2.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yaitu suatu upaya training yang ditujukan bagi anak semenjak lahir hingga dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemdiberian rangsangan pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani biar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menurut Departemen Pendidikan Nasional Indonesia yang tercantum pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 14;
”Pendidikan anak usia dini atau disingkat PAUD yaitu suatu upaya training yang ditujukan bagi anak semenjak lahir hingga dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memdiberi rangsangan pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani biar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) justru belum banyak menerima perhatian. Saat ini, pendidikan usia dini gres diperoleh oleh sebagian kecil anak di Indonesia. Hasil pendataan Depdiknas pada tahun 2002, gres 28 persen dari 26,1 juta anak usia 6 tahun yang menerima pendidikan usia dini.
Sebagian besar di antara mereka, yakni 2,6 juta, mendapatkan pendidikan dengan susukan ke Sekolah Dasar pada usia lebih pertama. Sebanyak 2,5 juta anak menerima pendidikan di Bina Keluarga Balita (BKB), 2,1 juta anak bersekolah di Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Atfhal, dan sekitar 100.000 anak di kelompok bermain (play group). Rasio jumlah forum pendidikan dan anak usia dini diperkirakan 1:8. Data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) belum cukup mendapatkan perhatian padahal kapasitas perkembangan kognitif anak sudah sanggup terbentuk pada usia dini jauh di bawah usia sekolah (Depdiknas, 2002).
Menurut cuilan 4 pasal 28 ayat 1 hingga 5 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional sebut bahwa :
- Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
- Pendidikan anak usia dini diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan atau informal.
- Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat.
- Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok belajar, tempat penitipan anak atau bentuk lain yang sederajat. Bentuk Pendidikan Anak Usia Dini antara lain:
1) TPA, ialah layanan penitipan anak intensif lantaran dilakukan setengah hari atau sehari penuh dan setiap hari
2) KB (Kelompok Bermain), ialah layanan semi intensif lantaran di laksanakan 3-6 kali/minggu.
2.2 Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini
sepertiyang anak yang gres lahir (baby) mau tidak mau harus melalui proses mencar ilmu bahasa setahap demi setahap yang dipelajari dari orang sekelilingnya yaitu misalnya; ibu, bapak, saudara-saudaranya, nenek-neneknya, yang di dalam rumah. Yang menarikdanunik perhatian kita adalah, mengapa anak kita simpel mendapatkan “kata-kata baru” bila mendengar dari orang sekelilingnya? Karena intinya anak kecil itu belum mempunyai konsep bahasa, tetapi yang ada padanya gres berbentuk “potensi”, yang mana potensi itu akan punya potensi, jikalau orang disekelilingnya mau menggunakan. Potensi itulah yang disebut “fithrah”.
Perbedaannya dengan orang cukup umur atau anak remaja yang mencar ilmu bahasa ialah, baik orang cukup umur atau anak remaja itu sudah mempunyai pengalaman dan konsep bahasa lain, contohnya bahasa ibu atau bahasa nasional. Pada ketika inilah mereka akan menghadapi problem untuk mempelajari bahasa asing, lantaran bahasa asing mempunyai bunyi (suara) yang tidak sama, kosa kata yang tidak sama, tata kalimat yang tidak sama, dan lain-lain.
Bahasa ialah masukana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup tiruana cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan ditetapkan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat atau gerak dengan memakai kata-kata, kalimat bunyi, lambang dan gambar. Menurut Miller (dalam Wahyudin dan Agustin, 2010: 15) “bahasa yaitu suatu urutan kata-kata, bahasa juga sanggup dipakai untuk memberikan informasi terkena tempat yang tidak sama atau waktu yang tidak sama.”
Pada usia 3-6 tahun kemampuan berbahasa anak akan berkembang sejalan dengan rasa ingin tahu serta perilaku antusias yang tinggi, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak dengan kemampuan bahasanya. Antara usia 4 dan 5 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari empat hingga lima kata. Antara 5 dan 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam hingga delapan kata. Mereka juga sudah sanggup menandakan arti kata-kata sederhana, mengetahui lawan kata. Mereka sanggup memakai kata penghubung, kata depan dan kata sandang. Pada masa final usia prasekolah anak umumnya sudah bisa berkata-kata sederhana, cara bicara mereka sudah lancar, sanggup dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melaksanakan kesalahan berbahasa.
Kaprikornus barang siapa ingin mempelajari bahasa asing berarti harus sadar dengan seluruh daya upaya untuk membentuk kebiasaan baru, sedangkan pada ketika mempelajari bahasa ibu (bahasa nasional) proses itu berjalan tanpa sadar. Pada ketika ini pula anak akan berusaha mengkaitkan dan membuat persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu (bahasa nasional) dan bahasa asing yang sedang dipelajarinya.
