam bahasa Indonesia. Karena sudah setuju maka sanggup dimengerti oleh penutur dan petutur (antara yang mengucapkan dan yang mendengar). Sementara itu, antara masyarakat bahasa Inggris dan masyarakat bahasa Indonesia tidak sepakat. misal meskipun penulisannya sama, kedua penutur bahasa tersebut (Inggris - Indonesia) tidak saling memahami kata: air dalam bahasa masing-masing.


Silakan arbitrer dalam hidup, tetapi sebagai makhluk sosial kita juga harus mengkonvensionalkan sifat kita supaya sanggup diterima oleh masyarakat.
close