Artikel Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Untuk Meningkatkan Hasil Berguru Siswa Dalam Pembelajaran Ips Di Sekolah Dasar


1.    Penlampauan
Hingga sekarang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah dasar, khususnya membelajarkan IPS masih belum memberikan perbaikan kualitas pembelajaran yang sesungguhnya. Guru masih memperlakukan siswanya sebagai objek belajar, sehingga acara mereka sebatas duduk dengan tertib di masing-masing daerah duduknya, mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya dan sesekali melontarkan pertanyaan kalau klarifikasi guru itu kurang dimengerti atau dipahami.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, sejumlah fakta yang sanggup dilihat dari proses pembelajaran yang berlangsung di SDN 2 Kertamukti di kelas II memberikan bahwa bidang studi IPS hingga ketika ini kurang berhasil meningkatkan hasil berguru siswa. Hal ini terlihat pada hasil berguru siswa yang mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Di antara 32 orang siswa kelas II, 15 orang siswa mendapatkan nilai dibawah KKM 65 untuk mata pelajaran IPS. Ada beberapa aspek yang menimbulkan hasil berguru siswa kurang manis atau belum mencapai KKM, diantaranya :
a.         Guru. Dalam proses pembelajaran guru belum menerapkan metode yang bervariasi, guru juga belum mempersembahkan materi pelajaran yang luas selain dari buku paket yang dipakai oleh siswa.
b.        Siswa, hasil berguru yang kurang dikarenakan latar belakang siswa yang beragam. Baik itu dari kemampuan dasar kognitif siswa maupun latar belakang sosial siswa atau keluarganya.
c.         Sarana dan pramasukana, terbatasnya masukana dan pramasukana yang dimiliki sekolah menimbulkan penerapan media pembelajaran yang kurang, sehingga kurang memmenolong siswa dalam memahami konsep pembelajaran IPS pokok bahasa dokumen.
  Salah satu metode pembelajaran yang sanggup mengatasi permasalahan tersebut yakni dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL). Pendekatan kontekstual ialah konsep yang memmenolong guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia konkret dan mendorong siswa membuat kekerabatan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai keluarga dan masyarakat.
Beberapa alasan CTL sanggup berhasil dalam pembelajaran lantaran sesuai dengan kehidupan sehari-hari siswa, pendekatan CTL bisa mengaitkan informasi gres dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, sesuai dengan cara kerja alam. Penerapan CTL dibutuhkan sanggup melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, dan memecahkan masalah.
Berdasarkan latar belakang kasus yang sudah dikemukakan di atas , penulis tertarik untuk mengulas permasalahan dalam makalah yang berjudul “Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning-CTL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajarna IPS di SD (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas II SDN 2 Kertamukti Kecamatan Campaka Kabupaten Purwakarta Tahun Ajaran 2012/2013).”
 Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui 1) aktifitas berguru siswa Kelas II SDN 2 Kertamukti dengan menerapkan pendekatan CTL, 2) hasil berguru siswa Kelas II SDN 2 Kertamukti sehabis menerapkan pendekatan CTL. Manfaat penelitian ini yaitu mendapatkan informasi yang akurat terkena hasil berguru siswa dalam pembelajaran IPS dengan penerapan model pembelajaran yang kooperatif dengan memakai media gambar.

2.    Rangkuman Kajian Teori
IPS ialah pendidikan yang mempunyai misi memmenolong akseptor didik dalam menyebarkan potensinya untuk menggali, mengelola, sumber-sumber fisik dan sosial yang ada di lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka sanggup hidup selaras dengannya. Pembelajaran IPS sebagai salah satu agenda pengajaran yang membina dan menyiapkan kehidupan sosial yang baik serta akseptor didik sebagai “masyarakat negara Indonesia yang baik dan memasyarakat” dibutuhkan bisa membina perubahan dan harapan-harapan gres tersebut. Para pelaksana pembelajaran IPS harus selalu mengikuti gejolak kehidupan dan perkembangan masyarakat di sekitarnya, bangsa dan negara dan bahkan kehidupan dunia pada umumnya.