Ketika memasuki taman kanak-kanak sudah menguasai hampir tiruana kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia sudah sanggup membuat kalimat diberita, kalimat tanya, dan sejumlah konstruksi lain. Hanya ia masih menerima kesusahan dalam membuat kalimat pasif. Pada masa final usia prasekolah anak umumnya sudah bisa berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara bicara mereka sudah lancar, sanggup dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melaksanakan kesalahan berbahasa (Wahyudin dan Agustin, 2010:16).
Untuk memmenolong perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang bau tanah dan guru Taman Kanak-kanak seyogianya memfasilitasi, memdiberi kegampangan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya. Berbagai peluang itu diantaranya sebagai diberikut:
a. Bertutur kata yang baik dengan anak
b. Mau mendengarkan pembicaraan anak
c. Menjawaban pertanyaan anak (tidakboleh meremehkannya)
d. Mengajak berdialog dalam hal-hal sederhana, ibarat memelihara kemembersihkanan rumah, sekolah, dan memelihara kesehatan diri.
e. Di Taman Kanak-kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal, dan melantunkan lagu dan puisi. (Yusuf, 2005:170).
2.3 Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Kemampuan mengucapkan bahasa ialah salah satu keterampilan yang berlaku cukup penting dalam keseluruhan kehidupan individu bukan spesialuntuk pada anak usia dini. Kemampuan berbahasa akan menjadi modal utama bagi anak dalam melaksanakan komunikasi dengan kawan, guru dan juga orang cukup umur lain yang ada di sekitarnya, minimalnya sebelum memasuki pendidikan formal anak sudah mempunyai kemampuan berbahasa dalam satu bahasa “ibu” (Wahyudin dan Agustin, 2009:15).
Menurut Yusuf (2005:170) perkembangan bahasa anak usia dini sanggup diklasifikasikan ke dalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya) yaitu sebagai diberikut:
- Masa ketiga (2,0-2,6) yang bercirikan:
1) Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
2) Anak sudah bisa memahami wacana perbandingan contohnya burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar dari kucing.
3) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, dimana, dan darimana.
4) Anak sudah banyak memakai kata-kata yang berpertamaan dan yang berakhiran.
- Masa keempat (2,6-6,0) yang bercirikan:
1) Anak sudah sanggup memakai kalimat beragam beserta kalimatnya.
2) Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, lantaran akhir melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, kemana, mengapa, dan bagaimana.
Perkembangan bahasa anak ialah proses biologis dan psikologis, lantaran melibatkan proses pertumbuhan alami dan perkembangan psikologis sebagai akhir interaksi anak dengan lingkungan. Kecepatan anak dalam berbicara (bahasa pertama) ialah salah satu keajaiban alam dan menjadi bukti kuat dari dasar biologis untuk pemerolehan bahasa.
Bahasa ialah kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup tiruana cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan ditetapkan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, ibarat dengan memakai lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka (Yusuf, 2005:118).
Sebagai alat komunikasi, bahasa ialah masukana yang sangat penting dalam kehidupan anak. Di samping itu, bahasa juga ialah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain yang sekaligus berfungsi untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain (Wahyudin dan Agustin, 2009:15).
Pada ketika yang sama, perkembangan kompetensi berbahasa, yakni kemampuan untuk memakai seluruh aturan berbahasa baik untuk ekspresi (berbicara) maupun interpretasi (memdiberi makna), dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan anak. Selama tahun-tahun pertama prasekolah, khususnya di kelompok bermain, interaksi dengan orang cukup umur dan penutur lain yang lebih tua, memainkan peranan yang penting dalam mendukung perkembangan kemampuan berkomunikasi anak.
Ketika memasuki kelompok bermain, anak sudah sanggup mempersembahkan sejumlah informasi dan memakai aneka macam bentuk pertanyaan dengan memakai kata “apa”, “mengapa”, “kapan”, “di mana”, dan “siapa”. Mereka juga sanggup berargumentasi dan sanggup tertawa oleh penerapan kata-kata yang keliru. Anak usia 4 tahun mempunyai selera humor yang relatif baik, senang terhadap rima (persajakan), teka-teki, dagelan sederhana, dan gurauan lisan. Mereka juga sanggup menikmati dongeng yang dibicarakan kepada mereka, khususnya ketika mereka sanggup melihat ke ilustrasi gambar yang menyertai dongeng tersebut.
