Hamzah Fansuri Pemutus Karya Sastra Anonim Nusantara
Salah satu ciri karya sastra usang ialah anonim. Tidak terang siapa penulisnya alasannya memang pengarangnya tidak mencantumkan namanya dalam karnyanya. Berbeda dengan karya sastra gres yang terang sekali menampilkan penulisnya. Dimulai dari angkatan 20-an yang memunculkan nama-nama pengarang Balai Pustaka, sampai kini setiap karya sastra yang diterbitkan selalu dengan identitas penulisnya.
Hamzah Fansuri berada di tengah-tengah. Antara sastra usang dan sastra gres Indonesia, kalau dilihat dari anonimitas pengarangnya. Memang, Hamzah Fansuri menulis karya berbentuk Syair. Sebuah bentuk sastra usang yang menerima efek berpengaruh dari para sastrawan Parsi.
Bentuk syair yang terikat, juga ialah bentuk yang dipengaruhi oleh bentuk sastra dari Parsi.
Jika pengarang-pengarang sebelum Hamzah Fansuri menulis karya tanpa mencantumkan namanya sama sekali, Penyair yang juga guru tarekat qadiriyah ini memunculkan namanya dalam bait-bait syairnya.
Hal ini ialah sebuah kemajuan dibanding dengan karya-karya sebelumnya. Para pengarang sebelumnya spesialuntuk disebut shohib al hikayat alias sohibul hikayat yang artinya ‘pemilik cerita’ tanpa pernah diketahui nama dirinya. Berbeda dengan Hamzah Fansuri yang dipanggil Syekh oleh Abdul Hadi WM dalam bukunya ‘Kembali ke Akar Kembali ke Sumber’ memunculkan nama dirinya dalam karya-karya syairnya.
Berikut ini ialah beberapa bait syair karya Hamzah Fansuri yang secara tersurat memunculkan namanya:
Hamzah Fansur terlalu tenggelam
Ke dalam bahari yang maha dalam
Berhenti angin ombaknya padam
Menjadikan sultan pada kedua alam
Nama Hamzah Fansuri juga terdapat pada bait syair karyanya diberikut ini:
Hamzah Fansuri di dalam Makkah
Mencari Tuhan di Bayt al Ka’bah
Di Barus ke Kudus terlalu payah
Akhirnya sanggup di dalam rumah
Hamzah Fansuri juga memakai takhallusnya dalam bait syair diberikut:
Unggas pingai bukannya balam
Da’im berbunyi siang dan malam
Katakan olehmu hai ahl al-‘alam
Hamzah Fansuri sudahlah karam
Nama penyair pembaharu ini ialah Hamzah saja, sementara Fansuri ialah nama takhallus yang diambil dari nama kawasan atau nama asal. Nama yang disertai nama kawasan ini jga dipakai oleh para mursyid tarekat ibarat Abdul Qodir Aljailani, jailan adalah nama tempat. Hamzah Fansuri yang juga ialah Guru Tarekat (dalam bahasa lain disebut Sufi) yaitu orang yang mendalami ilmu tasawuf, memakai nama yang sama.
Fansur ialah nama kawasan yang juga dikenal dengan nama Barus, sebuah wilayah di pesisir barat Pulau Sumatera. Dalam literasi absurd (catatan pelaut Portugis) nama Barus alias Fansur juga ditulis Pantchor.
Dalam bait syair diberikut ini lebih terang pernyataan nama Hamzah Fansuri dalam goresan pena diberikut ini:
Hamzah nin asalnya Fansuri
Mendapat wujud di tanah Shahr Nawi
Beroleh khilafat ilmu yang ‘ali
Daripada Syekh Abdul Qodir Jilani
Selain memakai nama fansuri dalam beberapa bait karyanya, Hamzah Fansuri juga memperkenalkan diri sebagai Hamzah Shahr Nawi.
Hamzah Shahr Nawi zahirnya Jawi
Batinnya cahaya Ahmad yang safi
Sungguhpun ia terhina jati
‘Asyiqnya da’im akan Dzat al-Bari
Nama Shahr Nawi adalah nama raja penguasa kawasan yang tidak jauh dari Fansur alias Barus.
Penggunaan nama yang memperjelas kawasan asal Hamzah Fansuri ialah tanah Melayu. Hal ini tampak pada karyanya diberikut ini:
Hamzah Fansuri di negeri Melayu
Tempatnya kapur di dalam kayu
Asalnya manikam tiada ‘kan layu
melaluiataubersamaini ilmu dimanakan payu
Penulisan nama penyair di dalam karya sastra mengatakan sebuah perubahan yang frontal di zamannya, diyakini Hamzah Fansuri hidup sekitar era 16. Pada masa itu, tidak ada pengarang yang memunculkan namanya dalam karyanya. Hal yang dilakukan oleh Hamzah Fansuri ini mengatakan sebuah ‘keakuan’ yang sanggup dipertanggungjawabankan.
Karena tidak disebarkan dalam bentuk tulis, maka penyertaan nama penyair di dalam karya ialah sesuatu yang sanggup dilakukan. Berbeda dengan karya sastra dan syair modern yang mencantumkan nama penulis di bawah karyanya.
Meskipun dalam beberapa hal, nama penulis sengaja dikaburkan bahkan dihapus alasannya kondisi politik.