A. Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan pada anak usia dini intinya mencakup seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang renta dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan membuat aura dan lingkungan dimana anak sanggup mengeksplorasi pengalaman yang mempersembahkan peluang kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman berguru yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, menggandakan dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini intinya harus mencakup aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak (Sujiono, 2009:7).
Usia dini/prasekolah ialah peluang emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (Golden Age). Oleh lantaran itu, peluang ini hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses berguru anak. Rasa ingin tahu pada usia ini berada pada posisi puncak. Tidak ada usia sesudahnya yang menyimpan rasa ingin tahu anak (Isjoni, 2011:61).
Anak di bawah usia 5 tahun bisa dengan mudah menyerap informasi dalam jumlah yang luar biasa banyaknya. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun akan lebih mudah dan lebih efektif. Di bawah 3 tahun bahkan jauh lebih mudah lagi dan jauh lebih efektif. Dan di bawah 2 tahun ialah usia yang paling mudah menyerap dan paling efektif untuk menyerap informasi. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai energi yang sangat besar. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai keinginan berguru yang sangat besar (Aulia, 2011:62).
B. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
1. Definisi Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif sering diidentikkan dengan perkembangan kecerdasan. Perkembangan kognitif ialah dasar bagi perkembangan intelegensi pada anak. Pada anak usia dini pengetahuan masih bersifat subjektif, dan akan berubah menjadi adil apabila sudah mencapai perkembangan remaja dan dewasa. Hal tersebut senada dengan observasi yang sudah dilakukan Piaget yang mengemukakan bahwa “Anak bisa mendemontrasikan banyak sekali imbas terkena relativitas dunia semenjak lahir hingga dewasa”. (Yudha dan Rudyanto, 2004:199).
Kemampuan kognitif seseorang berkaitan dengan bagaimana individu sanggup mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. “Perkembangan kognitif ialah salah satu aspek perkembangan insan yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu tiruana proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya” (Desmita, 2005:103).
Perkembangan kognitif berdasarkan Piaget (Aisyah et al, 2008:5-6) terjadi melalui suatu proses yang disebut adaptasi. Adaptasi ialah penyesuaian terhadap tuntutan lingkungan dan intelektual melalui dua hal yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah proses yang anak upayakan untuk menafsirkan pengalaman barunya yang didasarkan pada interpretasinya dikala kini terkena dunianya. Akomodasi terjadi dimana anak berusaha untuk menyesuaikan eksistensi struktur pikiran dengan sejumlah pengalaman baru.
Menurut Piaget (Desmita, 2005:103) “….anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Anak tidak pasif mendapatkan informasi, melainkan berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya terkena realitas”. Jika anak ingin mengetahui sesuatu, mereka harus membangun pengetahuan tersebut sendiri. Pembelajaran yang diharapkannya ialah pembelajaran yang aktif, dimana kiprah guru sebagai penyedia bahan-bahan yang sesuai, menyerupai ruangan serta petunjuk-petunjuk yang mendorong anak untuk menemukan sendiri.
Perkembangan kognitif muncul dari konteks kerjasama atau kerja sama atau obrolan antara orang yang lebih andal dengan mencontohkan kegiatan dan memberikan pelajaran secara verbal. Pembelajaran diterapkan dengan partisipasi terbimbing dari guru atau orang yang lebih ahli. Pembelajaran yang didiberi dorongan dari orang yang lebih andal cenderung menghasilkan pemahaman yang lebih. Pemdiberian dorongan atau menolongan harus dilakukan dengan hati-hati, diubahsuaikan dengan situasi pembelajaran supaya meningkatkan pemahaman wacana suatu masalah.
Pengetahuan wacana perkembangan kognitif anak usia dini sanggup memmenolong kiprah guru sebagai pembimbing pembelajaran yaitu dengan menyusun kegiatan pembelajaran yang menyajikan materi kegiatan anak supaya sanggup menemukan sendiri konsep atau pemahaman, mempersembahkan pelajaran atau masukan yang sanggup memmenolong anak dengan cara hati-hati yang diubahsuaikan dengan kemampuan anak dikala itu, memonitor kemampuan berguru anak, dan melatih anak untuk berguru berkolaborasi dimana anak didorong untuk saling memmenolong satu sama lain.
