Bagaimana cara menentukan pertama bulan berkat dan pertama lebaran idulfitri? Teknik menentukan dan mengetahui pertama bulan berkat yang paling simpel yakni nonton televisi. Lihat diberita. Sidang isbat dari pemerintah melalui kementerian agama, di situ niscaya ditentukan. Kapan mulai puasa. Sesederhana itu. Ini bagi kita yang awam dan untuk masa kini, saat media sudah sangat simpel diakses. Informasi sanggup diketahui dengan cepat.
Kalau doloe, sebelum ada televisi dan media lainnya. Untuk menentukan pertama puasa bagi orang awam. cepatdangampang. Ikuti saja para kiai di sekitar. Misalnya kiainya bilang rabu ya sudah. Puasanya rabu.
Nah, para ulama dan kiai itu mempunyai cara tersendiri dalam menentukan pertama puasa. Ada yang memakai hisab, ada yang memakai hisab-rukyat. Jadi, pertolongannya begitu. Ada hisab. Ada hisab-rukyat. Tidak ada yang rukyat tanpa hisab.
Teknik hisab sama artinya dengan menghitung. Kaprikornus dihitung garis edarnya bulan, waktu peredarannya, sehigga diketahui secara teoretis bahwa, bulan ada di sini dengan ketentuan tinggi sekian derajat.
Teknik hisab-rukyat yang lebih sering disebut rukyatul hilal atau metode rukyah, secara harfiah artinya melihat. Dilihat dalam arti sebenarnya. Menggunakan alat indera pengelihatan, yaitu mata. Nah, untuk sanggup melihat dengan sempurna yang kini dimenolong oleh teropong. Tetap harus menguasai ilmu hisab doloe. Ilmu hitung. Karena dalam menentukan posisi, waktu, dan sudut pengamatan atau rukyah, harus dipastikan secara spesifik.
Jadi, metode hisab ibarat yang sudah digambarkan di atas ialah penerapan ilmu astronomi. Dalam istilah pesantrennya disebut ilmu falak. Di NU bahkan ada forum khusus yang membidangi ini. Yaitu Lajnah Falakiyah. Biasanya pesantren-pesantren besar juga mempunyai forum falakiyah sendiri.
Jika dibandingkan, antara hisab saja dan hisab-rukyah. Rukyah ini lebih manusiawi. Maksudnya, dalam pelaksanaannya rukyah ini sangat dipengaruhi oleh fenomena alam. Bukan berarti orang yang melaksanakan metode rukyah tidak jago hisab.
Masing-masing penerapan metode mempunyai dasar. Tapi, pengguaan metode rukyat menawarkan ikhtiar yang lebih dan kepasrahan yang lebih. Tentu ini berdasarkan aku. Betapa tidak. Ketika secara hisab, sudah diketahui bahwa hilal masih belum wujud tetap melaksanakan pengamatan. Karena mengamati fenomena alam juga ialah ibadah. Untuk menerima ilmu pengetahuan. Untuk menerima citra nyata, bahwa insan sangat kecil dibanding semesta.
Jika pun misalnya, secara teori hisab diyakini hilal sudah wujud, tapi metode rukyah harus tetap melaksanakan pengamatan. Jika di seluruh Indonesia mendung atau berkabut, maka tidak tampaklah hilal. Tetap dianggap tidak tampak. Berarti belum masuk ramadan. Begitu cara penentuannya. Apakah ini cari yummy sendiri. Tentu tidak. Repot kok melaksanakan pengamatan. Harus menuju kawasan strategis, biasanya di tepi pantai, di perbukitan, di gedung tinggi. Bawa-bawa teropong dan alat-alat lain segala.
Mau ikut yang mana? Terserah. Bahkan tidak ikut yang mana-mana pun juga terserah. Hehehe.
Dalam khasanah budaya Jawa, juga dikenal penentuan pertama bulan berkat dan pertama Sypertama dengan hitungan Aboge. Aboge yakni nama yang diambil dari salah satu penyebutan tahun dalam metode hisab yang dihubungkan dan khasanah pengetahuan Jawa. Saya sebut ini yakni metode yang keren hasil temuan pemikir di masanya yang sanggup membumikan islam, astronomi (falakiyah), di tanah Jawa.
Betapa tidak, ilmu falakiyah yang susah (tidak tiruana pesantren mengajarkan ilmu falak) dan kampuspun jarang jurusan astronomi, dibentuk sederhana dengan urutan yang dipadukan dengan weton dan pamasukan jawa.
