Kritik Wahyu Kokkang Untuk Kartini Kini

Sumber Gambar: www.facebook.com/wahyu.kokkang
 Kartunis Jawa Pos, Wahyu Kokkang mengKoreksi Kartini masa kini. Melalui abjad kartunnya yang khas, Wahyu Kokkang mengKoreksi wanita masa kini yang terlalu banyak bicara. Karakter dalam kartun tersebut berguman "Setahu aku, doloe Kartini banyak menulis, bukan banyak bicara..." abjad kartun pria tersebut banyak berguman sambil melihat abjad wanita yang bicara banyak melalui telepon. Saking banyak dan lamaya berbicara, abjad kartun wanita dijadikan masukang oleh laba-laba.



Kata Kartini dalam ucapan kartun di atas yakni mewakili seluruh perempuan. Sekarang lagi gegap gempita memperingati hari kartini. Tidak spesialuntuk sekarang, tetapi juga setiap tanggal 21 April. Tetapi yang menjadi duduk kasus peringatan tersebut spesialuntuk seremoni. Hanya sebatas sanggul, kebaya, dan make up. Melalui kartun tersebut Wahyu Kokkang juga mengKoreksi itu tiruana. 

Sekarang diperparah lagi dengan adanya media sosial. Denga menulis #KartiniDay atau #HariKartini seorang wanita mungkin sudah menganggap dirinya memperingati Kartini. Seharusnya memperingati Kartini yakni mencontoh semangat perjuangannya. Mencontoh cara perjuangannya. Dikisahkan, RA Kartini di usia mudanya melaksanakan korespondensi (surat-menyurat) dengan wanita Belanda (Nyonya Abendanon). Dari situ, sanggup diketahui bahwa Kartini bisa baca tulis, bisa bahasa Belanda. Kemampuan yang sangat jarang sekali dimiliki wanita kala itu. 

Mungkin ada pula yang tidak oke dengan kartun Clekit di atas, bukankah Kartini (baca: Perempuan) kini juga sering menulis, bahkan lebih banyak menulis daripada berbicara, tetapi di media sosial. Baik di facebook maupun di twitter. Sebenarnya facebook dan twitter atau media umum lain juga bahasa yang dipakai bukan bahasa tulis, melainkan bahasa lisan. Berarti itu juga berbicara.

Bahasa tulis seharusnya terstruktur dengan sistematis dan memakai kaidah penulisan supaya sanggup dipahami dengan simpel oleh para pembacanya. Sedangkan bahasa mulut yakni bahasa interaksi dua arah. Bedanya, bahasa mulut yang ada di media umum yakni bahasa mulut yang memakai media tulis. Amati saja, niscaya goresan pena di media umum berupa bahasa singkat yang harus dipahami dengan mengamati interaksinya.

Lalu bagaimana dengan Kartini sekarang? Mungkin tidak tiruananya begitu, tetapi menjadi banyak yang lebih suka diberinteraksi melalui media sosial, bahkan cenderung suka membagikan  yang dialami melalui media umum elektronik. Tidak salah juga saat ada meme yang berbunyi: doloe jikalau seorang ibu mendapati anaknya jatuh, sang ibu segera mengobati. sementara kini jikalau anaknya jatuh dan terluka seorang ibu akan segera mengambil handphone dan update status: LEKAS SEMBUH YANG SAYANG, MAMA MENCINTAIMU.

Hehehehehe.

Salam Pustamun! 
close