2. Tahapan Perkembangan Kognitif
Secara kualitatif perkembangan dari masing-masing tahapan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget untuk usia anak-anak, maksudnya ialah :
a. Tahap Sensori-Motor (0-2)
Pada tahap ini inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi mudah (practical intelligence), yang berfaedah untuk berguru berbuat terhadap lingkungannya sebelum bisa berfikir terkena apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun ialah inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi pondasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permguance (benda tetap). Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sebenarnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permguance anak tersebut muncul secara sedikit demi sedikit dan sistematis. Pada tahap ini menggambarkan seseorang berfikir melalui gerak tubuh, maksudnya kemampuan untuk berguru dan meningkatkan kemampuan intelektual berkembang sebagai suatu hasil dari sikap gerak dan konsekuensinya.
b. Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah mempunyai penguasaan tepat wacana object permguance. Artinya, anak tersebut sudah mempunyai kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut tidak sama dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Periode ini ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk menyebarkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan memakai kata-kata yang benar serta bisa mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. Pada tahap ini anak masih belum mempunyai kemampuan untuk berpikir logis atau operasional. Anak mulai memakai simbol-simbol untuk mempresentasikan lingkungan secara kognitif. Piaget membaginya menjadi dua sub bagian, yaitu: prakonseptual (2-4 tahun) dan intuitif (4-7 tahun).
c. Tahap Operasional Konkrit (8-11 tahun).
Karakteristik umum dari tahapan ini ialah bertambahnya kemampuan dari variabel dalam situasi memecahkan kasus (problem solving). Pada masa ini anak sudah memasuki masa kanak-kanak dan memasuki dunia Sekolah Dasar.
d. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini ditandai dengan kemampuan individu untuk berpikir secara hipotesis dan tidak sama dengan fakta, memahami konsep abnormal dan mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas dari kasus yang sempit. (Yusuf, 2005:5).
Menurut Piaget tahapan-tahapan di atas selalu dialami oleh anak, dan tidak akan pernah ada yang dilewatinya meskipun tingkat kemampuan anak tidak sama-beda. Tahapan-tahapan ini akan meningkat lebih kompleks dari pada masa pertama dan kemampuan kognitif anak pun akan bertambah.
Melihat tahapan perkembangan di atas maka anak usia dini berada pada tahapan praoperasional-intuitif. Anak sudah mengenal kegiatan mengelompokkan, mengukur, dan menghubungkan objek-objek, namun mereka belum sadar terkena prinsip-prinsip yang melandasinya. Karakteristik anak pada tahap ini yaitu pemusatan perhatian pada satu dimensi dan mengesampingkan dimensi lainnya. Perkembangan fisik anak pun sudah mulai melaksanakan banyak sekali bentuk gerak dasar yang dibutuhkannya menyerupai berjalan, berlari, melempar, dan menendang. Hal tersebut harus diperhatikan oleh guru Taman Kanak-kanak supaya mempersembahkan pembelajaran yang sanggup memfasilitasi perkembangan kognitif anak secara optimal.
3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Menurut Yudha dan Rudyanto (2004:11), perkembangan kognitif pada setiap tahapannya mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dengan tahapan yang lainnya. Adapun cara berfikir anak usia dini ditandai dengan ciri-ciri sebagai diberikut :
- Transductive reasoning, artinya anak berfikir yang bukan induktir atau deduktif tetapi tidak logis.
- Ketidakjelasan relasi lantaran akibat, artinya anak mengenal relasi lantaran jawaban secara tidak logis.
- Animism, artinya anak menganggap bahwa tiruana benda itu hidup menyerupai dirinya.
- Artificial, artinya anak mempercayai bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa menyerupai manusia.
- Perceptually bound, artinya anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihatnya atau yang didengarnya.
- Mental experiments, artinya anak mencoba melaksanakan sesuatu untuk menemukan jawabanan dari problem yang dihadapinya.
- Centration, artinya anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarikdanunik dan mengabaikan ciri yang lainnya.
- Egocentrisme, artinya anak melihat dunia di lingkungannya berdasarkan kehendak dirinya sendiri.