Aboge intinya kependekan dari Tahun Alif Rebo Wage. Jadi, ada delapan nama tahun, yang artinya sewindu. Kenapa delapan alasannya ada kaitannya dengan tahun kabisat yang berulang setiap empat tahun sekali.
Penggunaan hitung-hitungan aboge dalam penentuan pertama bulan puasa maupun sypertama (lebaran) memang kadang terbantahkan oleh metode hisab dan rukyah. Tapi, itu menjadi sebuah ikhtiar dari pemikir di masanya untuk megampangkan penentuan pertama Ramadan. Toh melesetnya mungkin cuma sehari dua hari. Tidak mungkin meleset seminggu.
misalnya, untuk tahun 1539 H (2017 M) berdasarkan hitungan aboge yakni tahun Dal. Rumusnya yakni Daltugi, Tahun Dal Setu Legi, jadi tahun gres suro-nya jatuh pada Sabtu Legi. Rumus penentuan pertama bulan bulan berkat yakni Donnemro.
Don nemro = Romadon dino enem pamasukan loro (Bulan bulan berkat enam hari pamasukan dua). Maksudnya dihitung dari sabtu legi.
Dino enem, jadi dihitung Sabtu (1); Ahad (2); Senin (3); Selasa (4); Rabu (5); Kamis (6).
Pamasukan loro, jadi dihitung Legi (1); Pahing (3).
Jadi, berdasarkan rumus hisab ala aboge, bulan berkat tahun 1439 alias tahun 2017 ini, jatuh pada hari Kamis Legi.
Kebetulan hitungan ala aboge sama dengan penentuan pertama bulan berkat hasil sidang isbat Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kalau aku, meskipun sedikit mengerti cara menentukan pertama puasa bulan berkat ala Aboge, saya tetap menentukan mengikuti pemerintah melalui kementerian agamanya, meskipun sama sekali tidak paham ilmu falak atau astronomi. Sanad keilmuannya lebih jelas.
Seandainya ada yang ikut metode Aboge (misalnya saat pertama puasanya tidak sama), itu juga hak pengikutnya. Toh sama-sama berupaya dan diberikhtiar untuk menyambut bulan bulan berkat dengan baik. Silakan saja.
Pesan Cak Rat kepada aku, tidakboleh suka menyalahkan. Nanti, terjerumus ke paham takfiri (suka mengafirkan). Yang ujungnya nanti jadi pengantin bidadari. Naudzubillah.
Kalau doloe, sebelum ada televisi dan media lainnya. Untuk menentukan pertama puasa bagi orang awam. cepatdangampang. Ikuti saja para kiai di sekitar. Misalnya kiainya bilang rabu ya sudah. Puasanya rabu.
Nah, para ulama dan kiai itu mempunyai cara tersendiri dalam menentukan pertama puasa. Ada yang memakai hisab, ada yang memakai hisab-rukyat. Jadi, pertolongannya begitu. Ada hisab. Ada hisab-rukyat. Tidak ada yang rukyat tanpa hisab.
Teknik hisab sama artinya dengan menghitung. Kaprikornus dihitung garis edarnya bulan, waktu peredarannya, sehigga diketahui secara teoretis bahwa, bulan ada di sini dengan ketentuan tinggi sekian derajat.
Teknik hisab-rukyat yang lebih sering disebut rukyatul hilal atau metode rukyah, secara harfiah artinya melihat. Dilihat dalam arti sebenarnya. Menggunakan alat indera pengelihatan, yaitu mata. Nah, untuk sanggup melihat dengan sempurna yang kini dimenolong oleh teropong. Tetap harus menguasai ilmu hisab doloe. Ilmu hitung. Karena dalam menentukan posisi, waktu, dan sudut pengamatan atau rukyah, harus dipastikan secara spesifik.
Jadi, metode hisab ibarat yang sudah digambarkan di atas ialah penerapan ilmu astronomi. Dalam istilah pesantrennya disebut ilmu falak. Di NU bahkan ada forum khusus yang membidangi ini. Yaitu Lajnah Falakiyah. Biasanya pesantren-pesantren besar juga mempunyai forum falakiyah sendiri.
Jika dibandingkan, antara hisab saja dan hisab-rukyah. Rukyah ini lebih manusiawi. Maksudnya, dalam pelaksanaannya rukyah ini sangat dipengaruhi oleh fenomena alam. Bukan berarti orang yang melaksanakan metode rukyah tidak jago hisab.