Pembelajaran IPS sebagai serpihan agenda pengajaran di SD, baik secara progmatik maupun prosedural harus berkaitan dan berkesinambungan dengan pembelajaran IPS jenjang selanjutnya (SLTP). Pengenalan pada keadaan lingkungan, baik keadaan lingkungan sosial masyarakat maupun keadaan lingkungan fisik atau geografis yang selalu berubah ialah materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran IPS di SD.
Menurut Bandono (2010:1) CTL ialah proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan memmenolong akseptor didik untuk memahami makna materi asuh dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga akseptor didik mempunyai pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Pembelajaran CTL yakni konsep berguru yang memmenolong guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia konkret siswa sehingga sanggup mendorong siswa untuk membuat kekerabatan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa karakteristik Contextual Teaching and Learning menurut Sutarji dan Sudirjo (2007: 103-104), yaitu:
a.    Membuat kekerabatan penuh makna. Siswa sanggup mengatur diri sendiri sebagai orang yang berguru aktif dalam menyebarkan minatnya secara individual, orang yang sanggup bekerja sendiri atau bekerja dalam berkelompok, dan orang yang sanggup berguru sambil berbuat.
b.    Melakukan pekerjaan penting. Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan banyak sekali konteks yang ada dalam kehidupan konkret sebagai anggota masyarakat.
c.    Belajar mengatur sendiri. Siswa melaksanakan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasilnya yang sifatnya nyata.
d.   Kerja sama. Siswa sanggup bekerja sama. Guru  memmenolong siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, memmenolong mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e.    Berpikir kritis dan kreatif. Siswa sanggup memakai tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: sanggup menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memakai bukti-bukti dan logika.
f.     Memelihara individu. Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memdiberi perhatian, memdiberi harapan-harapan yang tinggi memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak sanggup berhasil tanpa pemberian orang dewasa.
g.    Mencapai standar tinggi, Penggunaan penilaian sebenarnya. Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru menunjukkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence
h.    Mengadakan assesmen autentik. Siswa memakai pengetahuan akademis dalam konteks dunia konkret untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambar informasi akademis yang sudah mereka pelajari untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran CTL sanggup dilakukan dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yang efektif yaitu :
a.    Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme ialah landasan berpikir pada CTL, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang alhasil diperluas melalui konteks yang terbatas dan bukan secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, tetap harus dikontruksikan melalui pengalaman dengan pemecahan masalah.
Konstruktivisme yakni proses membangun atau menyusun pengetahuan gres dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafat kontruktivisme Mark Baldwin dan dikembangkan serta diperdalam oleh Jean Piaget menyatakan bahwa “Pengetahuan itu terbentuk bukan spesialuntuk dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya”. Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berkhasiat bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan-gagasan (Nurhadi, 2004:31).
Landasan berpikir pada kontruktivisme yakni seni administrasi lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pembelajaran. Esensi dari kontruktivisme yakni bagaimana pembelajaran dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan mendapatkan pengetahuan. Guru tidak akan bisa mempersembahkan tiruana pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri.
b.    Inkuiri
Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan inovasi melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Proses menemukan inilah yang dirangsang secara optimal lewat penerapan seni administrasi pembelajaran CTL. Karena seni administrasi pembelajaran CTL menekankan keaktifan siswa dalam menemukan sendiri pengetahuan. melaluiataubersamaini demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa sanggup menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dibutuhkan bukan spesialuntuk hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.