Dalam berbahasa anak dituntut merampungkan atau menguasai empat kiprah pokok yang satu sama lain saling berkaitan. Apabila anak berhasil merampungkan kiprah yang satu, maka berarti juga ia sanggup merampungkan tugas-tugas yang lainnya. Keempat kiprah itu yaitu sebagai diberikut.
a) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
b) Pengembangan perbendaharaan kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia prasekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
c) Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama yaitu kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai gerakan untuk melengkapi cara berpikirnya. misal anak menyebut “bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkannya pun semakin panjang dan kompleks.
d) Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata ialah hasil mencar ilmu melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orang tuanya). Kejelasan ucapan itu gres tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi wacana bunyi dan kombinasi bunyi menunjukkan bahwa anak mengalami kegampangan dan kesusahan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf-huruf yang simpel diucapkan yaitu huruf hidup (vokal) ibarat i, a, e, dan u dan huruf mati (konsonan) ibarat t, p, b, m dan n, sedangkan yang susah diucapkan yaitu huruf mati tunggal ibarat z, w, s dan g dan huruf mati rangkap (diftong) ibarat st, str, dan dr. (Yusuf, 2005:119).
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai diberikut.
1) Egocentric speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog).
2) Socialized speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan kawannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut evaluasi anak terhadap ucapan atau tingkah laris orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan), dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e) answer (jawabanan)
2.4 Membaca
2.4.1 Pengertian Membaca
Membaca yaitu suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut biar kelompok kata yang ialah suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan sanggup diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terealisasi dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 2008:7).
Menurut Anderson (dalam Tarigan, 2008:7) membaca yaitu suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) yaitu menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa verbal (oral language meaning) yang meliputi beberapa aspek pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Membaca ialah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan kedua belahan otak. Membaca ialah dasar utama untuk memperoleh kemampuan mencar ilmu di aneka macam bidang. Melalui membaca seseorang sanggup membuka cakrpertamaa dunia, mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui (Subini, 2011:53).
Membaca ialah modal bagi seseorang untuk mempelajari buku dan mencari informasi tertulis. Bagi siswa membaca juga menjadi modal biar sanggup mengikuti acara pembelajaran. Menurut Yusuf (2005:134) “membaca ialah aktifitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata.” Menurut Tampubolon dalam Anggie (http://saunganggie.blogspot.com/2009) “membaca pada hakekatnya yaitu acara fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan”.
Membaca bukan spesialuntuk mengucapkan bahasa tulis tetapi juga memahami maknanya. Kemampuan membaca ialah dasar untuk menguasai aneka macam bidang studi. Jika anak pada usia sekolah tidak segera mempunyai kemampuan membaca, maka anak akan mengalami banyak kesusahan dalam beberapa bidang studi.
Ada lima tahapan perkembangan membaca yaitu : (1) kesiapan membaca, (2) membaca permulaan, (3) ketrampilan membaca cepat, (4) membaca luas dan (5) membaca yang sesungguhnya. Oleh lantaran itu, anak harus mencar ilmu membaca biar sanggup belajar. Kemampuan membaca ialah suatu kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang disampaikan oleh pihak lain melalui tulisan.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis sanggup menyimpulkan bahwa membaca ialah acara yang sangat kompleks yang meliputi beberapa aspek aktifitas fisik dan mental untuk mengenal, memahami makna dari suatu simbol atau tulisan. Dikatakan acara fisik lantaran cuilan tubuh khususnya mata beraktifitas dalam acara membaca. Dikatakan acara mental lantaran bagian-bagian pikiran khususnya persepsi yaitu kemampuan untuk menafsirkan apa yang dilihat sebagai simbol atau kata dan ingatan terlibat didalam acara ini.
Beberapa hal yang tercakup dalam pengertian membaca yaitu: membaca ialah suatu proses, strategis, interaktif. Membaca ialah suatu proses maksudnya yaitu informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai kiprah utama dalam membentuk makna. Strategis maksudnya membaca yang efektif memakai aneka macam taktik yang sesuai dengan teks yang dibaca. Interaktif maksudnya keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks.
Berdasarkan subtansinya pengertian membaca sanggup diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
1) Pengertian sederhana, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses pengenalan simbol-simbol tertulis bermakna.