Melihat karakteristik cara berfikir anak pada tahapan ini sanggup disimpulkan bahwa anak dalam tahap praoperasional sudah menunjukkan kegiatan kognitif dalam menghadapi banyak sekali hal di luar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang terorganisasi tetapi anak sudah sanggup memahami realitas di lingkungannya dengan memakai benda-benda dan simbol. Teknik berfikirnya masih bersifat tidak sistematis, tidak konsisten dan tidak logis.
4. Implikasi Perkembangan Kognitif bagi Pembelajaran
Sesudah mengetahui definisi dari perkembangan kognitif, tahap-tahap perkembangan kognitif dan karakteristik perkembangan kognitif anak usia dua hingga tujuh tahun (tahap praoperasional), diharapkan guru Taman Kanak-kanak sanggup menyajikan pembelajaran bagi anak didiknya sesuai dengan tahapan perkembangan dan karakteristik perkembangan anak usia dini. Tujuannya yaitu supaya perkembangan anak sanggup terfasilitasi dengan baik sehingga tugas-tugas perkembangannya sanggup tercapai secara optimal dan anak pun merasa senang dalam mengikuti pembelajaran lantaran guru menyajikannya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak. Sehingga tidak aka nada pembelajaran yang dipaksakan serta pembelajaran yang berpusat pada guru.
Implikasi perkembangan kognitif bagi pembelajaran sangat kuat besar untuk keberhasilan pembelajaran di setiap tahap perkembangan. Khususnya untuk pembelajaran di tingkat pendidikan anak usia dini sanggup diimplikasikan pada setiap komponen pembelajaran supaya tujuan pembelajaran sanggup tercapai optimal.
Komponen tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam setiap pembelajaran harus diubahsuaikan dengan tingkat perkembangan anak usia dini. Hal tersebut sanggup dilihat dalam rumusan tingkat pencapaian perkembangan yang sudah diputuskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 tahun 2009 wacana Standar Pendidikan Anak Usia Dini yaitu sebagai diberikut :
Tabel 2.1
Tingkat Pencapaian Perkembangan Kognitif Kelompok Usia 4 - < 6 tahun
Lingkup Perkembangan | Tingkat Pencapaian Perkembangan | |
4 - < 5 tahun | 5 - < 6 tahun | |
III. Kognitif A. Pengetahuan umum dan sains | 1. Mengenal benda berdasarkan fungsi (pisau untuk memotong pensil untuk menulis) 2. Menggunakan benda-benda sebagai permainan simbolik (kursi sebagai mobil) 3. Mengenal tanda-tanda sebab-akibat yang terkait dengan dirinya 4. Mengenal konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari (gerimis, hujan, petang, terang, temaram dan sebagainya) 5. Mengekspresikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri | 1. Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsi 2. Menunjukkan kegiatan yang bersifat eksploratif dan menyelidik (seperti apa yang terjadi ketika air ditumpahkan) 3. Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan 4. Mengenal sebab-akibat wacana lingkungannya (angin bertiup mengakibatkan daun bergerak, air sanggup mengakibatkan sesuatu menjadi basah) 5. Menunjukkan inisiatif dalam menentukan tema permainan (seperti: ayo kita bermain akal-akalan menyerupai burung) 6. Memecahkan kasus sederhana dalam kehidupan sehari-hari |
B. Konsep bentuk, warna, ukuran dan pola | 1. Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk atau warna atau ukuran 2. Mengklasifikasikan benda ke dalam kelompok yang sama atau kelompok yang sejenis atau kelompok yang berpasangan dengan 2 variasi 3. Mengenal pola AB-AB dan ABC-ABC 4. Mengurutkan benda berdasarkan 5 variasi ukuran atau warna | 1. Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran ”lebih dari”, ”kurang dari”, dan ”paling /ter” 2. Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran (3 variasi) 3. Mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok yang sejenis, atau kelompok berpasangan yang lebih dari 2 variasi 4. Mengenal pola ABCD-ABCD 5. Mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling besar atau sebaliknya |
C. Konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf | 1. Mengetahui konsep banyak dan sedikit 2. Membilang banyak benda satu hingga sepuluh 3. Mengenal konsep bilangan 4. Mengenal lambang huruf | 1. Menyebutkan lambang bilangan 1-10 2. Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan 3. Mengenal banyak sekali macam lambang abjad vokal dan konsonan |
C. Konsep Matematika Pada Anak Usia Dini
1. Kemampuan Matematika Pada Anak Usia Dini
Menurut Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penerapan benda-benda konkrit dan pembiasaan penerapan matematika supaya anak sanggup memahami matematika, menyerupai berhitung, bilangan, dan operasi bilangan. Sebagai contoh, mengingatkan anak wacana tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.
Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika. Hartana (Hidayat, 2003:100), menyampaikan bahwa kecerdasan matematika diartikan kemampuan menuntaskan kasus yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, dikala menanam kecambah kacang hijau, di hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan pertumbuhannya. Anak menghadapi kasus yang dasar penyelesaiannya membutuhkan kemampuan matematika dan bisa berpikir abstrak.
Menurut Linda dan Bruce Campbell (Hidayat, 2003:105) inteligensi logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abnormal serta bisa berpikir logis dan argumentatif.
Matematika untuk anak usia dini ialah masukana yang sanggup dipakai untuk menyebarkan kemampuan berpikir, mendorong anak untuk menyebarkan banyak sekali potensi intelektual yang dimilikinya serta sanggup dijadikan sebagai masukana untuk menumbuhkan banyak sekali sikap dan sikap positif dalam rangka meletakkan dasar-dasar kepribadian sedini mungkin menyerupai sikap kritis, ulet, mandiri, ilmiah, rasional dan lain sebagainya. Matematika bagi anak usia dini ialah salah satu cara bagi anak untuk memahami dunia dan pengalaman-pengalaman yang dilakukannya serta upaya untuk memecahkan banyak sekali permasalahan yang dijumpainya setiap hari (Sriningsih, 2009:23).
Kompetensi matematika yang dipadukan dalam pembelajaran matematika untuk anak usia dini ialah kompetensi matematika yang dipublikasikan dalam dokumen The National Council of Teacher of Mathematics pada tahun 2003 wacana Prinsip dan Standar untuk Matematika Sekolah. Kompetensi matematika yang direkomendasikan untuk anak usia dini terdiri dari kompetensi isi dan proses pembelajaran matematika. Kompetensi isi antara lain: bilangan dan operasi bilangan, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data dan probabilitas. Sedangkan kompetensi proses meliputi: problem solving, budi sehat dan pembuktian, komunikasi, koneksi dan representasi. Standar pembelajaran matematika mengacu pada sepuluh standar yang diputuskan oleh NTCM (2003) yaitu (1) bilangan dan operasi bilangan, (2) aljabar, (3) geometri, (4) pengukuran, (5) analisis data dan probabilitas, (6) pemecahan masalah, (7) budi sehat dan pembuktian, (8) komunikasi, (9) koneksi, (10) representasi.
Adapun ciri-ciri lain yang menandai bahwa anak sudah mulai menyenangi permainan matematika ialah sebagai diberikut: (1) anak secara impulsif menunjukkan ketertarikan pada kegiatan permainan (2) menyebut urutan bilangan tanpa pemahaman, (3) anak mulai menghitung benda-benda yang ada di sekitarnya secara spontan, (4) anak mulai membandingkan benda-benda dan insiden yang ada di sekitarnya, (5) anak mulai menjumlahkan atau mengurangi angka dan benda-benda yang ada di sekitarnya (Sriningsih, 2009: 81).
Menurut Sriningsih (2009:80) bermain sanggup pula dijadikan sebagai masukana untuk menanamkan kecintaan anak terhadap matematika. Penanaman konsep matematika sanggup dilakukan sedini mungkin melalui kegiatan permainan matematika yang sangat senang bagi anak. Kegiatan permainan matematika selain sanggup dijadikan sebagai masukana rekreasi yang sangat bahagia, sanggup juga dijadikan sebagai masukana untuk membangun kesiapan dalam berguru matematika pada tahapan selanjutnya.