Sanjaya (2008: 265) menyampaikan “belajar intinya ialah proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itu dibutuhkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya”.
c.    Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya yakni bertanya dan menjawaban pertanyaan. Bertanya sanggup dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawaban pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak memberikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing biar siswa sanggup menemukan sendiri. Teknik guru memancing siswa untuk bertanya akan sanggup tereksplorasi dengan baik. Karena itu kiprah bertanya sangat penting, lantaran melalui pertanyaan-pertanyaan guru sanggup membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya dan menjawaban pertanyaan. Bertanya sanggup dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawaban pertanyaan mencerminkan seseorang dalam berpikir. Oleh lantaran itu bertanya dan menjawaban pertanyaan menerapkan seni administrasi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan kontekstual. Pada tiruana acara belajar, bertanya dan menjawaban sanggup diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, maupun antara siswa dengan orang lain yang dihadirkan ke kelas.
d.   Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam learning community, pengetahuan siswa didapatkan dari sharing dengan orang lain, antara kawan, antara kelompok; yang sudah tahu mempersembahkan kepada yang belum tahu, yaitu mempunyai pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain. Pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan mustahil sanggup dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan menolongan orang lain. Kerja sama saling memdiberi dan mendapatkan sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat berguru (learning community) dalam CTL menyarankan biar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.
Selain itu dalam kelas CTL, penerapannya sanggup dilakukan melalui kelompok berguru yang bersifat heterogen, yang sanggup dilihat dari kemampuannya, bakatnya, kecepatan belajarnya, maupun dari minatnya. Dalam kelompok tersebut biarkan anak saling berguru memdiberitahukan kepada yang belum tahu, yang terpenting yakni siswa dibutuhkan bisa menularkan kemampuan dan pengalamannya kepada siswa yang lainnya. Dalam kondisi penerapannya guru sanggup mengundang orang yang dianggap mempunyai keahlian dan sekiranya selaras dengan materi pelajaran yang akan dan sudah dipelajari di kelas.
e.    Pemodelan (modeling)
Modeling yakni proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai rujukan yang sanggup ditiru oleh setiap siswa. Misalnya: guru mempersembahkan rujukan bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga mempersembahkan rujukan bagaimana cara melempar bola, guru kesenian mempersembahkan rujukan bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi mempersembahkan rujukan bagaimana cara memakai termometer, dan lain sebagainya. Proses modeling tidak sebatas  dari guru saja, akan tetapi sanggup juga memanfaatkan siswa yang dianggap mempunyai kemampuan.
Pada asas modeling ini, guru dalam pembelajarannya memakai alat peraga sebagai rujukan yang menunjang pembelajaran biar sanggup ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, guru sanggup memakai alat peraga tertentu, atau bagaimana melafalkan bahasa abnormal yang tepat. Pembelajaran akan menjadi lebih cepat mabadunga guru menyiapkan model pembelajaran, misalnya: guru menyuruh siswa untuk mengukur luas sebuah buku gambar yang kemudian ditiru oleh siswa.
f.     Refleksi (Reflection)
Refleksi yakni cara berpikir wacana apa yang gres dipelajari atau berpikir ke belakang wacana apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Dalam proses pembelajaran dengan memakai CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru mempersembahkan peluang kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang sudah dipelajarinya. Refleksi ialah perenungan pembelajaran yang gres dipelajari, yang nantinya sanggup diambil kesimpulan wacana pembelajaran yang gres dipelajari tadi. Perenungan itu nantinya sanggup menghasilkan wawasan gres atau spesialuntuk sekedar pemahaman berkelanjutan.
g.    Penilaian sesungguhnya (Aunthentic Assesment)
Pada tahap penilaian, guru tidaklah pribadi menilai kemampuan siswa secara langsung, akan tetapi guru menilai dari segi bagaimana memanfaatkan pemahaman siswa pada materi yang sudah dipelajarinya dengan diintegrasikan dengan pengalamannya. Penilaian bukan bersifat tes bagaimana siswa menjawaban soal-soal yang didiberikan, akan tetapi penilaian ini menitikberatkan pada pola pemahaman siswa.
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada ketika ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga alat penilaian yang dipakai terbatas pada penerapan tes. melaluiataubersamaini tes sanggup diketahui seberapa jauh siswa sudah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak spesialuntuk ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh lantaran itu, penilaian keberhasilan tidak spesialuntuk ditentukan oleh aspek hasil berguru menyerupai tes, akan tetapi juga proses berguru melalui penilaian nyata.