2) Pengertian agak luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses memahami bacaan,
3) Pengertian luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses mengolah bacaan yaitu proses memaknai bacaan secara mendalam
Membaca yaitu gerbang menuju penguasaan ilmu pengetahuan. Betapa pentingnya peranan membaca bagi kita tiruana. Dalam membaca kita mempunyai banyak tujuan, tergantung pada situasi dan kondisi si pembaca. Sejono (dalam Devid Haryalesmana, 2009:56) mengemukakan bahwa tujuan membaca dan menulis permulaan ialah “mengenalkan kepada siswa huruf-huruf huruf sebagai tanda bunyi dan melatih kecakapan anak untuk mengubah huruf menjadi bunyi dalam kata- kata sebagai pengertian”.
Tujuan membaca berdasarkan Smith (Tampubolon, 2009) “membangun pemahaman dari teks yang tertulis, menemukan makna dari bacaan atau goresan pena bukan mengenali huruf-huruf”. Menurut Stauffer dalam Mathedu (2009) tujuan membaca membangun konsep, menyebarkan perbendaharaan kata, memdiberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi, menyebarkan intelektualitas, mengerti dan memahami problem orang lain, menyebarkan konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.
Membaca bisa menyebarkan intelektualitas seseorang, lantaran dengan membaca pengetahuan seseorang akan bertambah. Ilmu yang tidak kita mengerti akan kita mengerti lewat membaca. Seseorang yang gemar membaca akan nampak tidak sama dengan orang yang tidak suka membaca ketika mengemukakan pendapat atau berargumentasi terhadap suatu masalah, lantaran ilmu atau pengalaman nya yang didapat melalui membaca.
Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa tujuan membaca diantaranya:
1) Mengembangkan intelektualitas/ melatih kecakapan
2) Mendapatkan informasi
3) Membangun konsep diri
4) Melepaskan diri dari kejenuhan, kesedihan, bahkan keputusasaan
5) Membaca lantaran hobi
2.4.2 Tahapan Proses Belajar Membaca
Grainger (2003:185) sebut adanya tiga tahapan dalam proses membaca. Tahap prabaca sanggup dilihat dari kesiapan anak untuk memulai pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak. Anak yang ditetapkan siap (biasanya pada belum dewasa yang gres memasuki usia prasekolah) kemudian akan melalui tahap pertama dalam proses membaca.
Tahap pertama yaitu tahap logografis, belum dewasa taman kanak-kanak atau pertama kelas 1 menebak kata-kata berdasarkan satu atau sekelompok kecil huruf sehingga tingkat diskriminasi sangat buruk. Kemudian setelah menerima pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik. Anak sanggup membedakan kata yang sudah dan belum dikenal, namun mereka belum sanggup membaca kata-kata yang belum dikenal. Strategi membaca pertama pada tahap logografis secara umum tidak bersifat fonologis, tetapi lebih bersifat pendekatan global atau visual di mana pembaca pertama mencoba mengidentifikasi kata secara keseluruhan berdasarkan ciri-ciri yang bisa dikenali.
Tahap kedua yaitu tahap alfabetis, pada tahap ini pembaca pertama memperoleh lebih banyak pengetahuan wacana bagaimana membagi kata-kata ke dalam fonem-fonem dan bagaimana merepresentasikan bunyi-bunyi yang mereka baca dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga dilalui ketika anak sudah lancar dalam proses dekoding. Anak pada tahap ini bisa memecahkan kata-kata yang beraturan dan tak beraturan dengan memakai konteks. Biasanya tahap ini berlangsung ketika anak berada pada pertengahan hingga final kelas 3 dan kelas 4 sekolah dasar.
Lebih khususnya, belum dewasa berada pada tahap pertama dan kedua dalam proses membaca, yaitu tahap logografis dan alfabetis. Pembagian tahapan ini berdasarkan kemampuan yang harus dikuasai anak, yaitu penguasaan kode alfabetik yang spesialuntuk memungkinkan anak untuk membaca secara teknis, belum hingga memahami bacaan ibarat pada tahap membaca lanjut.
Pengajaran membaca permulaan di taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai semenjak pertama tahun pertama. Anak-anak didiberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik ini eksklusif disandingkan dengan keterampilan menulis, di mana anak diminta mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode mencar ilmu membaca di taman kanak-kanak biasanya menerima kendala dalam penerapannya.
Metode ini didiberikan sama pada setiap anak, dan materi pedoman umumnya spesialuntuk berasal dari buku penunjang. Jika melihat perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan kurang memdiberi hasil yang optimal. Penanganan secara individual di kelas ketika mencar ilmu membaca tidaklah dimungkinkan, lantaran ketersediaan tenaga guru yang terbatas. Untuk mengatasinya guru pun membagi anak dalam kelompok-kelompok kecil setiap harinya.
