Wacana ialah satuan bahasa yang lengkap (Chaer, 2012:265) sehingga dalam hierarki gramatikal ialah satuan tertinggi atau terbesar. Dalam wacana ada koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan (Tarigan, 1987:27). Wacana juga mengandung konsep, gagasan, pikiran, atau ilham yang utuh yang sanggup dipahami oleh pembaca atau pendengar.
Secara teoritis, satuan bahasa yang lebih tinggi dibuat oleh satuan yang lebih rendah satu tingkat di bawahnya. Fonem membentuk morfem, morfem membentuk kata, kata membentuk frasa, frasa membentuk klausa, klausa membentuk kalimat, dan balasannya kalimat membentuk wacana. Namun sebuah frasa atau kata sanggup eksklusif menjadi kalimat (Chaer, 2012:275). Peristiwa tersebut disebut dengan pelompatan tingkat. Maka dari itu, suatu wacana sanggup juga dibuat dari satu kata atau frasa bahkan fonem.
Wacana sanggup juga didefinisikan sebagai cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia dan aspek dunia (Jorgensen dan Phillips, 2007:2). Dalam pengertian ini wacana diartikan sebagai strategi. Sementara Sobur dengan terlebih doloe memaparkan beberapa definisi wacana kemudian menyimpulkan wacana sebagai rangkaian ujar atau tutur yang teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren untuk mengungkapkan sesuatu hal (Sobur, 2006:11).
Pengertian wacana yang lebih luas ialah teks dan konteksnya secara gotong royong (Eriyanto,2006:9). Jadi, yang dimaksud dengan wacana ialah teks yang disertai konteks. Tidak spesialuntuk teks yang bangun sendiri. Keberadaan teks yang tidak dihubungkan dengan konteks tidak sanggup dipahami sehingga tidak sanggup diketahui ilham dan pesan menyerupai yang dimaksud oleh Chaer di atas.
Berdasarkan uraian di atas, sanggup diketahui bahwa yang terpenting dalam sebuah wacana ialah adanya ilham atau pesan yang disampaikan (dibicarakan). Selama ada ilham dan pesan yang disampaikan kepada pendengar atau pembaca maka satuan bahasa tersebut sanggup disebut wacana, sehingga tidak lagi memedulikan hierarki satuan bahasa. melaluiataubersamaini demikian, wacana sanggup diartikan sebagai satuan bahasa yang mengandung pesan, ide, gagasan, pendapat yang disampaian kepada pembaca atau pendengar baik berupa kata, frasa, atau kalimat dalam bentuk mulut maupun tulisan. Pemahaman terhadap wacana perlu juga dikaitkan dengan konteksnya. Hal ini dilakukan semoga sanggup diketahui pesan yang terkandung di dalamnya. Untuk mendapat pesan yang terkandung dalam wacana tersebut analisis yang paling sempurna ialah analisis wacana kritis.
Analisis Wacana Kritis
Menurut Eriyanto (2006) ada tiga pandangan analisis wacana. Pertama, pandangan positivisme-empiris yang menekankan pengkajian terhadap benar salah berdasarkan ukuran sintaksis dan semantik. Kedua, pandangan konstruktivisme, analisis wacana dimaksudkan untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu. Ketiga, pandangan kritis menghubungkan analisis kebahasaan dengan konteks.
Jorgensen dan Phillips (2007:114) beropini baawa analisis wacana kritis (AWK) dipakai untuk melaksanakan kajian wacana hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang tidak sama. Selaras dengan pendapat Fairclough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2006:7) yang melihat wacana sebagai bentuk dari praktik sosial.
Misalnya, wacana grafiti yang terdapat dalam kolam truk. Wacana tersebut muncul untuk menggambarkan keadaan (perilaku) sosial para sopir truk. Kemudian wacana tersebut seolah menjadi pedoman (kesepakatan bersama) yang sanggup memengaruhi sikap sopir truk lain. Wacana dalam kolam truk juga sanggup dijadikan alat pembenaran terhadap kecenderungan sikap sosial tertentu.
Ada beberapa model AWK yang diperkenalkan oleh para ahli. Salah satu yang banyak dipakai ialah AWK model van Dijk (Darma, 2009:86). Model AWK van Dijk juga dikenal sebagai model Kognisi Sosial. Suatu teks disusun berdasar kognisi individu pemroduksinya. Kognisi individu tersebut terbentuk oleh kognisi sosial yang sudah berlaku dalam kelompok sosial tertentu. Kognisi sosial tersebut bekerjasama dengan konteks sosial. Jadi, ada tiga dimensi wacana yang dikemukakan oleh van Dijk yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
Jadi, berdasarkan pandangan kritis, wacana dan keadaan sosial saling memengaruhi. Keadaan sosial tertentu melahirkan sebuah wacana. Wacana tersebut juga sanggup menjadi alat untuk melegitimasi dan meabadikan suatu keadaan sosial, bahkan sanggup menjadi alat pembenaran terhadap suatu dominasi satu kelompok terhadap kelompok sosial lain.
Dalam AWK, teks berkaitan dengan apa yang dimaknai, dilakukan dan dikatakan oleh masyarakat dalam situasi yang aktual (Darma, 2009:189). Dalam hal ini, teks ialah ujaran yang terdapat dalam masyarakat. Baik berupa ujaran verbal maupun dalam bentuk turunannya (tulisan) yang tidak bangun sendiri.
Lebih jauh lagi, dalam AWK yang dimaksud dengan teks tidak spesialuntuk berupa satuan suara bahasa. Ada kecenderungan menganalisis gambar seolah ialah teks linguistik (Jorgensen dan Phillips, 2007:116). Sejalan dengan pendapat Cook (dalam Eriyanto, 2006:9) yang mengambarkan bahwa “teks ialah tiruana bentuk bahasa yang, bukan spesialuntuk kata-kata, tetapi juga tiruana jenis ekspresi komunikasi dan salah satunya ialah gambar”. melaluiataubersamaini demikian, tidak spesialuntuk bentuk satuan bahasa yang sanggup dianalisis. Dalam AWK, jikalau dihubungkan dengan konteks, gambar sanggup menjadi wacana dan sanggup dianalisis.
Maka dari itu, dalam AWK dikenal pula istilah struktur mikro dan struktur makro. Struktur mikro disebut pula insiden mikro ialah insiden verbal (ujaran atau pun tulisan), struktur makro ialah insiden sosial yang lebih luas. AWK memandang ada hubungan timbal balik antara struktur mikro dan struktur makro. Hubungan timbal balik antara struktur mikro (peristiwa verbal) dan struktur-struktur makro yang mengondisikan dan menghasilkan insiden mikro (Darma, 2009:71).
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Eriyanto. 2006. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.
Jorgensen, M W., Phillips, L.J. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Alih bahasa oleh Suyitno, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media. cet. ke-4. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Analisis Wacana. Bandung: Angkasa.