Pelaksanaan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPS topik kedudukan dan kiprah anggota keluarga terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a.    Tahap sebelum pertemuan, pada tahap ini kegiatan dilaksanakan yakni membuat planning pembelajaran dengan memakai pendekatan CTL.
b.    Tahap pertemuan, pada tahap ini guru melaksanakan perencanaan pembelajaran yang sudah dirancang sebelumnya. Kegiatan ini mencakup penlampauan, inti dan penutup.
c.    Tahap sehabis pertemuan, pada tahap ini guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakannya. Kegiatan penilaian ini sering disebut juga merefleksi diri dilakukan dengan mencatat segala belum sempurnanya yang ada dalam pembelajaran yang harus diperbaiki ataupun hal-hal yang cukup baik yang harus ditingkatkan dalam pembelajaran selanjutnya.

3.    Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat perbaikan pembelajaran, oleh lantaran itu metode yang dipakai yakni Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suyanto (1996/1997:4), PTK yakni suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melaksanakan tindakan-tindakan tertentu biar sanggup memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.
Dalam penelitian ini memakai “Sistem spiral refleksi diri”. Menurut Kemmis dan Taggart (Kasbolah, 1998: 113) bahwa penelitian ini yakni penelitian tindakan kelas yang terdiri dari rencana, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dilakukan melalui empat langkah utama yaitu 1. Perencanaan, 2. Tindakan, 3.Observasi dan 4. Refleksi.
Untuk menghindari terjadinya penafsiran istilah dalam memahami inti kasus dalam penelitian ini, ditegaskan dari beberapa istilah yang digunakan. Adapun istilah-istilah tersebut yakni sebagai diberikut:
a.    Penerapan ialah proses atau cara untuk menerapkan dan mempraktikkan suatu teori dalam bentuk perbuatan.
b.    Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ialah konsep berguru yang memmenolong guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia konkret siswa dan mendorong siswa membuat kekerabatan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga.
c.    Hasil belajar, sanggup diartikan sebagai kondisi yang dicapai dari pembelajaran berupa pemahaman (kognitif), sikap (afektif) dan sikap (psikomotor) siswa yang ditunjuk dengan data hasil penilaian.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas II SDN 2 Kertamukti Kecamatan Campaka Kabupaten Purwakarta. Subjek penelitian ini yakni siswa kelas II semester II SDN 2 Kertamukti tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 32 orang. Adapun latar belakang pemilihan sekolah diputuskan oleh peneliti didasarkan pertimbangan diberikut :
a.    Lokasi sekolah yang dipakai ialah daerah peneliti melaksanakan kiprah sehari-hari;
b.    Memperoleh kegampangan dalam perizinan, menerima dorongan dari pihak sekolah, baik dari kepala sekolah maupun rekan-rekan seprofesi.
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini yakni angket, wawancara, lembar observasi, tes tulis dan lembar kerja siswa (LKS). Pengolahan data (analisis) dipertamai dengan proses pengumpulan data, pengkategorian, penafsiran, dan penarikan kesimpulan atas data yang diperoleh.  

4.    Pembahasan
Lokasi penelitian di SDN 2 Kertamukti beralamat di Kampung Nagrog Desa Kertamukti Kecamatan Campaka Kabupaten Purwakarta dengan subjek penelitian yakni siswa di Kelas II SDN 2 Kertamukti tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 32 orang dari jumlah siswa secara keseluruhan 248 orang yang tersebar dari kelas I hingga dengan kelas VI.
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar observasi, 2. Lembar Soal/Tes. Dalam penelitian ini dipakai dua cara pengumpulan data yaitu: 1. Data kualitatif diperoleh dari kegiatan pengamatan (observasi) selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Data kuantitatif, diperoleh dari penilaian hasil tes. Teknik Pengolahan Data yang dipakai 1) Tes Hasil Belajar, 2) Observasi.