Dalam hal baca tulis, siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan rangsangan berupa huruf huruf semenjak ahad kedua mereka bersekolah. Praktek selanjutnya yaitu mengenal bentuk dengan mencar ilmu menulis huruf dengan menebalkan garis atau memalsukan goresan pena guru di buku kotak-kotak. Praktek ini bisa jadi memang membuat anak bisa menulis atau memegang pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis lantaran ia spesialuntuk sekedar mengikuti teladan yang ada.
2.4.3 Kemampuan Membaca Anak Usia Dini
Secara bahasa kemampuan sama dengan kesanggupan atau kecakapan. Jadi, kemampuan yaitu kesanggupan individu untuk melaksanakan pekerjaan yang dibebankan. Sedangkan kemampuan membaca yaitu kemampuan individu untuk mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh lawan bicara, berbicara dengan lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulis, dan menulis pesan-pesan baik secara verbal maupun tulisan.
Menurut Montessori (Hainstock, 2002:103), masa peka anak untuk mencar ilmu membaca dan berhitung berada di usia 4 – 5 tahun, lantaran di usia ini anak lebih simpel membaca dan mengerti angka. Doman (2005: 44) menyarankan sebaiknya anak mulai mencar ilmu membaca di periode usia 1 hingga 5 tahun. Menurutnya, pada masa ini otak anak bagaikan pintu yang terbuka untuk tiruana informasi, dan anak bisa mencar ilmu membaca dengan simpel dan alamiah. Namun berdasarkan Dardjowidjojo (2003:301), dari segi neurologis pada usia 1 tahun otak gres berkembang 60% dari otak orang dewasa. Di usia ini anak belum sanggup mengidentifikasi letak garis lurus dan setengah bulat apalagi kombinasinya, maka anak belum mungkin mencar ilmu membaca.
Dardjowidjojo (2003:301) kemudian sebut bahwa membaca spesialuntuk sanggup dilakukan ketika anak sudah memenuhi prasyarat – prasyarat tertentu untuk berbicara. Prasyarat ini antara lain: menguasai sistem fonologis (bunyi), sintaksis (struktur kalimat), dan kemampuan semantik (kaitan makna antar kata).
Sementara berdasarkan Grainger (2003:185), kesiapan untuk memulai pengajaran membaca tergantung pada kesadaran fonemis. Istilah ini meliputi banyak aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata lisan, memilih kemampuan memetakan bunyi ke simbol yang penting untuk membaca, menulis, dan mengeja. Faktor ini pula yang nantinya menjadi dasar untuk membedakan kemampuan membaca pada anak normal dan pembaca lemah.
Bahasa terdiri dari aneka macam simbol yang sanggup terungkap secara verbal maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran simbolik tahap praoperasional tersebut, sehingga berdasarkan Piaget, bahasa ialah hasil dari perkembangan intelektual secara keseluruhan dan sebagai cuilan dari kerangka fungsi simbolik.
Bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognisi anak, terutama dalam hal kemampuan berpikir. Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu yaitu pertama, tiruana fungsi mental mempunyai asal-usul eksternal atau sosial. Anak–anak harus memakai bahasa dan menggunakannya pada orang lain sebelum berserius dalam proses mental mereka sendiri. Kedua, anak–anak harus berkomunikasi secara eksternal memakai bahasa selama periode yang usang sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke internal berlangsung.
Jadi, anak perlu mencar ilmu bahasa untuk mengasah Keterampilan mereka dalam melaksanakan proses mental ibarat berpikir dan memecahkan masalah, lantaran bahasa ialah alat berpikir. Demikian pula dengan membaca, yang ialah salah satu komponen bahasa yang perlu dipelajari semenjak dini.
Salah satu teori membaca yang amat besar lengan berkuasa yaitu teori rute ganda. Teori rute ganda menandakan prosedur yang terjadi pada pembaca pertama dalam mencoba mengatasi kata–kata yang belum dikenal. Pembaca pertama akan melalui dua rute yang akan memilih suatu kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak.
Rute pertama (rute visual), ialah rute pengenalan yang tergantung pada pendekatan mencocokkan teladan visual, di mana anak–anak menatap jalinan huruf cetak dan membandingkan teladan itu dengan simpanan kata–kata yang sudah mereka kenal dan pelajari sebelumnya. Rute kedua (rute fonologis), pembaca mengubah simbol (huruf) menjadi bunyi. Rute kedua mungkin spesialuntuk dipakai bila rute pertama gagal.
