Bahasa tidak pernah mati selama ada penuturnya. Bahkan bahasa yang masih dituturkan akan terus tumbuh dan berkembang. Penutur bahasa akan terus memproduksi istilah. Istilah-istilah yang muncul itu dipengaruhi oleh latar para penuturnya.
Perkembangan istilah sebuah bahasa juga dipengaruhi oleh bahasa lain. Hal ini niscaya muncul dalam ragam bahasa yang dipakai oleh masyarakat bahasa dwibahasawan bahkan multibahasawan. Salah satu yang mencolok yakni ragam bahasa di Jawa Timur.
Jawa Timur adalahs salah satu provinsi besar di Indonesia yang ialah masyarakat multibahasa. Ada dua bahasa tempat yang penuturnya menyebar dan banyak dipakai di Jawa Timur. Yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura.
Keduanya bahasa madura dan bahasa Jawa di Jawa Timur saling memengaruhi saat dipakai oleh para penuturnya. Bahasa Madura dan Bahasa Jawa juga memengaruhi penerapan bahasa Indonesia, bahkan di kalangan terdidik, di kalangan mahasiswa di perguruan tinggi tinggi.
Salah satu yang menjadi miniatur Jawa Timur yakni Jember. Khususnya Universitas Jember alasannya penutur bahasa si Universitas yang biasa disebut unej ini berasal dari aneka macam latar belakang bahasa yang sama-sama berpengaruh pengaruhnya dalam penuturan dan komunikasi antar-mahasiswa.
Universitas Jember menjadi tempat mencar ilmu mahasiswa yang berasal dari tempat tapal kuda, jadi sebagian besar mahasiswa berasal dari Jember dan sekitarnya. Dari Probolinggo, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo.
Situbondo, Bondowoso yakni pemasok utama mahasiswa yang berlatar belakang bahasa Madura. Jember, Lumajang, Probolinggo biasanya setengah madura dan setengahnya lagi jawa. Sementara mahasiswa yang berasal dari Banyuwangi lebih banyak yang berbahasa Jawa dan sebagian lagi berbahasa Osing.
Maka dari itu, bahasa Indoensia di Jember juga banyak dipengaruhi oleh bahasa Madura. Salah satunya ada ungkapan begini:
Beh ini, mak gitu.
Ungkapan di atas menjadi tidak absurd bagi penutur bahasa Indonesia yang ada di Jember (mungkin juga penutur bahasa Indonesia dengan bahasa Ibu bahasa Madura). Bagi penutur bahasa Indonesia yang tidak mengerti bahasa Madura akan kesusahan. Terlebih kalau menganggap bahwa ungkapan itu dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Bisa sangat kacau.
Susunan Beh ini, mak gitu ialah pengindonesiaan yang tidak tepat dari ungkapan bahasa Madura beh riya, mak deiyeh.
Ungkapan bahasa Madura tersebut kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat (menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar) maka menjadi Mengapa engkau begitu? atau dalam ragam bahasa percakapan sama artinya dengan kok gitu sih!.
Sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawabanan. Merupakan sebuah ungkapan keheranan.
Jadi, mak dalam bahasa madura sama dengan kok dalam bahasa Jawa dalam beberapa kasus. Namun, tidak sepenuhnya sama. Misalnya ungkapan
Mak gitu engkau ini.
Dipengaruhi bahasa Madura yang artinya kurang lebih Mengapa engkau begitu.
sama artinya dengan
Kok gitu engkau ini.
Tapi, dalam bahasa Jawa ada ungkapan
enggak kok
kata 'kok' dalam ungkapan di atas mempunyai arti penegas. Dalam bahasa Arab disebut taukid yang bertujuan memperkuat maksud.
Akan tetapi bentuk enggak kok dalam bahasa Jawa tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa madura enten mak. atau enggak mak.