Hasil observasi acara siswa pada siklus I pada aspek kontruktivitasme menerima kriteria Cukup dengan persentase 50%, aspek menemukan (inquiry) menerima kriteria Kurang dengan persentase 37,5%, aspek bertanya (questioning) menerima kriteria Cukup dengan persentase 50 % dan aspek Kerja kelompok menerima kriteria Kurang dengan persentase 29,16%.
Hasil pos tes siklus I dari dua kali tindakan memberikan bahwa yang memperoleh nilai di atas KKM pada tindakan I sebanyak 26 orang (81,25%), sedangkan siswa yang belum mencapai batas KKM sebanyak 6 orang (18,75%). Pada tindakan II sebanyak 28 orang (87,50%) yang sudah melampaui batas KKM, sedangkan siswa yang belum mencapai batas KKM sebanyak 4 orang (12,50%). Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil siklus I tindakan I 69,22 dan pada tindakan II yakni 74,84. Pada kegiatan selesai siswa dan guru menyimpulkan materi pembelajaran dilanjutkan dengan pemdiberian pekerjaan rumah.
Berdasarkan hasil pengamatan mulai ada perubahan pada pembelajaran, siswa mulai tertarik dan antusias dalam mendapatkan pelajaran walaupun belum optimal.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut akan dijadikan masukan untuk pelaksanaan siklus selanjutnya, dan adapun belum sempurnanya yang harus diperbaiki dari temuan-temuan hasil berguru siswa diantaranya yaitu:
a.    Guru sebaiknya menanggapi keinginan atau wangsit dari siswa supaya muncul rasa percaya dirinya.
b.    Guru sebaiknya sering melaksanakan penguatan baik berupa kata kebanggaan maupun gerakan badan kepada siswa biar mereka merasa percaya diri.
c.    Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS materi dokumen diri dan keluarga dengan memakai pendekatan Contextual Teaching and Learning pada siklus I tindakan II belum memberikan hasil yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan masih banyak siswa yang tidak memperhatikan guru, dan masih terdapat siswa yang ngobrol ketika pembelajaran berlangsung.
Pada siklus II tahap perencanaan dirancang untuk memperbaiki hasil pada siklus sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan persiapan tindakan dalam tindakan pertama siklus II yakni sebagai diberikut:
a.    Menetapkan materi pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. Kompetensi dasar yang akan dicapai yaitu menceritakan kedudukan dan kiprah anggota keluarga.
b.    Menyusun planning pelaksanaan pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran dan lembar kerja siswa (LKS) untuk siklus kedua.
c.    Menyiapkan alat dan materi untuk acara penyelidikan dalam pembelajaran.
d.   Mempersiapkan media pembelajaran.
Hasil observasi acara siswa pada siklus II pada aspek kontruktivitasme menerima kriteria Baik dengan persentase 75%, aspek menemukan (inquiry) menerima kriteria Baik dengan persentase 81,25%, aspek bertanya (questioning) menerima kriteria Baik dengan persentase 75% dan aspek Kerja kelompok menerima kriteria Cukup dengan persentase 62,5%.
Hasil pos tes siklus I dari dua kali tindakan memberikan bahwa yang memperoleh nilai di atas KKM pada tindakan I sebanyak 30 orang (93,75%), sedangkan siswa yang belum mencapai batas KKM sebanyak 2 orang (6,25%). Pada tindakan II sebanyak 32 orang (100%) yang sudah melampaui batas KKM, dan sudah tidak ada siswa yang belum mencapai batas KKM. Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil siklus II tindakan I 77,34 dan pada tindakan II yakni 85,16. Pada kegiatan selesai siswa dan guru menyimpulkan materi pembelajaran dilanjutkan dengan pemdiberian pekerjaan rumah.