Pembaca lemah sebagaimana pembaca pertama memakai metode rute visual, namun mereka tidak sama dalam hal kesadaran fonemis, lantaran anak–anak normal mempunyai kesadaran fonemis yang memungkinkan mereka memanfaatkan asosiasi bunyi/simbol dan kemampuan memetakan bunyi ke dalam kata berdasarkan konsep mereka wacana bentuk huruf yang benar.
Maka sanggup disimpulkan bahwa anak–anak usia Taman Kanak-kanak mempunyai potensi yang terpendam untuk menjadi pembaca yang baik. Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti simbol-simbol dalam bahasa memdiberi peluang untuk cepat mencar ilmu dan mengasah ketajaman berpikir. Selain itu, belum dewasa sebagai pembaca pertama umumnya mempunyai kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat mempunyai kegunaan dalam proses membaca. Karena itu, diharapkan adanya pemilihan metode yang tepat dengan impian anak sanggup mencar ilmu membaca dengan efektif, memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam mencar ilmu memakai metode yang memperhatikan kebutuhan mencar ilmu mereka.
2.5 Media Pembelajaran
2.5.1 Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2005:125), media yaitu alat, perantara, penghubung masukana, melalui majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk. Istilah media berasal dari bahasa latin yang ialah bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti mediator atau pengantar. Makna umumnya yaitu segala sesuatu yang sanggup menyalurkan informasi dari sumber infomasi kepada peserta informasi. Istilah media sangat popular dalam bidang komunikasi. Proses mencar ilmu mengajar intinya juga ialah proses komunikasi antara guru dan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik.
Beberapa batasan yang didiberikan para jago wacana media diantaranya, Gagne (Sadiman, 1993:6) mengemukakan bahwa media yaitu aneka macam jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang sanggup merangsangnya untuk belajar. Kemudian Nasution menyatakan bahwa media yaitu segala sesuatu yang sanggup dipakai untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke peserta sehingga sanggup merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses mencar ilmu terjadi. Menurut Suparman (1997:177) menandakan bahwa yang dimaksud dengan media yaitu alat yang dipakai untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada peserta pesan.
Kata media berasal dari bahasa latin, yang bentuk tunggalnya yaitu medium. Dalam hal ini akan dibatasi pengertian media dalam dunia pendidikan saja, yakni media yang dipakai sebagai alat dan materi acara pembelajaran (Daryanto, 2011:4).
Media pembelajaran yaitu sebuah alat yang mempunyai fungsi memberikan pesan pembelajaran. Pembelajaran yaitu sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan materi ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa menolongan masukana penyampai pesan atau media. Menurut Heinich, Molenda, Russell, Smaldino, (dalam Daryanto, 2011:4) media pembelajaran yaitu media-media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.
Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2011:4) mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik dipakai untuk memberikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.
Media pembelajaran didefinisikan Gagne dan Raiser (Sumantri, 1999:176) sebagai alat-alat fisik dimana pesan-pesan instruksional dikomunikasikan. Dari beberapa batasan di atas, sanggup disimpulkan bahwa media yaitu tiruana alat atau benda yang dipakai dalam acara mencar ilmu mengajar, dengan maksud untuk memberikan pesan pembelajaran dari guru kepada peserta didik, yang bertujuan biar proses interaksi komunikasi antara guru kepada peserta didik berlangsung sehingga megampangkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Media pembelajaran, berdasarkan Gerlach dan Ely (dalam Asyhar, 2011:7-8), mempunyai cakupan yang sangat luas, yaitu termasuk manusia, materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik bisa memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Media pembelajaran meliputi beberapa aspek tiruana sumber yang diharapkan untuk melaksanakan komunikasi dalam pembelajaran.
2.5.2 Jenis Media Pembelajaran
Dalam situs edu-articles.com, media diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio visual.
a. Media visual
Secara garis besar, unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna dan tekstur. Garis tidak lain ialah kumpulan dari titik-titik contohnya garis horizontal, vertikal, lengkung, dan lain-lain. Bentuk yaitu sebuah konsepsi simbol yang dibangun atas garis-garis atau adonan garis dengan konsep lainnya (Asyhar, 2011:53).
Media visual sanggup memperlancar pemahaman (misalnya melalui klarifikasi terperinci struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual sanggup pula menumbuhkan minat siswa dan sanggup mempersembahkan kekerabatan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus diberinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi (Arsyad, 2011:91).