Menurut Fromboluti dan Rinck (dalam Sriningsih, 2009:29) anak membangun konsep-konsep matematika melalui banyak sekali kegiatan sehari-hari yang ia lakukan. Konsep matematika dibuat melalui pengalaman eksklusif yang sanggup dilakukan anak pada banyak sekali percobaan atau penemuan. Konsep matematika sanggup pula dikembangkan melalui banyak sekali kegiatan bermain contohnya bermain pasir, bermain air, bermain puzzle, bermain balok, bermain masak-masakan. Melalui banyak sekali kegiatan ini secara tidak eksklusif anak berguru wacana konsep ukuran, bilangan, warna, bentuk dan lain sebagainya. Anak membutuhkan waktu yang cukup usang untuk membangun konsep matematika dalam dirinya, lantaran berguru matematika memerlukan kemampuan untuk berpikir abstrak.
Number Sense bisa dimulai semenjak anak masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa menuntaskan problem matematika lebih cepat. Strategi memecahkan kasus soal matematika ialah dengan mempersembahkan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam keseharian, contohnya menghitung jumlah kendaraan beroda empat sedan yang lewat selama 1 menit (Hidayat, 2003: 120).
Sesudah memperoleh citra wacana ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan guru atau pembimbing sanggup menerapkan konsep-konsep matematika yang sanggup diajarkan di Taman Kanak-kanak menyerupai :
a. Menyebutkan urutan bilangan
b. Membilang (mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
c. Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
d. Mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dan lain-lain.
e. Mengenal lambang bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Sesudah tahap bermain bebas, tahap yang kedua ialah tahap permainan. Pada tahap ini siswa mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkrit model matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa bahwa matematika itu sangat bahagia. Dalam hal ini penulis mencoba memakai model atau media dengan bermain kartu angka.
2. Konsep Berhitung Pada Anak Usia Dini
Menurut Piaget (Yusuf, 2005:6) perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperational, yaitu tahapan di mana anak belum bisa menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi ialah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental dan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasi atau symbolic function yaitu kemampuan memakai sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan memakai simbol (kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan tanda).
Konsep bilangan itu bersifat abstrak, sehingga untuk mengenalkan konsep bilangan pada anak, guru diharapkan sanggup menyajikan materi dengan memakai media yang menarikdanunik, lantaran pada dikala yang sama di dalam diri anak akan terjadi proses berfikir yang ialah masa peralihan dari pemahaman kongkrit menuju pemahaman yang abstrak. Menurut Piaget (Wahyudin dan Agustin, 2011:37) perkembangan kognitif anak terjadi dalam empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik (usia 0-2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional nyata (7-12 tahun) dan tahap operasional formal (usia 12 hingga usia dewasa).
melaluiataubersamaini demikian guru dalam kegiatan mengajarnya perlu secara kontinyu memakai media pembelajaran dengan pertimbangan bahwa salah satu nilai yang dikandungnya yaitu mengkongkritkan sesuatu yang abstrak. Selain itu apabila memakai media dalam kegiatan pembelajaran banyak laba yang diperoleh, diantaranya anak akan merasa lebih tertarik, merasa tenang, termotivasi berguru dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak.
Dalam kegiatan pembelajaran matematika pada anak usia dini dalam permainan hitung-menghitung bertujuan menyebarkan pemahaman anak terhadap bilangan dan operasi bilangan dengan benda-benda kongkrit sebagai pondasi yang kokoh pada anak untuk menyebarkan kemampuan membilang pada tahap selanjutnya. Sriningsih (2009: 121) menyatakan bahwa, “guru secara sedikit demi sedikit mempersembahkan pengalaman berguru yang sanggup menggantikan benda-benda kongkrit dengan alat-alat yang sanggup mengantarkan anak pada kemampuan berhitung secara mental.”
D. Hakikat Bermain Bagi Anak Usia Dini
1. Konsep Bermain
Bermain ialah kegiatan yang bawah umur lakukan sepanjang hari lantaran bagi anak bermain ialah hidup dan hidup ialah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar, dan bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya di manapun mereka mempunyai peluang. Piaget dalam Sujiono (2009:144) menyampaikan bahwa bermain ialah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menjadikan kesenangan/ kepuasan bagi diri seseorang.