Pembelajaran dengan pendekatan CTL memdiberi peluang siswa dalam mengoptimalkan kemampuannya melalui acara berguru yang merujuk pada komponen pembelajaran CTL. Salah satunya dengan kegiatan kerja kelompok siswa sanggup menyebarkan kemampuan menemukan (inquiry). melaluiataubersamaini demikian dengan memakai pendekatan CTL maka hasil berguru siswa dalam mendeskripsikan kedudukan dan kiprah anggota keluarga pada pembelajaran IPS memberikan hasil yang memuaskan.


5.    Kesimpulan
Berdasarkan analisis data diberikut pembahasan hasil penelitian tindakan kelas pada pembelajaran IPS di Kelas II SDN 2 Kertamukti peneliti mencoba membuat kesimpulan yang ialah jawabanan terhadap tiruana permasalahan penelitian.
Dari hasil penelitian tindakan kelas sanggup ditarik kesimpulan sebagai diberikut:
1.    Aktivitas berguru Kelas II SDN 2 Kertamukti dengan menerapkan pendekatan CTL berdasarkan catatan observasi aktifitas siswa selama PBM pada siklus I masih ada yang kurang fokus dalam bekerja dengan kawannya. Pada siklus II, berdasarkan analisis tindakan, respon yang dimunculkan siswa sudah muncul siswa terlihat mulai aktif menanggapi rangsang yang didiberikan guru, siswa sudah berani mengeluarkan pendapatnya, memberikan hasil kerja kelompoknya.
2.    Hasil berguru nilai selesai ini diperoleh SDN 2 Kertamukti sehabis menerapkan pendekatan CTL sebagai diberikut: Pada tindakan I rata-rata hasil berguru yang di sanggup siswa naik menjadi 77,34 dan pada tindakan II menjadi 85,16 dengan KKM sebesar 65.

6.    Daftar Pustaka
Aqib Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.
Bandono. (2010). Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL). [Online]. Tersedia: pusatilmudunia1.blogspot.com/search?q=2007-komponen-ctl/. [11 Maret 2013].
Riyanto. (2001). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Rohayati,E. (2009). “Pengembangan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) pada keterampilan Berbicara Bahasa Sunda”, dalam Menuju Pendidikan Dasar Bermutu (Prosiding Seminar Nasional ke-2 Program Pendidikan Profesi Guru Sebagai Upaya Membangun Keunggulan Pendidikan Di Masa Depan. Bandung: Rizqi
Suseno, Edy, (2003). Meningkatkan keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendayagunaan Media Kartu Bahasa pada Siswa Kelas II SDN 02 Wonosari Kecamatan Pegadon Kabupaten Kendal. (Skripsi Universitas Semarang).
Susilo.(2007). Panduan Penilitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Sutardi, D dan Sudirjo, E. (2007). Pembaharuan Dalam PBM di SD. Bandung: UPI Press.
Suyanto.(1996/1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Bagian Kesatu Pengetahuan Penelitian Tindakan Kelas. IKIP Yogyakarta.
Syahza, A. (2010). Pembelajaran Kontekstual. [Online]. Tersedia: http://almasdi.unsri.ac.id/index.php?option=com –content&view=article&id+68&catid=25.the-project [ 02 April 2013 ]
T.R. Burhanudin. (2007). Pendekatan, Metode, dan Teknik Penelitian Pendidikan (Sebuah Pengantar Praktis). Purwakarta: UPI Program Pendidikan Guru SD Kampus Purwakarta.
Undang, H.G, dkk. (1998). Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar. Bandung: Siger Tengah.
Widayanto. (2010, 21 Oktober). Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam Menulis Teks Procedure (Sebuah Studi Kolaboratif Quasi Eksperimen di MTsN Wonorejo – Kabupaten Pasuruan). [Online]. Tersedia: http://pusdiklatteknis.depag.go.id/index.php/20101021180/penerapan-pendekatancontextual-teaching-and-learning-ctl-dalam-menulisteksprocedure-sebuah-studikolaboratif-quasi-eksperimen-di-mtsnwonorejo-kabupaten-pasuruan (12 April 2013)

Wiriatmadja, R. dan Arief A.(2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia berafiliasi dengan PT. Remaja Rosda Karya. 
close