Gambar ialah media visual yang paling banyak digunakan. Gambar ialah hasil lukisan yang menggambarkan orang, tempat, dan benda dalam aneka macam variasi. Gambar secara garis besar sanggup dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sketsa, lukisan dan foto. Sketsa biasa disebut juga sebagai gambar garis, yakni gambar sederhana atau draft bergairah yang melukiskan cuilan pokok suatu objek tanpa detail. Lukisan yaitu gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang wacana suatu obyek atau situasi. Foto yaitu hasil pemotretan atau photografi memakai kamera foto (Asyhar, 2011:58).
b. Media Audio
Audio berasal dari kata audible, yang artinya bunyi yang sanggup didengarkan secara masuk akal oleh indera pendengaran manusia. Kemampuan mendengar insan berada pada kawasan frekuensi antara 20 hingga 20.000 hertz. Di luar itu, insan tidak bisa lagi mendengarkannya (Daryanto, 2011:37).
Kaitannya dengan audio sebagai media pembelajaran maka suara-suara ataupun bunyi direkam dengan memakai alat perekam suara, kemudian diperdengarkan kembali kepada peserta didik dengan memakai sebuah alat pemutar. Jika bunyi atau bunyi tadi diperdengarkan ke peserta didik melalui pemancar radio maka media tersebut dikatakan sebagai radio.
c. Media Audio Visual
Media ini sanggup menampilkan unsur gambar (visual) dan bunyi (audio) secara bersamaan pada ketika mengkomunikasikan pesan atau informasi. Media audio visual terbagi dua macam yakni audio visual murni yaitu baik unsur bunyi maupun unsur gambar berasal dari satu sumber ibarat video kaset dan audio visual tidak murni yaitu unsur bunyi dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang tidak sama. Misalnya film bingkai bunyi yang unsur gambarnya berasal dari slide proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder (Asyhar, 2011:73).
2.6 Media Kartu Huruf
Kartu huruf ialah media yang termasuk pada jenis media grafis atau media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Menurut Wibawa (Ratnasari, 2003:16) kartu huruf biasanya meliputi huruf-huruf, gambar atau kombinasinya dan sanggup dipakai untuk menyebarkan perbendaharaan kata dalam pelajaran bahasa pada umumnya dan bahasa asing khususnya.
Arsyad (2011:121) menandakan bahwa kartu huruf yaitu kartu kecil yang meliputi gambar-gambar, teks atau simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang bekerjasama dengan gambar itu, sanggup dipakai untuk melatih anak dalam mengeja dan memperkaya kosakata. Kartu huruf biasanya berukuran 8 x 12 cm, atau sanggup diubahsuaikan dengan besar kecilnya kelas yang dihadapi.
Kartu huruf ialah kartu yang meliputi gambar, teks atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun anak kepada sesuatu yang bekerjasama dengan gambar tersebut. Kartu huruf juga berupa kartu gambar yang mempunyai dua sisi, sisi yang satu menampilkan gambar obyek dan sisi yang lain menampilkan kata yang menandakan objek.
Kartu gambar tersebut disimpan dalam satu kotak yang menunjukkan jumlah kartu dari sebuah kelompok gambar. Kelompok gambar menunjukkan tema gambar (binatang, sayuran, buah-buahan, bagian-bagian tubuh, nama bilangan, nama kendaraan).
Kartu huruf bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan membaca anak usia. Bagi guru, media ini bertujuan untuk mempergampang dalam mengkondisikan situasi belajar. Keterlibatan anak secara aplikatif dengan menolongan guru yang proaktif akan membuat kondisi mencar ilmu mengajar yang efektif dan efisien. Guru bertindak sebagai fasilitator dalam acara pembelajaran yang dilaksanakan.
Media kartu huruf mempunyai kegunaan sebagai diberikut:
- Untuk memperjelas penyajian pesan biar tidak terlalu bersifat verbalistis;
- Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera;
- Menimbulkan kegairahan belajar;
- Memungkinkan interaksi yang lebih eksklusif antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan;
- Memungkinkan anak didik mencar ilmu sendiri-sendiri berdasarkan kemampuan dan minatnya.
Kartu huruf mempunyai kiprah dalam memmenolong megampangkan anak dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca. Pemilihan gambar-gambar pada kartu huruf dalam pembelajaran pun harus menunjukkan samasukan yang harus diubahsuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kartu huruf yang diperlihatkan kepada anak diharapkan sanggup meningkatkan kemampuan berbahasa, menjadikan perilaku aktif dan sanggup berkomunikasi di lingkungannya. Media kartu huruf tergolong dalam media berbasis visual yang memegang peranan penting dalam proses belajar.