Bermain ialah masukana mengubah kekuatan potensi anak menjadi banyak sekali kemampuan dan kecakapan serta penyaluran energi yang baik bagi perkembangan anak. Dalam bermain, para andal mempersembahkan pendapat dan batasan-batasan yang tidak sama, namun kebanyakan para andal setuju bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakan bermain dari tipe-tipe sikap anak bermain.
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145) intinya bermain mempunyai tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain ialah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini mempunyai potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya.
Melalui bermain anak berguru mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya. Kaprikornus bermain ialah cermin perkembangan anak. Bermain juga ialah tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak akan sanggup memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.
melaluiataubersamaini kegiatan bermain anak sanggup menyebarkan kreativitasnya, yaitu melaksanakan kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara gres dan sebagainya. Melalui kegiatan bermain anak juga sanggup melatih kemampuan bahasanya dengan cara: mendengarkan berguaka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya.
melaluiataubersamaini bermain anak sanggup meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri. Melalui bermain anak sanggup menyebarkan kemampuan sosialnya, menyerupai membina relasi dengan anak lain, bertingkah laris sesuai dengan tuntutan masyarakat, mengikuti keadaan dengan mitra sebaya, sanggup memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Sesuai dengan pengertian bermain yang ialah tuntutan dan kebutuhan bagi perkembangan anak usia dini, berdasarkan Hartley, Frank dan Goldenson (dalam Moeslichatoen, 1999:33-34) ada 8 fungsi bermain bagi anak:
a. Menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa. misalnya, menggandakan ibu masak di dapur, dokter mengobati orang sakit, dan sebagainya.
b. Untuk melaksanakan banyak sekali kiprah yang ada di dalam kehidupan nyata menyerupai guru mengajar di kelas, sopir mengendarai bus, petani menggarap sawah, dan sebagainya.
c. Untuk mencerminkan relasi dalam keluarga dan pengalaman hidup yang nyata. contohnya ibu memandikan adik, ayah membaca koran, abang mengerjakan kiprah sekolah, dan sebagainya.
d. Untuk menyalurkan perasaan yang kuat menyerupai memukul-mukul kaleng, menepuk-nepuk air, dan sebagainya.
e. Untuk melepaskan dorongan-dorongan yang tidak sanggup diterima menyerupai berperan sebagai pencuri, menjadi anak badung, pelanggar kemudian lintas, dan sebagainya.
f. Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan menyerupai gosok gigi, sarapan pagi, naik angkutan kota, dan sebagainya.
g. Mencerminkan pertumbuhan menyerupai pertumbuhan contohnya semakin bertambah tinggi tubuhnya, semakin gemuk badannya, dan semakin sanggup berlari cepat.
h. Untuk memecahkan kasus dan mencoba penyelesaian kasus menyerupai menghias ruangan, menyiapkan jamuan makan, pesta ulang tahun.
Setiap permainan dan bermain mempunyai karakteristik atau identitas tertentu yang sanggup dibedakan dengan kegiatan lainnya. Jika kita melaksanakan kegiatan memmembersihkankan sampah di halaman rumah dengan sapu, kemudian kita lakukan dengan senang hati tanpa imbalan tertentu, perintah dari siapapun atau mempedulikan hasil (membersihkan atau tidaknya) dan mengerjakannya sambil bernyanyi-nyanyi, contohnya maka kegiatan tersebut sanggup digolongkan bermain atau suatu bentuk permainan (Wardani, 2009:23).
2. Manfaat Bermain
Menurut Suyanto (2005: 119-121) dalam kegiatan bermain setiap anak menerima banyak sekali bentuk manfaat yang dirasakannya, adapun manfaat yang sanggup dirasakan anak mencakup beberapa aspek banyak sekali aspek yaitu:
a. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik
Bila anak menerima peluang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat. Otot-otot tubuh akan menjadi kuat, selain itu anak sanggup menyalurkan energi yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
b. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik bergairah dan motorik halus
Saat masih bayi, anak tidak berdaya lantaran ia belum bisa memakai anggota tubuh, dikala usia tiga bulan anak tersebut mulai mencoba meraih mainannya. Dari sini anak sudah mulai berguru mengkoordinasikan (menyelaraskan) gerakan mata dengan tangan, dikala usia satu tahun anak senang memegang pensil untuk membuat coretan-coretan dan secara tidak eksklusif anak sudah melaksanakan gerakan-gerakan motorik halus yang dibutuhkan dikala menulis, sekitar usia tiga tahun anak tersebut sudah bisa membuat garis lengkung, usia empat dan lima tahun anak sudah mulai menggambar bentuk-bentuk. Aspek motorik bergairah juga sanggup dikembangkan dengan bermain kejar-kejaran dengan mitra seusianya.
c. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial
Dalam kegiatan bermain anak, si anak akan berguru berkomunikasi dengan mitra seusianya dan mulai berguru hak milik dengan orang lain. Melalui bermain peran, anak juga akan berguru menjadi seorang ayah, ibu, pemmenolong, dan lain-lain. Yang akan mempersembahkan anak tersebut pengetahuan yang lebih luas dan mulai berguru rasa tanggungjawaban.
d. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian
Dalam bermain juga anak bisa mengungkapkan emosinya menyerupai pola di atas, bahwa anak akan bermain boneka-bonekaan dan memukul-mukul boneka tersebut sesukanya, lantaran anak tersebut sudah dimarahi secara fisik oleh orang tuanya. Anak-anak suka berguru bagaimana dan apa yang harus dilakukan dikala di tengah-tengah kelompok, bagaimana ia bersikap jujur, murah senyum, tulus, bertanggungjawaban, dan lain-lain.
e. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognisi
Aspek kognisi ini diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya nalar, kreativitas, kemampuan berbahasa, serta daya ingat. Dalam kehidupannya bawah umur akan perlu berkomunikasi, yang pada mulanya spesialuntuk dengan bahasa tubuh, seiring dengan bertambahnya usia dan bertambah perbendaharaan kata, maka anak tersebut akan mulai berkomunikasi secara lisan.
f. Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan
Pada anak masa pra sekolah perlu dikembangkan ketajaman atau kepekaan penglihatan dan pendengaran, hal ini supaya anak lebih mudah dalam berguru mengenal dan mengingat bentuk-bentuk. Tanpa kita sadari bawah umur semenjak bayi sudah mulai berguru jenis-jenis suara, menyerupai mengenali bunyi ayah dan ibunya. Dan anak juga sudah mulai berguru mengingat warna-warna yang ada di sekitarnya.
3. Permainan dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Piaget dalam Suyanto (2005: 161) dengan berguru matematika anak sanggup memahami bahasa matematika dan penerapannya untuk berfikir. Kecerdasan logika-matematika ialah potongan dari perkembangan kognitif yang sangat dibutuhkan oleh anak. Anak senang sekali bermain, dengan bermain anak sanggup menyalurkan perasaannya, menambah kemampuan serta kecerdasannya. Untuk itu, perlu ada permainan yang bisa meningkatkan kecerdasan anak.
Sujiono (2010: 6.16) mengemukakan wacana pengembangan kecerdasan logika-matematika melalui permainan penuh seni administrasi dan eksperimen menyerupai permainan mengelompokkan benda, mengenal dan mempelajari bilangan, bermain kartu dan lain-lain.
Suyanto (2005: 162) mengemukakan secara umum konsep matematika untuk anak usia dini diantaranya:
- Memilih, membandingkan dan mengurutkan, contohnya menentukan buah yang berukuran pendek saja/panjang saja
- Klasifikasi, yaitu mengelompokkan harta karun ke dalam beberapa kelompok contohnya benda bentuknya lonjong/bulat.
- Menghitung, yaitu menghubungkan antara benda dengan konsep bilangan, dimulai dari satu, dua, tiga, dan seterusnya, kemudian dilanjutkan dengan kelipatan dua, empat, enam, delapan, sepuluh.
- Angka, yaitu simbol dari kuantitas. Anak bisa menghubungkan antara banyaknya benda dengan simbol angka
Menurut Depdiknas (2000: 1) tujuan permainan matematika itu untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung yang sangat mempunyai kegunaan bagi kehidupan sehari-hari. melaluiataubersamaini permainan inilah sanggup memmenolong anak untuk memahami keterampilan berhitung tersebut. Jadi, tujuan permainan ini ialah untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung semenjak dini dan melatih anak supaya sanggup berfikir logis dan sistematis.