Jadi, kok bisa jadi mak tapi kok tidak selamanya mak. Begitu pun sebaliknya. Masih bingun? Silahkan main dan tinggal di Jember. Pasti paham perbedaannya.
Perkembangan istilah sebuah bahasa juga dipengaruhi oleh bahasa lain. Hal ini niscaya muncul dalam ragam bahasa yang dipakai oleh masyarakat bahasa dwibahasawan bahkan multibahasawan. Salah satu yang mencolok yakni ragam bahasa di Jawa Timur.
Jawa Timur adalahs salah satu provinsi besar di Indonesia yang ialah masyarakat multibahasa. Ada dua bahasa tempat yang penuturnya menyebar dan banyak dipakai di Jawa Timur. Yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura.
Keduanya bahasa madura dan bahasa Jawa di Jawa Timur saling memengaruhi saat dipakai oleh para penuturnya. Bahasa Madura dan Bahasa Jawa juga memengaruhi penerapan bahasa Indonesia, bahkan di kalangan terdidik, di kalangan mahasiswa di perguruan tinggi tinggi.
Salah satu yang menjadi miniatur Jawa Timur yakni Jember. Khususnya Universitas Jember alasannya penutur bahasa si Universitas yang biasa disebut unej ini berasal dari aneka macam latar belakang bahasa yang sama-sama berpengaruh pengaruhnya dalam penuturan dan komunikasi antar-mahasiswa.
Universitas Jember menjadi tempat mencar ilmu mahasiswa yang berasal dari tempat tapal kuda, jadi sebagian besar mahasiswa berasal dari Jember dan sekitarnya. Dari Probolinggo, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo.
Situbondo, Bondowoso yakni pemasok utama mahasiswa yang berlatar belakang bahasa Madura. Jember, Lumajang, Probolinggo biasanya setengah madura dan setengahnya lagi jawa. Sementara mahasiswa yang berasal dari Banyuwangi lebih banyak yang berbahasa Jawa dan sebagian lagi berbahasa Osing.
Maka dari itu, bahasa Indoensia di Jember juga banyak dipengaruhi oleh bahasa Madura. Salah satunya ada ungkapan begini:
Beh ini, mak gitu.
Ungkapan di atas menjadi tidak absurd bagi penutur bahasa Indonesia yang ada di Jember (mungkin juga penutur bahasa Indonesia dengan bahasa Ibu bahasa Madura). Bagi penutur bahasa Indonesia yang tidak mengerti bahasa Madura akan kesusahan. Terlebih kalau menganggap bahwa ungkapan itu dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Bisa sangat kacau.
Susunan Beh ini, mak gitu ialah pengindonesiaan yang tidak tepat dari ungkapan bahasa Madura beh riya, mak deiyeh.
Ungkapan bahasa Madura tersebut kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat (menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar) maka menjadi Mengapa engkau begitu? atau dalam ragam bahasa percakapan sama artinya dengan kok gitu sih!.
Sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawabanan. Merupakan sebuah ungkapan keheranan.
Jadi, mak dalam bahasa madura sama dengan kok dalam bahasa Jawa dalam beberapa kasus. Namun, tidak sepenuhnya sama. Misalnya ungkapan
Mak gitu engkau ini.
Dipengaruhi bahasa Madura yang artinya kurang lebih Mengapa engkau begitu.
sama artinya dengan
Kok gitu engkau ini.
Tapi, dalam bahasa Jawa ada ungkapan
enggak kok
kata 'kok' dalam ungkapan di atas mempunyai arti penegas. Dalam bahasa Arab disebut taukid yang bertujuan memperkuat maksud.
Akan tetapi bentuk enggak kok dalam bahasa Jawa tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa madura enten mak. atau enggak mak.
Jadi, kok bisa jadi mak tapi kok tidak selamanya mak. Begitu pun sebaliknya. Masih bingun? Silahkan main dan tinggal di Jember. Pasti paham perbedaannya.