Arsyad (2000:89) mengemukakan bahwa “Media visual sanggup memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Media visual sanggup pula menumbuhkan minat anak dan sanggup mempersembahkan kekerabatan antara isi pelajaran dengan dunia nyata.” Kartu huruf ialah salah satu media pembelajaran yang sanggup terlihat secara visual sehingga anak akan tertarik untuk mengikuti acara pembelajaran yang dilaksanakan.
2.7 Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Kartu Huruf
1. Komponen-komponen Pembelajaran
- Kartu Huruf
Media yang dipakai dalam pembelajaran ini yaitu kartu huruf yang terdiri dari beberapa jenis. Ada kartu huruf yang menunjukkan huruf saja, ada kartu huruf dengan gambar dan lain-lain.
- Guru
Mengorganisir dan memotivasi belum dewasa untuk melaksanakan acara yang sudah direncanakan dan melaksanakan kegiatannya.
- Anak-anak
Anak-anak dan guru diberinteraksi dengan melaksanakan acara dengan memakai media kartu huruf. Anak-anak dan guru memdiberi respon dalam aneka macam cara (fisik, bernyanyi, menebak, dll)
2. Strategi Pengaturan Ruangan/Kelas
Agar pembelajaran berlangsung optimal, maka perlu ditunjang oleh ruang mencar ilmu yang sangat senang sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai diberikut:
- Ruangan selalu membersihkan
- Pada waktu mengikuti acara pembelajaran sanggup duduk di lantai beralas tikar atau karpet.
- Posisi guru bersahabat dengan anak
- Posisi anak membentuk kelompok lingkaran.
- Perabot dalam ruangan supaya ditata dengan rapi biar mewujudkan rasa kondusif dan sangat bahagia.
- Ruang kelas berventilasi, sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik. Udara yang membersihkan dibutuhkan bagi tubuh. Kekurangan oksigen akan berakibat pusing, lemas, pernafasan terganggu.
- Jagalah biar suhu udara dalam ruangan tidak terlalu hambar atau gerah. Suhu ideal dalam mencar ilmu antara 18-230C. Jika tidak ada alat pengatur suhu dalam ruangan, maka cara sederhana yang dianjurkan yaitu bukalah tiruana jendela untuk menjaga kestabilan ruangan.
- Ruang kelas cukup luas dan kalau bisa kedap bunyi biar tidak mengganggu kelas lain.
- Hindari gangguan kebisingan dari luar kelas.
3. Pengorganisasian Anak Didik
Kegiatan pembelajaran memakai media kartu huruf dilaksanakan dalam bentuk klasikal, artinya acara yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas, dalam satu satuan waktu dengan acara yang sama. Dalam acara klasikal ini metode yang dipakai hendaknya komprehensif ibarat bernyanyi, menceritakan, menggerakkan badan, mendemonstrasikan, menyimak, melaksanakan isyarat baik dari guru, dan lain-lain.
Interaksi antara anak dan guru yaitu proses komunikasi yang dilakukan timbal balik dalam memberikan pesan (message) kepada anak. Guru memberikan materi pelajaran sedangkan anak mendapatkan materi pelajaran yang didiberikan guru. Hamalik (1990:194-195) menandakan wacana cara mengkomunikasikan materi dan menjadikan motivasi anak sebagai diberikut:
1) Kemukakan tujuan yang hendak dicapai kepada anak biar menerima perhatian mereka;
2) Tunjukkan hubungan-hubungan, kunci biar anak benar-benar memahami apa yang sedang dibahas;
3) Jelaskan materi secara nyata, usahakan memakai media pembelajaran sehingga lebih memperjelas materi yang sedang dibahas;
4) Hindari pembicaraan yang bersifat absurd yang berada di luar jangkauan pikiran anak, kecuali memakai alat menolong tertentu;
5) Usahakan biar anak mengajukan pertanyaan biar terjadi komunikasi timbal balik.
Kemampuan membaca yaitu kemampuan individu untuk mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh lawan bicara, berbicara dengan lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulis, dan menulis pesan-pesan baik secara verbal maupun tulisan.
Kartu huruf mempunyai kiprah dalam memmenolong megampangkan anak dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca. Pemilihan gambar-gambar pada kartu huruf dalam pembelajaran pun harus menunjukkan samasukan yang harus diubahsuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kartu huruf yang diperlihatkan kepada anak diharapkan sanggup meningkatkan kemampuan berbahasa, menjadikan perilaku aktif dan sanggup berkomunikasi di lingkungannya. Media kartu huruf tergolong dalam media berbasis visual yang memegang peranan penting dalam proses belajar khususnya dalam pembelajaran membaca bagi anak.