4. Media Permainan Kartu Angka Modifikasi Dalam Pembelajaran Matematika
Komariyah dan Soeparno (2010: 66) pertanda bahwa, media kartu angka ialah penerapan suatu bentuk media pembelajaran yang berbasis permainan terdiri atas kartu-kartu untuk memberikan materi melalui pertanyaan-pertanyaan yang sudah terkonsep. Media permainan kartu angka modifikasi ini dipakai sebagai media penyampai pesan pada waktu pembelajaran matematika. Kartu angka modifikasi sebagai media pembelajaran dengan unsur permainan sanggup mempersembahkan rangsangan pada bawah umur untuk terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. Menurut Komariyah dan Soeparno (2010: 66) “media permainan kartu angka mempunyai dampak yang positif terhadap anak pada proses pembelajaran matematika.”
Berdasarkan pendapat di atas dengan media permainan kartu angka modifikasi pembelajaran matematika anak Taman Kanak-kanak sanggup lebih mudah untuk memahami konsep-konsep berhitung, lebih termotivasi untuk berguru menghitung, mempersembahkan warna dan cara yang menarikdanunik untuk berguru matematika, sanggup merangkai ide-ide dan metode yang gres dalam menguasai konsep berhitung, dan sanggup menumbuhkan minat untuk berguru matematika.
Supaya permainan kartu angka modifikasi sanggup dipakai secara efektif dan efisien maka ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh guru dan siswa, yaitu:
a. Tahap Persiapan, memanfaatkan media permainan kartu angka modifikasi sanggup berjalan dengan baik apabila dilakukan persiapan yang terpola sebelum memanfaatkan media.
b. Tahap Pelaksanaan, setelah tahap persiapan dilaksanakan ialah memanfaatkan media permainan kartu angka modifikasi dengan langkah-langkah yang tepat dan bervariasi.
c. Tahap Tindak lanjut, tahap terakhir ialah tindak lanjut, yaitu dimaksudkan untuk mengetahui apabila media permainan kartu angka modifikasi sanggup meningkatkan hasil berguru anak.
Media permainan kartu angka modifikasi yang dipakai dalam penelitian ini ialah kartu dari kertas manila atau sejenis yang digunting dengan ukuran yang sama (7,5 cm x 5,5 cm) yang didiberikan gambar-gambar yang pamiliar dengan anak dan ditulisi angka-angka jumlah gambar tersebut. Angka-angka yang terdapat dalam kartu berupa angka timbul. Anak sanggup mencicipi angka tersebut ketika memegangnya. Dalam proses pembelajaran anak bisa berguru berhitung matematika dengan memakai media tersebut, anak menghitung jumlah kartu yang dibagikannya sanggup dijumlahkan dengan kartu yang didapat oleh kawannya. Dalam hal ini kiprah guru sangat penting utuk mengatur berguru siswa.
E. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran yang disukai anak ialah melalui bermain maka metode Permainan dengan media kartu angka dimodifikasi sangat tepat untuk langkah pertama meningkatkan kemampuan berhitung pada anak.
Untuk megampangkan pelaksanaan tindakan kelas maka perlu disusun sketsa kerangka berfikir yang ialah landasan penelitian tindakan kelas. Adapun kerangka pemikiran yang mendasari pelaksanaan penelitian ini ialah sebagai diberikut:
Kondisi Kemampuan berhitung anak masih kurang |
Siklus I Tindakan kegiatan pembelajaran dengan permainan kartu angka modifikasi |
Sudah ada perubahan kemampuan berhitung anak yaitu sedikit meningkat tapi belum terbaik |
Siklus II Tindakan kegiatan pembelajaran dengan permainan kartu angka modifikasi |
Peningkatan kemampuan berhitung anak sudah optimal dan sesuai impian maka penelitian dianggap berhasil |
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir Peningkatan Kemampuan berhitung Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Permainan Kartu Angka Modifikasi