Masing-masing penerapan metode mempunyai dasar. Tapi, pengguaan metode rukyat menawarkan ikhtiar yang lebih dan kepasrahan yang lebih. Tentu ini berdasarkan aku. Betapa tidak. Ketika secara hisab, sudah diketahui bahwa hilal masih belum wujud tetap melaksanakan pengamatan. Karena mengamati fenomena alam juga ialah ibadah. Untuk menerima ilmu pengetahuan. Untuk menerima citra nyata, bahwa insan sangat kecil dibanding semesta.
Jika pun misalnya, secara teori hisab diyakini hilal sudah wujud, tapi metode rukyah harus tetap melaksanakan pengamatan. Jika di seluruh Indonesia mendung atau berkabut, maka tidak tampaklah hilal. Tetap dianggap tidak tampak. Berarti belum masuk ramadan. Begitu cara penentuannya. Apakah ini cari yummy sendiri. Tentu tidak. Repot kok melaksanakan pengamatan. Harus menuju kawasan strategis, biasanya di tepi pantai, di perbukitan, di gedung tinggi. Bawa-bawa teropong dan alat-alat lain segala.
Mau ikut yang mana? Terserah. Bahkan tidak ikut yang mana-mana pun juga terserah. Hehehe.
Dalam khasanah budaya Jawa, juga dikenal penentuan pertama bulan berkat dan pertama Sypertama dengan hitungan Aboge. Aboge yakni nama yang diambil dari salah satu penyebutan tahun dalam metode hisab yang dihubungkan dan khasanah pengetahuan Jawa. Saya sebut ini yakni metode yang keren hasil temuan pemikir di masanya yang sanggup membumikan islam, astronomi (falakiyah), di tanah Jawa.
Betapa tidak, ilmu falakiyah yang susah (tidak tiruana pesantren mengajarkan ilmu falak) dan kampuspun jarang jurusan astronomi, dibentuk sederhana dengan urutan yang dipadukan dengan weton dan pamasukan jawa.
Aboge intinya kependekan dari Tahun Alif Rebo Wage. Jadi, ada delapan nama tahun, yang artinya sewindu. Kenapa delapan alasannya ada kaitannya dengan tahun kabisat yang berulang setiap empat tahun sekali.
Penggunaan hitung-hitungan aboge dalam penentuan pertama bulan puasa maupun sypertama (lebaran) memang kadang terbantahkan oleh metode hisab dan rukyah. Tapi, itu menjadi sebuah ikhtiar dari pemikir di masanya untuk megampangkan penentuan pertama Ramadan. Toh melesetnya mungkin cuma sehari dua hari. Tidak mungkin meleset seminggu.
misalnya, untuk tahun 1539 H (2017 M) berdasarkan hitungan aboge yakni tahun Dal. Rumusnya yakni Daltugi, Tahun Dal Setu Legi, jadi tahun gres suro-nya jatuh pada Sabtu Legi. Rumus penentuan pertama bulan bulan berkat yakni Donnemro.
Don nemro = Romadon dino enem pamasukan loro (Bulan bulan berkat enam hari pamasukan dua). Maksudnya dihitung dari sabtu legi.
Dino enem, jadi dihitung Sabtu (1); Ahad (2); Senin (3); Selasa (4); Rabu (5); Kamis (6).
Pamasukan loro, jadi dihitung Legi (1); Pahing (3).
Jadi, berdasarkan rumus hisab ala aboge, bulan berkat tahun 1439 alias tahun 2017 ini, jatuh pada hari Kamis Legi.
Kebetulan hitungan ala aboge sama dengan penentuan pertama bulan berkat hasil sidang isbat Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kalau aku, meskipun sedikit mengerti cara menentukan pertama puasa bulan berkat ala Aboge, saya tetap menentukan mengikuti pemerintah melalui kementerian agamanya, meskipun sama sekali tidak paham ilmu falak atau astronomi. Sanad keilmuannya lebih jelas.
Seandainya ada yang ikut metode Aboge (misalnya saat pertama puasanya tidak sama), itu juga hak pengikutnya. Toh sama-sama berupaya dan diberikhtiar untuk menyambut bulan bulan berkat dengan baik. Silakan saja.
Pesan Cak Rat kepada aku, tidakboleh suka menyalahkan. Nanti, terjerumus ke paham takfiri (suka mengafirkan). Yang ujungnya nanti jadi pengantin bidadari. Naudzubillah.